30 Desember 2010

ESENSI DAN RELEVANSI TEOLOGI REFORMASI

Sumber : Elia stories
Oleh : Pdt. Daniel Lucas Lukito, Th.D.





PENDAHULUAN

Menurut kronologi sejarah, gereja Protestan mulai bereksistensi pada peristiwa Reformasi abad ke-16. Sekalipun saat itu Martin Luther -- juga kemudian John Calvin -- menentang ajaran gereja Katolik Roma, mereka tidak bermaksud mendirikan gereja yang baru. Tujuan Reformasi itu sendiri adalah untuk menyerukan sebuah amanat agar gereja kembali kepada dasar ajaran dan misi yang sesungguhnya; gereja disadarkan dan dibangunkan agar berpaling pada "raison d`etre" dan vitalitasnya di bawah terang Injil.



Menurut ajaran gereja Katolik Roma pada zaman itu, gereja memiliki "gudang" penyimpanan anugerah berlimpah yang diperoleh dari orang- orang kudus yang perbuatan baiknya melampaui tuntutan kewajiban bagi keselamatan mereka. Itulah sebabnya, bagi mereka yang kekurangan anugerah, gereja sebagai sumber dapat menyalurkannya. Dari konsep pemikiran tersebut, meluncurlah ajaran tentang "surat penghapusan siksa" (indulgences) yang dapat diperjualbelikan. Bahkan Paus Sixtus IV, pada ca. 1460 mendeklarasikan bahwa khasiat dari surat penghapusan itu dapat ditransferkan kepada orang Kristen yang jiwanya "tersangkut" dalam purgatori atau (tempat) api penyucian.



Karena itulah, pada 31 Oktober 1517 Luther memakukan 95 tesis atau keberatan pada pintu sebuah gereja di Wittenberg. Ia mengajukan keberatan sekaligus protes yang isinya sebenarnya ditujukan kepada penyimpangan ajaran dan korupsi gereja, khususnya dalam hal penjualan "surat penghapusan siksa" di mana seakan-akan pengampunan dosa itu sendiri dapat diperoleh secara kontribusional atau komersial.[1] Jadi, tujuan Luther yang sepolos-polosnya dan semurni-murninya ialah mengembalikan gereja pada esensi yang sesungguhnya dari iman Kristen.



Memang secara umum, istilah "reformasi" menunjuk pada adanya suatu penyimpangan atau penyelewengan yang dienyahkan serta adanya suatu usaha penataan kembali terhadap hal-hal yang esensial. Singkatnya, terdapat koreksi dan perbaikan dari sebuah keadaan. Sebagai contoh, Raja Hizkia (2 Raj. 18:1-18) jelas mengadakan suatu reformasi berupa pemberantasan terhadap penyimpangan di dalam ibadah, serta perpalingan kembali untuk menyembah Yahweh. Demikian pula yang dilakukan oleh Raja Yosia (2 Raj. 23:4-20); ia mengoreksi peribadatan bangsa Israel yang korup, sekaligus mengembalikan bangsanya pada penyembahan yang benar (ay. 21-23).



Dalam sejarah gereja, Reformasi (dengan huruf "r" kapital) menunjuk pada pembaruan terhadap gereja melalui usaha yang tidak jauh berbeda dengan dua kejadian di atas. Gereja seolah-olah direvitalisasikan atau dihidupkan kembali agar kembali pada sumber pemberi hidupnya, yaitu Allah dan firman-Nya. Jadi, Reformasi terhadap gereja pada abad 16 merupakan usaha pembaruan, bukan pemberontakan (It was a reform, not a revolt). Alasannya, kontinuitas terhadap sumber ajaran yang esensial itu tetap dipelihara. Kalaupun pada akhirnya berdiri gereja Protestan sebagai gereja yang baru, gereja itu sendiri sebenarnya adalah gereja yang lama dari zaman para rasul. Inti permasalahannya hanyalah gereja yang ada saat itu (gereja Katolik Roma) menolak usaha pengoreksian tersebut, bahkan menolak usaha pengembalian pada ajaran gereja yang rasuli. Hal ini juga berarti bahwa semua faktor (seperti kaitan sosial, politik, dan intelektual) yang menyertai peristiwa Reformasi abad 16 itu bukanlah faktor yang utama karena asal-usul dan maksud Reformasi itu sendiri bersifat religius dan teologis.



