25 Juli 2011

JOHN G. PATON

Sumber : Elia Stories Care
Sambungan Dari Bagian #1


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGUATKAN
Setelah singgah di pulai Aneityum, di mana usaha misi sepertinya sudah ada sedikit hasil, orang Skotlandia muda itu mendarat beserta istrinya di Tanna, 5 November 1858, dan mulai membangun sebuah rumah di Pelabuhan Resolution. Pada hari-hari itu, pulau itu murni kanibalistik, dan iman sang orang kulit putih pada ayat hidupnya segera dicobai dengan hebat. Dia dan Nyonya Paton dikelilingi orang-orang biadab yang berlumuran cat, yang terperangkap dalam tahayul dan kekejaman yang selalu menyertai penyembahan berhala. Para lelaki dan anak-anak berjalan dalam kondisi telanjang sementara para wanita memakai cawat dari rumput atau daun yang sangat minim. Segera setelah mendarat, mereka melihat puluhan orang bersenjata melewati mereka dengan bersemangat, dengan bulu-bulu di rambut mereka yang kusut dan muka mereka dicat secara mengerikan. Suara senapan meletus di semak-semak dekat mereka dan teriakan para biadab mengisyaratkan bahwa orang-orang itu sedang ada dalam pertempuran sengit. Hari berikutnya, sang misionari diberitahu bahwa lima orang telah terbunuh, dimasak, dan dimakan oleh pihak yang menang.



Pada sore harinya, keheningan terpecahkan oleh raungan liar dan panjang yang kedengaran tidak manusiawi. Paton diberitahu bahwa salah satu dari orang yang terluka, yang baru pulang dari pertempuran, baru saja mati, dan mereka telah mencekik jandanya supaya rohnya dapat menemani prajurit itu ke dunia berikutnya dan menjadi pelayannya di situ, sama seperti dia menjadi pelayannya di sini. Nasib wanita di Kepulauan Hebrida Baru (New Hebrides) sungguh buruk. Wanita tidak lebih dari budaknya lelaki. Dia yang melakukan semua pekerjaan kasar, sementara sang lelaki menganggap bertempur adalah bisnis utamanya. Jika sang wanita menyinggung suaminya dengan cara apapun, ia akan memukulinya sebanyak yang ia inginkan, dan tidak ada yang akan berpikir untuk melerai. Sangat sedikit sekali rasa kekeluargaan di antara mereka, dan karenanya, orang-orang tua yang tidak dapat bekerja dibiarkan mati kelaparan atau bahkan dibunuh.

Warga Tanna memiliki begitu banyak patung dan jimat, yang sangat mereka takuti. Sungguh, penyembahan mereka adalah penyembahan ketakutan, yang intinya adalah untuk mendapatkan belas kasih roh jahat tertentu, atau untuk mencegah bencana atau mendatangkan pembalasan atas musuh tertentu. Mereka juga sering memberikan hadiah bagi orang suci, penyihir, atau nenek sihir mereka, yang mereka percaya dapat menghilangkan penyakit atau mendatangkan penyakit melalui Nahak atau mantra.

Dalam pertempuran suatu hari, tujuh orang terbunuh, dan janda mereka dicekik, dan semua dimasak dan dimakan oleh para prajurit dan teman-teman mereka. Ketika kepala suku Nouka sakit keras, tiga orang wanita dikorbankan agar ia sembuh.

Hati para misi dipenuhi horor dan rasa kasihan, dan mereka hampir putus asa, Paton menulis: "Apakah saya telah meninggalkan pekerjaan saya yang sangat saya cintai, juga teman-teman saya di Glasgow, dengan segala hal yang menyenangkan, hanya untuk membaktikan hidup saya bagi makhluk-makhluk hina ini? Apakah mungkin untuk mengajari mereka benar dan salah, untuk mengkristenkan mereka, atau membuat mereka beradab?" Namun, ia segera diingatkan bahwa ia tidak mengambil tugas ini oleh karena dirinya sendiri dan bahwa ia memiliki di tangannya sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan tugas besar ini. "Kami sadar," dia meneruskan, " bahwa Tuhan Yesus kami selalu dekat dengan kami dan melaluiNya kami menjadi kuat untuk tugas apapun yang telah Ia berikan atau akan Ia berikan."