Dengan demikian, kita dapat mengerti bahwa kelanjutan dari Reformasi yang dikerjakan oleh Calvin, Melanchthon, Zwingli, Bucer, Oecolampadius, Farel, Beza, Bullinger, Knox, Ursinus, Olevianus, dan lainnya, semuanya tidak jauh berbeda dari Luther bila ditinjau dari esensi pemikiran dasarnya. Tulisan ini mencoba melihat teologi Reformasi dari segi hakikat/esensinya serta kaitan/relevansinya dengan iman Kristen pada masa kini. Karena keterbatasan ruang, penulis lebih banyak memfokuskan pembahasan pada pandangan J. Calvin (1509 -- 1564) tentang esensi Reformasi itu sendiri karena di dalam pemikiran Calvinlah kita dapat menemukan pemikiran dasar teologi Reformasi dalam struktur yang lebih mendalam dan sistematis.





ESENSI TEOLOGI REFORMASI

Calvin lebih dikenal sebagai juru sistematisir dari Reformasi yang dimulai oleh Luther. Meskipun ia adalah tokoh generasi kedua, ternyata ia sanggup memadukan doktrin dari Alkitab secara sistematis. Bila dilihat dari karyanya yang agung seperti "Institutes of the Christian Religion",[2] komentari, dan karya-karya tulis lainnya, tampaknya tidak ada seorang reformator pun baik sebelum atau sesudah Calvin yang sanggup melampaui karya-karyanya tersebut. Penulis sendiri merasa "iri" kepada kejeniusannya yang pada usia 27 tahun (tahun 1536) telah menghasilkan karya monumental (Institutio) untuk pertama kali.[3]



Mungkin ada sebagian orang mengira Calvin adalah seorang teolog yang aktivitasnya kebanyakan hanya di belakang meja tulis (zaman sekarang, di belakang meja komputer) dan menjadi seorang “scholar” yang nongkrong di atas "menara gading." Perkiraan seperti itu benar-benar keliru. Calvin pertama-tama adalah seorang gembala atau pendeta yang melayani di gereja. Di dalam pelayanan tersebut, ia berpikir dan menulis karya-karya teologinya selalu dari sudut pandang pembinaan untuk warga jemaat.[4] Ia sendiri mengatakan hal ini dengan jelas di dalam edisi perdana dari "Institutio"-nya bahwa karya tersebut ditujukan "terutama untuk masyarakat awam Prancis, di mana banyak di antara mereka yang lapar dan haus akan (pengenalan pada) Kristus. Buku ini sendiri boleh dikata merupakan bentuk pengajaran yang sederhana dan elementer." Di dalam karya tersebut kita melihat catatan-catatan yang bersifat pastoral, pembinaan gereja, pendidikan agama Kristen di rumah dan gereja, bahan katekisasi, dan sejenisnya. Itu sebabnya, tidak mengherankan jika gereja yang dilayani oleh Calvin di Geneva menjadi gereja model bagi gerakan Reformasi.



Sekarang, bila kita hendak meninjau ciri-ciri teologi Reformasi satu per satu, ini tentu merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin. Dari satu sisi, seseorang dapat mengembangkan ajaran tentang teosentrisitas Allah atau tentang kedaulatan Allah dalam teologi Reformasi. Dari sisi yang berbeda orang yang lain dapat menekankan keajaiban kasih karunia (sola gratia), atau tentang satu-satunya iman yang ajaib (sola fide). Dari sisi yang lebih spesifik, bisa saja orang yang lain lagi membicarakan epistemologi dari teologi Reformasi, atau tentang keunikan manusia, tentang keselamatan, tentang "covenant", predestinasi, kerajaan Allah, gereja, perjamuan kudus, kebudayaan, dan seterusnya. Apabila kesemuanya itu hendak dibahas atau ditinjau satu per satu, tidaklah menjadi masalah. Hanya saja, apabila seseorang mau menelusuri teologi Reformasi secara konsisten, ia harus mengakui bahwa esensi atau "benang merah" dari Reformasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari ajaran atau prinsip yang berakar pada Alkitab (the Scriptural principle).[5]



Sebagai contoh, Calvin sendiri membahas siapa Allah, siapa manusia, dan kaitan antara kedua tema itu. "True knowledge of man is unattainable without knowledge of the living God."[6] Namun, ia senantiasa menimba ajaran-ajaran tersebut dari prinsip dasar Alkitab. Singkatnya, "worldview" dan "lifeview"-nya selalu memiliki referensi yang tepat di dalam Alkitab. Sebagai gembala, pengkhotbah, ekseget dan teolog, ia selalu tidak terlepas relasinya dengan Alkitab. "Holy Scripture contains a perfect doctrine, to which one can add nothing .... "[7] Dengan demikian, dari satu segi, Calvin boleh dikata pertama-tama adalah seorang "biblical theologian", oleh karena ia memang betul-betul terlatih dan menguasai teknik-teknik eksegese yang berhubungan dengan penelitian sejarah dan tata bahasa Alkitab.



Melalui karya-karyanya, Calvin jelas menolak metode interpretasi dari teolog abad pertengahan yang cenderung mengalegorikan, merohanikan, dan memolarisasikan Alkitab. Ia menegaskan bahwa penafsiran Alkitab yang benar harus kembali pada arti yang literal dari perkataan Alkitab dan sesuai konteks historisnya. Maksudnya, apa yang orang Kristen katakan tentang Allah haruslah sejauh yang Alkitab katakan tentang Allah. Oleh karena itu, di dalam pikirannya setiap orang Kristen harus sampai pada pengakuan bahwa pengenalannya akan Allah memiliki batas dan di dalam pengenalan itu senantiasa terdapat suatu misteri. Batas dan misteri tersebut tidak dapat ditembus oleh pikiran manusia. Itulah sebabnya, Calvin kerap mengutip Ulangan 29:29 di dalam karyanya.



Penekanan pada prinsip bahwa Alkitab menjadi sumber satu-satunya tersebut membuat Calvin "tertawan" pada pikiran bahwa Alkitablah satu-satunya otoritas terakhir yang menentukan kepercayaan, tindakan, dan kehidupan Kristen. Pandangan tersebut barangkali terkesan naif, simplistis, dan tidak cocok bagi kalangan atau aliran modern tertentu dewasa ini. Bagi orang yang berteologi liberal, Alkitab tidak terlalu berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya. Bagi orang yang berteologi neo-ortodoks, Alkitab tidak mungkin dijadikan otoritas satu-satunya karena Alkitab tidak identik dengan firman Allah. Kalaupun kedua kalangan tersebut mengatakan bahwa mereka menerima otoritas Alkitab, esensi dari pandangan tersebut berbeda dengan posisi Calvin.



Sedangkan bagi kalangan yang "gemar" berglosolalia, menikmati penglihatan, sampai kepada mereka yang senang bertumbangan dalam Roh, dibedah oleh Roh, muntah-muntah di dalam Roh, bahkan cekikikan dalam Roh, Alkitab menurut pandangan Calvin di atas hanyalah "pelengkap penderita" atau "catatan kaki" bagi usaha pelegitimasian atau pengesahan pengalaman mereka. Tidak heran kalau pada akhirnya Alkitab sebenarnya tidak atau kurang dihargai di kalangan tersebut.



Esensi teologi Reformasi, sekali lagi, terletak pada kesetiaan terhadap prinsip Alkitab tersebut. Menurut Calvin, Alkitab ialah sumber wahyu satu-satunya di dalam kekristenan, dan karena itu, "message" atau berita dari berita Injil hanya dapat ditemukan di dalam atau di balik teks Alkitab. Maksudnya, kebenaran apa pun yang Allah ingin sampaikan kepada manusia (apalagi hal yang penting seperti keselamatan), arti sesungguhnya hanya ditemukan di dalam Alkitab. Karena itulah, di dalam seluruh "Institutio"-nya ia menulis dengan dua tujuan yang jelas: pertama, memperjelas Alkitab pada seluruh bagiannya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa selama bertahun-tahun ia menulis komentari untuk setiap kitab dalam Alkitab (walaupun ternyata pada akhir hidupnya tidak semua kitab dalam Alkitab berhasil diselesaikan penafsirannya). Kedua, menyusun berita Alkitab secara sistematis dengan penjudulan yang tepat.[8] Hal ini tidak mengherankan, sebab "Institutio" bukan karya yang ia tujukan bagi para teolog atau guru besar di bidang penelitian iman Kristen, melainkan untuk pembaca Alkitab dan para pemula dalam iman Kristen.