Diberi kuasa dan keberanian yang sedemikian, ia mulai memberitahu para pribumi pulau tentang kebejatan mereka, dan menunjukkan pada mereka Domba Allah yang dapat menyelamatkan dari dosa dan dengan segala upaya berusaha memperlihatkan kepada mereka perbedaan antara kebejatan mereka dan hidup Kristiani. Kapan saja ada dua pihak yang hendak berperang, ia akan berlari ke tengah mereka dan berteriak agar mereka mundur. Bagaimanakah ia dapat menghadapi bahaya yang demikian di hadapan para biadab yang gila kebencian dan berteriak untuk darah? Mari kita lihat jawabannya sendiri: "Imanku memampukan saya untuk menggenggam dan merealisasikan janji itu, `Lihatlah, aku menyertai kamu senantiasa.' Dalam Yesus saya merasa tidak dapat disakiti. Saat-saat itu adalah saat saya merasakan Juruselamat saya paling dekat, mengilhami dan menguatkan saya."

Iman yang memampukan!

Dukungan yang membuat tidak dapat disakiti!

Janji yang pasti!

Kehadiran yang menguatkan!

"Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa, sampai kepada akhir zaman."

Suatu hari, saat fajar, Paton bangun dan menemukan bahwa rumahnya telah dikelilingi oleh orang-orang bersenjata, yang bergumam dengan bengis bahwa mereka datang untuk membunuh dia saat itu juga. Karena mereka tidak pandai berkata-kata, para warga Tanna itu menunggu hingga seorang kepala suku datang dan memberikan pidato berikut: "Missi, kami mencintai cara kami jalan bapa leluhur kami. Kami telah membunuh para pengajar dari Aneityum dan membakar rumah mereka. Kini kami telah memutuskan untuk membunuhmu, karena kamu sedang mengubah adat istiadat kami dan kami membenci penyembahan Yehova.

"Karena saya sepenuhnya ada dalam tangan mereka," kata Paton, "saya berlutut dan menyerahkan tubuh dan jiwa saya kepada Tuhan Yesus, sepertinya untuk terakhir kalinya di bumi ini." Para biadab secara mengherankan menjadi sunyi, memperhatikan dia, sambil dia berdiri dan menceritakan kasih sang Juruselamat yang besar, dan mereka pergi, sambil bergumam bahwa dia pasti akan dibunuh kalau dia tidak meninggalkan pulau itu segera.

Beberapa hari berikutnya, sekelompok besar biadab berkumpul, dan salah satunya menyerang Paton dengan membabi buta menggunakan kapak dan berusaha membunuh dia. Keesokan harinya, seorang kepala suku yang bermuka garang mengikuti dia selama empat jam, dan sering membidikkan senapan anginnya pada Paton seolah-olah akan menembak. Sambil berdoa dalam hati, sang misionari meneruskan pekerjaannya. Apakah rahasianya hati yang sedemikian berani? Adalah ayat itu dan hadirat itu. Ia memberitahu kita: "Kehidupan dalam kondisi seperti ini membuat saya berpegang erat pada Tuhan Yesus. Dengan tangan yang gemetar saya memegang tangan yang pernah dipakukan di Kalvari, yang kini memegang tongkat kerajaan alam semesta ini, dan ketenangan serta damai memasuki jiwaku. Pencobaan dan keluputan yang nyaris-nyaris semuanya telah membuat imanku kuat dan seolah mempersiapkan saya untuk lebih banyak lagi pencobaan. Tanpa kesadaran yang terus menerus akan hadirat dan kuasa Tuhan dan Juruselamatku, tidak ada apapun di dunia ini yang dapat memelihara saya dari kegilaan dan kematian. Kata-katanya, `Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa, bahkan sampai ke ujung bumi,' telah menjadi sangat riil bagiku, dan saya merasakan kuasanya yang mendukung saya. Saya mendapatkan kilasan yang paling bernilai dan berharga akan wajah dan senyum Tuhanku justru pada saat-saat mengerikan ketika senapan, atau pentung, atau tombah sedang dibidikkan atas nyawaku."