Bersamaan dengan itu, perlu dimengerti bahwa bagi Calvin bukan hanya bagian tertentu dari Alkitab saja yang menjadi otoritas iman Kristen. Sebaliknya, Alkitab secara keseluruhan (tota Scriptura), kanon Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ialah firman Allah yang utuh.[9] Sekalipun ia cenderung menggemari kitab Kejadian, Mazmur, Matius, Yohanes, Roma, dan 1 Korintus, ia justru terlihat mengupayakan pengajarannya secara menyeluruh dari Alkitab.[10] Meskipun Calvin adalah seorang ekseget Alkitab yang terkemuka dalam teologi Reformasi, ia menegaskan berulang-ulang: "Speak where the Scriptures speak; be silent where they are silent."[11] Sungguh, zaman sekarang ini banyak aliran yang telah bergeser terlalu jauh dari diktum di atas.



Ada kalangan yang begitu berani menceritakan pengalamannya mondar- mandir ke surga. Yang lain, sepertinya tidak ingin kalah dengan pengalaman tersebut, menceritakan tentang "darmawisata"-nya ke neraka. Masih ada lagi yang tidak mau kalah menceritakan pengalaman hebat- hebat lainnya, yang intinya kebanyakan dari pengalaman itu sudah atau berusaha melampaui apa yang ada di dalam Alkitab. Teologi Reformasi seakan-akan menegaskan proposisi ini: "Dengarlah, taatilah Alkitab, dan hindarkan spekulasi." Dengan demikian, prinsip tersebut menempatkan manusia di bawah kebenaran (mengaktualisasikan kebenaran), dan bukan manusia di atas kebenaran (mengakomodasikan kebenaran).[12] Karena Alkitab yang adalah firman Tuhan adalah kebenaran, Alkitab harus menjadi satu-satunya sumber di dalam pengajaran iman Kristen dan satu-satunya patokan atau standar bagi doktrin Kristen.



Lebih lanjut, di dalam tafsirannya terhadap Injil Yohanes, Calvin menegaskan bahwa Kristus tidak dapat dikenal secara benar dengan cara apa pun kecuali melalui Alkitab. Maksudnya, bila seseorang menolak ajaran Alkitab sebagai ajaran yang berotoritas penuh, ia sebenarnya menolak Kristus. Apabila kita bertanya kepada Calvin, bagaimana seharusnya seseorang atau gereja membaca Alkitab, ia akan menjawab dengan tegas: kita harus membaca Alkitab secara kristologis dan kristosentris. "First then, we must hold that Christ cannot be properly known from anywhere but the Scriptures. And if that is so, it follows that the Scriptures should be read with the aim of finding Christ in them."[13] Perhatikan bagaimana esensialnya keberadaan dan kepentingan Alkitab di mata Calvin; baginya Alkitab dan Kristus tidak dapat dipisahkan.



Jadi dapat disimpulkan, bagi gereja Reformasi yang ada dan melayani di zaman modern ini, pengakuan dan disposisi Calvin tersebut harus tetap berlaku. Esensi pengajarannya adalah: gereja tidak boleh mengabaikan, apalagi membuang, pengajaran Alkitab karena Alkitab merupakan otoritas satu-satunya yang menentukan hidup matinya pengajaran gereja. Bukan itu saja, Alkitab menentukan pengenalan gereja akan Juru Selamat satu- satunya, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Maka pada waktu seseorang menyimpang dari Alkitab, saat itu juga hidupnya menyimpang dari Kristus.





RELEVANSI TEOLOGI REFORMASI

Pada bagian sebelumnya, kita telah melihat bahwa Calvin bukanlah seorang teolog yang berbicara "di atas angin," melainkan ia pertama- tama adalah seorang gembala, pengkhotbah, pengajar yang sangat "down to earth" (realistis). Di sinilah kita melihat relevansi yang paling pertama dan utama bagi gereja Reformasi zaman modern, yaitu gereja harus menerapkan pendidikan dan pengajaran yang sederhana kepada para anggotanya persis seperti yang pernah dilakukan oleh Calvin sendiri karena tradisi Reformasi yang paling menonjol adalah perhatian yang serius terhadap pendidikan Kristen bagi anggota jemaat.



Kebanyakan pihak setuju bahwa penginjilan dan usaha misionaris yang memenangkan banyak jiwa adalah usaha yang esensial; tetapi pendidikan dan pembinaan terhadap warga gereja adalah usaha yang tidak kalah pentingnya. Usaha tersebut tidak terbatas pada pengajaran di kelas katekisasi, sekolah minggu, kelas pembinaan khusus, melainkan lebih jauh lagi sampai menjangkau pembinaan di kampus, sekolah teologi, lembaga Kristen, bahkan yang lebih penting lagi, pembinaan melalui literatur Kristen.[14] Dengan demikian, "Christian scholarship" seperti yang pernah diupayakan oleh Abraham Kuyper, dapat merambah ke segala bidang. Gereja tidak boleh melupakan usaha besar yang pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh besar seperti J. H. Bavinck, Herman Dooyeweerd, D. H. Th. Vollenhoven, James Orr, J. Gresham Machen, C. Van Til, Pierre Marcel, dan yang lainnya, yang pernah mengabdikan diri serta memperkembangkan suatu pendekatan yang tetap setia kepada tradisi Reformasi di dalam berbagai bidang. Usaha besar seperti inilah yang perlu dihidupkan kembali pada zaman sekarang.



Bagi gereja di Asia pada umumnya, dan gereja di Indonesia khususnya, tampaknya penerapan terhadap pendidikan agama Kristen dan gerakan penghargaan terhadap Alkitab tidaklah terlalu sulit. Mengapa? Karena kita melihat bangsa Timur lebih mudah beradaptasi dengan hal-hal yang bersifat panutan dan tradisi. Orang Timur juga lebih mudah menyesuaikan diri dengan pola pengajaran yang bersifat patriarkat dan seminal. Selain itu, kebanyakan gereja di Indonesia dimulai dan bertumbuh melalui pekerjaan misi dari Eropa yang menekankan tradisi Reformasi. Hanya pertanyaannya, apakah tradisi yang baik itu (penekanan pada pendidikan Kristen dan penghargaan terhadap Alkitab) tetap mendapatkan prioritas utama di dalam agenda pelayanan gereja? Pertanyaan mendasar ini perlu dijawab oleh gereja-gereja di Indonesia yang menerima landasan teologi Reformasi sebagai azas beriman dan azas bergerejanya.



Kedua, hal lain yang tidak kalah penting dengan di atas ialah, selain pendidikan Kristen, tradisi Reformasi juga menjunjung tinggi sentralitas pemberitaan firman Allah, baik untuk penginjilan, pengajaran, maupun aplikasi pastoral. Gereja di Asia dan Indonesia yang bertumbuh dengan benar dan baik pastilah merupakan gereja yang menghargai pemberitaan firman dengan pengupasan yang tepat tentang isi Alkitab. Sebaliknya, bila pemberitaan gereja hanya mengumandangkan ajaran-ajaran moral yang umum, ideologi-ideologi politis, atau terapi- terapi sosiologis, psikologis, dan seterusnya, dan tidak memberitakan ajaran Alkitab yang adalah firman Allah, gereja tersebut akan mengalami kemerosotan di dalam pemahaman yang benar dan tepat terhadap firman Allah.



Ketiga, teologi Reformasi yang sehat bukan menekankan pemberitaan kerugma saja, tetapi juga memberi penekanan yang benar tentang tanggung jawab sosial yang berdasarkan pada pengajaran Alkitab.[15] Calvin jelas pernah mengajarkan bahwa jabatan dan fungsi seorang diaken adalah untuk maksud seperti itu, yakni untuk menjadi administrator dan pelayan sosial. Memang benar bahwa menjadi seseorang yang setia kepada ajaran Reformasi haruslah menerapkan keyakinan tersebut di dalam segala bidang kehidupan. Dengan perkataan lain, ketuhanan Kristus yang diajarkan dalam Alkitab harus bergema di dalam setiap aspek kehidupan, baik itu aspek sosial, ekonomi, politik, seni dan lainnya.[16] Boleh dikata keberadaan gereja Reformasi di dalam dunia adalah untuk berinteraksi dengan setiap aspek dari ciptaan Tuhan. Misinya yang utama adalah untuk mengubah dunia, yaitu agar dunia mengenal, menjalani hidup, dan mempraktikkan kasih karunia Allah yang bekerja secara ajaib di dalam Yesus Kristus. Singkatnya, gereja Reformasi tidak hanya terpanggil untuk sekadar memiliki iman kepercayaan atau komitmen yang kuat, ia juga terpanggil untuk menaati dan melaksanakan misi Allah sesuai dengan ajaran Alkitab.