Demikianlah, melalui pencobaan yang penuh api, sang misionari belajar akan Allah yang dapat dipercaya, dan kuasa kata-kata emas itu, "Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa."


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGHIBUR
Di tengah-tengah begitu banyak pengalaman yang menakutkan dan berbahaya, Paton terlihat kesepian, namun kesedihan yang paling menyedihkan akan segera datang. Ketika dia dan istrinya berlabuh di Tanna, keduanya dalam keadaan sehat dan penuh antusias, sebagaimana mereka mengharapkan hidup yang bahagia bersama-sama sambil memperjuangkan keselamatan dari saudara-saudara mereka yang rusak akhlaknya. Tiga bulan kemudian seorang putra lahir bagi mereka. Dan pulau tempat di mana mereka mengasingkan diri penuh sukacita. Tetapi kegembiraan itu segera pudar karena demam tropis membawa kematian, dan misionari yang tertimpa kedukaan itu harus menggali kuburan untuk istrinya yang muda dan putranya yang masih bayi dengan tangannya sendiri. "Biarlah mereka yang pernah melalui kegelapan serupa seperti di tengah-tengah malam turut bersimpati dengan saya. Saya terpana dan logika saya nampaknya sudah hampir hilang. Saya membangun sebuah tembok karang sekitar kubur dan menutupi bagian atasnya dengan karang-karang putih yang indah, yang dipecahkan kecil-kecil menjadi seperti kerikil; tempat itu menjadi tugu saya yang suci dan seringkali saya kunjungi sepanjang tahun, sambil di tengah-tengah kesulitan, bahaya-bahaya dan kematian-kematian, saya bekerja untuk keselamatan dari penduduk pulau yang biadab ini," katanya.

Dua dari ksatria-ksatria salib yang paling mulia–David Livingstone dan John G. Paton–mempunyai banyak persamaan. Dua-duanya berasal dari Skotlandia. Dua-duanya pergi sebagai misionari. Dua-duanya menghadapi kematian yang tidak terhitung dan bertahan dengan sabar terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dideskripsikan di dalam pengejaran misi mereka. Masing-masing dari mereka memiliki seorang istri bernama Mary dan mereka yang menguburkannya dengan tangannya sendiri, di kuburan yang asing. Dan keduanya menemukan kekuatan mereka dan penghiburan dalam teks yang sama yaitu Matius 28:20.

"Jangan tinggalkan aku, Tuhanku, di dalam waktu-waktu kesedihan," seru Livingstone di samping kuburan yang baru dibuatnya di bawah pohon Baobab di Shupanga.

"Saya tidak pernah sama sekali ditinggalkan," kata Paton tentang saat-saat Getsemaninya. "Tuhan yang Pengampun menopang saya untuk membaringkan debu yang berharga dari orang-orang yang saya kasihi dalam kuburan yang sama yang tenang. Kalau bukan Yesus, dan persekutuan yang Ia berikan kepada saya di sana, saya pasti telah jadi gila dan meninggal di samping kubur yang sepi itu!" Beberapa minggu setelahnya, George Augustus Selwyn, Penilik (Bishop) pertama di Islandia baru, dan James Coleridge Patteson, Penilik dari Melanesia yang belakangan akan mati martir, mempunyai kesempatan untuk mengunjungi pulau itu. Di sana telah terjadi sebuah peristiwa yang pasti membuat surga dan bumi meneteskan air mata. "Berdiri bersama dengan aku di samping kubur seorang ibu dan anak," kata Paton, "saya menangis dengan keras di sebelah kanannya, dan Patteson menangis sesengukan di sebelah kirinya, sementara Penilik Selwyn yang baik menuangkan isi hatinya kepada Allah di tengah-tengah tangisan dan air mata, ketika ia meletakkan tangannya di atas kepalaku dan memohon penghiburan terkaya dari sorga dan berkat atas diriku dan jerih payahku."