PENUTUP

Dunia kita sekarang ini, dengan segala ajaran yang pluralis di dalamnya, tampaknya sedang mengalami keguncangan karena manusia lebih cenderung menerima hal-hal yang bersifat relatif. Cukup banyak orang Kristen dan gereja cenderung meninggalkan paham dan tradisi lama yang kebanyakan dianggap bersifat anakronistis atau sudah ketinggalan zaman. Hal ini disebabkan oleh munculnya ideologi, -isme, dan keyakinan baru yang menyaingi kepercayaan yang lama. Lebih daripada itu, kepercayaan yang baru seakan-akan lebih mengena dan pragmatis sifatnya dalam memberikan jawaban untuk mengatasi kebingungan manusia modern. Bahkan banyak ajaran yang baru seolah-olah telah sanggup secara total mengatasi problema manusia di dalam hal dosa, sakit penyakit, dan memberikan arti kehidupan yang baru.



Pada saat seperti inilah dunia kekristenan memerlukan tuntunan dan pengarahan yang sesuai dengan ajaran Alkitab. Pengajaran dan pelayanan gereja yang berbobot sangat esensial serta menentukan sekali untuk memberi arah kepada manusia agar tidak dibingungkan oleh rupa-rupa angin pengajaran yang palsu. Itu sebabnya, pandangan dari teologi Reformasi yang diterapkan menjadi program yang sistematis untuk pendidikan, pemberitaan firman, dan pengajaran melalui gereja adalah sesuatu yang integral dengan konsepsi dari Calvin tentang kehidupan Kristen yang benar. Mengabaikan hal ini berarti sama saja dengan melepaskan sebuah kesempatan yang tak ternilai untuk menggarami kehidupan jemaat di gereja dan umat manusia di dunia ini.



Footnote:

*Artikel ini pernah diterbitkan dalam buku "Perjuangan Menantang Zaman" (ed. Hendra G. Mulia; Jakarta: Reformed Institute, 2000) 3-16, dan dimuat dengan izin tertulis dari Reformed Institute Press tanggal 5 Juni 2001.



1. Untuk melihat ringkasan sejarah Reformasi, lih. J. E. McGoldrick, "Three Principles of Protestantism," Reformation & Revival Journal 1/1 (Winter 1992) 13-15; W Stevenson, The Story of the Reformation (Richmond: John Knox, 1959) 29-49; H. J. Hillerbrand, The Protestant Reformation (NY: Harper Torchbooks, 1968) xi-xxvii. Mengenai Luther dan sejarah hidupnya, lih. H. A. Oberman Luther: Man Between God and the Devil (New Haven: York University Press, 1982) 3-206; M. Brecht, Martin Luther: His Road to Reformation 1483-1521 (Minneapolis: Fortress, 1985).

2. Calvin: Institutes of the Christian Religion (ed. J. T McNeill; LCC; 2 vols.; Philadelphia: Westminster, 1960).

3. Lih. pujian dan deskripsi terhadap Institutio oleh W Cunningham, The Reformers and the Theology of the Reformation (Edinburgh: Banner of Truth, 1989) 294-296.

4. Menurut J. L. Mays, ketika menuliskan tafsiran Mazmur pun, Calvin menulisnya guna kepentingan jemaat Tuhan, bukan untuk para scholars ("Calvin`s Commentary on the Psalms: The Preface as Introduction" dalam John Calvin and the Church: A Prism of Reform [ed. T George; Louisville: Westminster/John Knox, 1990] 197).

5. Istilah ini diadopsi dari artikel F. H. Klooster, "The Uniqueness of Reformed Theology," Calvin Theological Journal 14/1 (April 1979) 39; bdk. J. F. Peter, "The Place of Tradition in Reformed Theology," Scottish Journal of Theology 18/3 (1965) 294-307. (Dalam beberapa segi pemikiran dasar untuk artikel ini penulis berhutang banyak pada kedua tulisan tersebut.) Perlu dicatat bahwa istilah "the Scriptural principle" di atas berbeda pengertiannya dengan K. Barth ("The Scripture Principle" dalam The Gottingen Dogmatics: Instruction in the Christian Religion [Grand Rapids: Eerdmans, 1991] I: 201-226).