"Tidak pernah sama sekali ditinggalkan!" – Hadirat yang tidak pernah gagal.

"Tuhan menopang saya!" – Hadirat yang menopang.

"Kalau bukan karena Yesus, saya pasti telah menjadi gila!" - Hadirat yang memberikan kekuatan.

"Penghiburan terkaya dari sorga!" - Hadirat yang menghiburkan.

"Aku besertamu senantiasa, bahkan sampai ke ujung dunia."

Di dalam kebutuhannya yang amat sangat, misionaris itu menyandarkan seluruh bebannya atas nats tersebut, dan penghiburan dari sorga menyertai jalannya.

Walaupun dengan sakit yang pedih sekali dalam hatinya dan keputusasaan di sekeliling, Paton melanjutkan tugasnya, mendeklarasikan kekayaan kasih Kristus saat dia pergi dari desa ke desa. Dia juga mengalihkan perhatiannya pada proyek memproduksi dan menerjemahkan, setelah menciptakan bentuk tertulis dari bahasa penduduk setempat. Dia memiliki sebuah mesin cetak yang kecil, sehingga ketika dia selesai menerjemahkan sebagian kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Tanessa, dia memulai pekerjaan yang sulit, yaitu menyiapkannya untuk dicetak. Akhirnya lembar pertama keluar dari mesin pencetak–pasal pertama dari Firman Allah yang pernah tercetak dalam bahasa Tannesa! Walaupun saat itu sudah jam 1 subuh, dia berseru kegirangan.

Pada tahun 1862 sebuah krisis baru muncul. Hiruk pikuk ratusan penduduk asli menyumpahi kematian misionari tanpa penundaan. Nowar, seorang kepala suku yang bersahabat, menyarankannya untuk melarikan diri ke dalam semak-semak di bawah kegelapan dan bersembunyi di sana bawah cabang pohon chestnut yang besar dan rindang. Dari tempat persembunyian itu dia melihat dan mendengar orang-orang hitam memukuli semak-semak dengan semangat untuk menemukan dia. Mengenai pengalaman yang menakutkan pada malam itu, Paton menuliskan: "Saya banyak kali mendengar suara tembakan senapan musket dan teriakan dari orang-orang biadab itu. Saya duduk di sana di atas salah satu cabang pohon, aman dalam tangan Yesus! Tidak pernah, dalam seluruh penderitaan saya, Tuhanku terasa lebih dekat pada saya selain saat itudan Dia berbicara kepada jiwa saya. Sendiri, namun tidak sendiri! Andai saja saya tidak mengenal Yesus dan doa, akal budi saya tentunya sudah pasti hancur, namun sebaliknya, kenyamanan dan sukacita muncul dari janji, "Aku menyertaimu senantiasa."

Paton mengakhiri cerita tentang insiden itu dengan memberikan sebuah pertanyaan yang harus direnungkan setiap hati dengan keseriusan penuh: "Jika anda sendirian, sangat sendirian, dalam kesunyian di tengah malam, di atas cabang pohon, pada ambang kematian itu sendiri, apakah anda memiliki seorang Teman yang tidak akan membiarkan anda?"

John G. Paton memiliki seorang Teman dan dalam Hadirat-Nya ada penghiburan yang melimpah sesuai kebutuhannya.

Bersambung ke Bagian #3

Tidak ada komentar:

SURAT PILATUS KEPADA KAISAR TIBERIUS

Ternyata selama masa pemerintahannya sebagai Gubernur Yudea, Pontius Pilatus pernah menulis sebuah surat kepada Kaisar Tiberius di Roma melaporkan mengenai aktivitas dari pelayanan Yesus. Surat ini ditulisnya pada tahun 32 AD. Berikut adalah isi suratnya : Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius ... Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim yang mengutusnya, Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru, dengan perilaku yang rendah hati. Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat untuk melawan pemerintahan Roma. Dugaan saya keliru, Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan orang Romawi daripada dengan orang Yahudi. Suatu hari saya memperhatikan, ada seorang anak muda di antara sekelompok orang, sedang bersandar pada sebatang pohon dan berbicara dengan tenang kepada kumpulan orang banyak yang mengelilingi-Nya. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus. Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya. Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti "Tuhan" (Lord). Ia berumur sekitar 30 tahun, dan saya belum pernah melihat orang dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia. Apa yang membuat Ia kelihatan begitu berbeda dengan orang-orang yang sedang mendengarkan-Nya adalah pada wajah-Nya yang ceria. Karena saya tidak ingin mengganggu-Nya, saya meneruskan perjalanan saya, tetapi saya menyuruh sekretaris saya untuk bergabung dengan mereka dan turut mendengarkan pengajaran-Nya. Kemudian sekretaris saya melaporkan bahwa belum pernah ia membaca karya-karya ahli filsafat manapun yang dapat disejajarkan dengan ajaran Orang itu, dan bahwa Orang itu (Yesus) sama sekali tidak membawa orang ke jalan yang sesat, dan tidak pula menjadi penghasut. Oleh karena itulah kami memutuskan untuk membiarkan-Nya. Ia bebas untuk melakukan kegiatan-Nya berbicara dan mengumpulkan orang. Kebebasan yang tidak terbatas ini menggusarkan orang-orang Yahudi dan menimbulkan kemarahan mereka. Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat. Kemudian saya menulis surat kepada Yesus, meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan. Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba, saya sedang melakukan jalan pagi. Dan ketika saya memperhatikan-Nya, saya begitu tertegun. Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat pada lantai batu pualam. Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat. Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat. Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya. Selama kehadiran-Nya saya menaruh hormat dan respek yang mendalam pada diri-Nya. Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat dan cendekiawan masa kini. Ia meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua karena sikap-Nya yang simpatik, sederhana, rendah hati, dan penuh kasih. Saya telah meluangkan banyak waktu untuk mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini. Pendapat saya adalah : Seseorang yang mampu mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut, tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak. Kami harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah Putra Elohim. Pelayan anda yang setia, Pontius Pilatus. Surat di atas tersimpan di Perpustakaan Kepausan di Vatikan, dan salinannya mungkin dapat diperoleh di Perpustakaan Kongres Amerika. Dari surat di atas, tahulah kita mengapa Pilatus "tidak berani" menjatuhkan vonis hukuman mati atas Yesus (Matius 27:24, Yohanes 18 : 31-40 dan 19 : 4,6 - 16)