6. J. D. Gort, "The Contours of the Reformed Understanding of Christian Mission," Calvin Theological Journal 15/1 (April 1980) 49.

7. Dikutip dari J. H Leith, Introduction to the Reformed Tradition (Atlanta: John Knox, 1977) 101.

8. Institutes 4, Intro. ix; bdk. pendapat R. C. Gamble, "Exposition and Method in Calvin," Westminster Theological Journal 49 (1987) 153- 165, khususnya kesimpulan h. 164.

9. Menurut D. H. Kelsey (The Uses of Scripture in Recent Theology [Philadelphia: Fortress, 1975]), hampir setiap teolog Protestan modern (seperti B. B. Warfield, K. Barth, R. Bultmann, P. Tillich) selalu ingin menyesuaikan teologinya dengan isi Alkitab dalam batas-batas tertentu; tetapi menurut Kelsey, masing-masing dari mereka hanya menampilkan aspek tertentu saja dari Alkitab yang dianggap berotoritas; jadi, bukan Alkitab secara menyeluruh.

10. Leith, Introduction 103.

11. Dikutip dari Klooster, "The Uniqueness" 39.

12. Istilah H. Thielicke, The Evangelical Faith (Grand Rapids: Eerdmans, 1977) 1:27.

13. J. Calvin, The Gospel According to St. John 1-10 (repr. ed.; Grand Rapids: Eerdmans, 1961) 139, yaitu tafsiran terhadap Yoh. 5:39; lih. juga K. Runia, "The Hermeneutics of the Reformers," Calvin Theological Journal 19/2 (November 1984) 144; dan W Niesel, The Theology of Calvin (Philadelphia: Westminster, 1956) 27. Sama dengan hal itu, Calvin juga menegaskan bahwa Alkitab harus menjadi otoritas yang manunggal dengan kehidupan gereja. Hal ini bukan hanya bertalian dengan pemberitaan gereja semata-mata, tetapi juga bersangkutan dengan seluruh aspek kehidupan dan pelayanan gereja.

14. Lih. juga penekanan yang mirip dengan di atas dari D. K. McKim, "Reformed Perspective on the Mission of the Church in Society," Reformed World 38/8 (1985) 405-421; bdk. D. H. Bouma "Sociological Implications for Reformed Christianity," Reformed Review 2/2 (1966) 50-63; O. Fourie, "Thinking Biblically; Education: Whose Responsibility?," Calvinism Today 3/1 (January 1993) 24-29; R. S. Wallace, Calvin, Geneva and the Reformation: A Study of Calvin as Social Reformer, Churchman, Pastor and Theologian (Grand Rapids: Baker, 1988) 131-218; E. H. Harbison, "Calvin" dalam The Christian Scholar in the Age of the Reformation (New York: Charles Scribner`s Sons, 1956) 145-146.

15. Perh. himbauan dari K. Runia, "Evangelical Responsibility in A Secularized World," Christianity Today 14/19 (1970) 851-854; bdk. P. F. Scotchmer, "Reformed Foundations for Social Concern," Westminster Theological Journal 40/2 (1978) 318-349; W. J. Bouwsma, John Calvin: A Sixteenth Century Portrait (NY: Oxford University Press, 1988) 191- 203, dan R. M. Kingdon, "Calvinism and Social Welfare," Calvin Theological Journal 17/2 (November 1982) 212-230.

16. Ketuhanan Kristus dalam gereja Reformasi bukan hanya menuntut gereja terus-menerus diperbarui secara internal (ecclesia reformata semper reformanda), melainkan juga memperbarui masyarakat dunia dan kebudayaan (sempersocietas reformanda); lih. J. Verkuyl, Theology of Transformation, or Towards a Political Theology (Johannesburg: The Christian Institute of Southern Africa, 1973) 2.



Diambil dari:

Judul majalah : Veritas ; Jurnal Teologi dan Pelayanan (Vol. 2 No. 2)

Judul artikel : Esensi dan Relevansi Teologi Reformasi

Halaman : 149-157



Sumber : http://reformed.sabda.org



Profil Pdt. Dr. Daniel Lucas Lukito :

Pdt. Daniel Lucas Lukito, Th.D. adalah Rektor dan Dosen Theologia Sistematika dan Kontemporer di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang. Beliau meraih gelar Sarjana Theologia (S.Th.) dari SAAT Malang ; Master of Theology (Th.M.) dari Calvin Theological Seminary, USA ; dan gelar Doctor of Theology (Th.D.) dari Southeast Asia Graduate School of Theology, Filipina.