PEREMPUAN ITU KU PANGGIL MAMA

Perempuan itu ku panggil Mama Yang setiap malam selalu terjaga saat hati sibuah hatinya sedang gelisah... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu sibuk di subuh hari untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sibuah hatinya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengajariku untuk menjadi bijaksana,... Yang selalu mengajariku untuk selalu dekat dengan Sang Khalik... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu turut merasakan kesusahanku,.. Yang selalu barusaha memenuhi kebutuhanku... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengkhawatirkan keadaanku saat ku jauh,.. Yang selalu menanyaiku dengan penuh kasih saat ku murung... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat penyakit itu bersarang ditubuhnya dan kubisikan: mama izinkan aku untuk merawatmu dan menjagaimu... Perempuan itu ku panggil Mama Yang yang terbaring lamah di pembaringan... Perempuan itu ku panggil Mama Yang dengan lemah berusaha duduk di pembaringan dan mengatakan pesan terakhirnya kepadaku: "RIS MARI BERBAGI DENGAN MAMA DALAM HIDUPMU"... Perempuan itu ku panggil Mama Yang di saat-saat terakhir hidupnya masih memintaku untuk bernyanyi memuju Sang Khalik serta bertelut dan berdoa untuknya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang malam itu tarikan napasnya semakin berat.... Perempuan itu ku panggil mama Yang saat itu kubertelut di kakinya sambil memanjatkan doa: TUHAN KUMOHON KEBESARAN KASIHMU DAN MUJIZATMU UNTUK KESEMBUHAN DAN MEMBERI PANJANG UMUR BAGI MAMAKU TERCINTA... Perempuan itu ku panggil Mama Yang disaat-saat terakhir hidupnya ku bersujud di kakinya sambil menangis dan memeohon ampun atas semua dosa dan kesalahan yang pernah kubuat selama hidupku bersamanya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang mengatakan kepadaku: RIS MAMA CAPEK DAN MAMA INGIN ISTIRAHAT... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kubisikan: MAMA, KALAU MAMA CAPEK BERISTIRAHATLAH MAMA......... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat detik - detik terakhir tarikan napasnya, aku masih tetap besujud di kakinya sambil meneteskan air mataku ke kakinya sambil berkata: MAMAKU, TOLONG RASAKAN BETAPA AKU SANGAT MENYAYANGI MAMA LEWAT HANGATNYA AIR MATAKU YANG MENETES DI KAKI MAMA INI... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kasih sayangku kepadanya dikalahkan oleh kasih sayang Sang khalik kepada mamaku, sehingga saat itu juga mamaku menghembuskan napasnya yang terakhir untuk pergi menghadap Sang Khalik, untuk pergi meninggalkan kami selamanya dan untuk mengakhiri segala penderitaan hidupnya di dunia ini... Perempuan itu ku panggil Mama yang disaat tubuhnya terbujur kaku dan dingin, kucium mamaku sambil berbisik: MAMAKU TERSAYANG, KASIH SAYANG MAMA KEPADAKU AKAN TETAP MENJADI BINTANG DI DALAM HATIKU YANG AKAN TETAP BERSINAR DAN SINAR KASIH SAYANG ITU AKAN TETAP KUPANCARKAN KEPADA SEMUA ADIK - ADIKU, SAUDARA - SAUDARAKU, DAN SEMUA ORANG YANG BERADA DI SEKITARKU AGAR MEREKA TAHU BAHWA MAMAKU ADALAH FIGUR YANG TERBAIK DAN YANG TELAH MENDIDIKKU MENJADI MANUSIA YANG BIJAKSANA... Perempuan itu ku panggil Mama yang selalu menyebut namaku di dalam setiap doanya Perempuan itu kupanggil Mama Yang kini menetap disurga bersama Sang Khalik yang mengasihinya... TERIMA KASIH MAMAKU TERCINTA, ATAS SEMUA KEHIDUPAN YANG INDAH, YANG TELAH KAU HADIRKAN SELAMA ENGKAU BERSAMAKU DI DUNIA INI........ LIWAT HEMBUSAN NAPASKU SERTA DOAKU, KU TITIPKAN CIUM YANG PALING MANIS UNTUK MAMA DI SURGA SANA....... (Untuk mengenang mamaku yang meninggal tanggal 5 Mei 2009 di Ambon) Anakmu Richard Sahetapy yang Kau panggil RIS

SENG ADA MAMA LAI

SU SENG ADA MAMA LAI PAR BIKING COLO - COLO SU SENG ADA MAMA LAI PAR TUANG PAPEDA DI SEMPE SU SENG ADA MAMA LAI PAR ATOR MAKAN DI MEJA MAKAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR CUCI BETA PUNG PAKIAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR DENGAR BETA PUNG SUSAH SU SENG ADA MAMA LAI PAR JAGA BETA WAKTU SAKIT MAMAE.... PAR APA LAI BETA PULANG KA RUMAH TUA KALO MAMA SU SENG ADA PAR LIA BETA PAR APALAI BETA DUDU DI MEJA MAKAN KALO MAMA PUNG TAMPA GARAM SU SENG ADA PAR SAPA LAI BETA MAU MANYANYI KALO MAMA SU SENG ADA PAR DENGAR... SIOOO MAMA E.... MAMA SU JAUH DARI BETA DENG BASUDARA MAMA SU TENANG DI TETEMANIS PUNG PANGKO TAPI MAMA PUNG PASANG DENG MAMA PUNG DOA TETAP JADI BINTANG YANG BERSINAR DI BETA PUNG HATI SELAMA HIDOP DI DUNIA. JUST FOR MY LOVE MAMA

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

Yesus Manis