TRITUNGGAL

Sumber : Elias Stories
"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus." (Matius 28:19)

Inilah berita utama amanat baptisan yang harus dilakukan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Petunjuk mengenai keesaan dalam ketigaan dalam perintah baptisan untuk masuk dalam iman kristen. Ketigaa nama pribadi disini jelas karena ketiga nama dihubungkan dengan kata 'dan' (yunani: kai) yang menunjukkan perbedaan pribadi satu nama dengan nama lainnya.

Banyak petunjuk lainnya dalam Alkitab (yang ditulis pada abad I) mengarah pada kejamakan dan ketritungggalan Allah. Namun ada yang menuduh bahwa ajaran Tritunggal itu diciptakan oleh gereja dalam Konsili Nicea (325) seperti yang menonjol dipopulerkan film tenar 'The Da Vinci Code.' Benarkah tuduhan itu?

ALIRAN ABAD XIX
Sejak awal gereja-gereja pada umumnya mengaku apa yang dikenal dengan keyakinan 'Tritunggal' yaitu 'Allah yang Esa dengan Tiga Kepribadian yang bernama Bapa, Anak dan Roh Kudus.' Namun dalam perjalanan sejarah sewaktu-waktu timbul kelompok-kelompok sektarian (sekte) yang menolak ajaran itu, dan gejala ini muncul kembali dalam diri aliran-aliran yang tumbuh pada abad XIX.

Ada tiga kecenderungan aliran abad XIX, yaitu yang bersifat (1) Trinitarian yang tetap mengikuti faham gereja-gereja pada umumnya, (2) Mistik/Monisme, dan (3) Non-Trinitarian yang menolak Tritunggal dan menggantinya dengan keyakinan Sabelian, Binitarian, atau Arian.

Pertama, sekalipun merupakan aliran yang menekankan ajaran tertentu, aliran Adventisme baik yang dipelopori oleh William Miller (menekankan Akhir Zaman) maupun 7thday Adventist (Ellen Gould White yang menambahkan dengan ajaran Sabat dan Taurat), dan Pentakosta (menekankan karunia roh), ketiganya tetap mempercayai keyakinan Tritunggal yang dipercayai gereja-gereja pada umumnya, bahkan aliran Pentakosta menyegarkan kembali iman gereja-gereja akan Roh Kudus sebagai berpribadi yang berkuasa;

Kedua, aliran Mormon dan Christian Science menolak Allah Tritunggal yang berpribadi dan menggantikannya dengan Mistik/Monisme. Dalam pasal kepercayaan pertama dari Mormon memang disebutkan bahwa mereka percaya Tritunggal, namun pengertiannya dimengerti secara mistik. Allah dimengerti sebagai superhuman, setiap orang dilahirkan dari roh Allah seperti Yesus, dan sebagai seorang Mormon berusaha dengan kehendak bebasnya dan kekuatannya sendiri menuju status Allah atau menjadi serupa dengan Allah. Bagi Christian Science realita hanya satu yaitu Allah yang adalah roh dan manusia roh yang adalah bagian/ekspresi dari roh Allah itu. Allah adalah semua dan semua yang baik, namun untuk membedakan dengan aliran mistik New Thought yang hadir pada masa yang sama, konsep mistik Christian Science dikaitkan dengan pengertian kristen sehingga disebut sebagai 'theomonisme.'

Ketiga, Aliran lainnya menolak Tritunggal yang juga menekankan perlunya pemulihan nama YHWH (Sacred Name Movement / SNM / Gerakan Nama Suci). Yang pertama adalah Saksi-Saksi Yehuwa yang menganut faham Arian bahwa Yesus itu ciptaan lebih rendah dari Allah dan roh kudus hanya tenaga aktif Allah. SSY juga memulihkan nama YHWH yang disebut Jehovah. SSY juga disebut Unitarian yang percaya bahwa Allah itu hanya satu namanya Jehovah. Berbeda dengan aliran Mormon, Christian Science, 7thday Adventist, dan SSY yang menjadi organisasi yang solid dan menjadi besar, dari Adventisme kemudian lahir berbagai aliran SNM yang terpecah belah menjadi banyak aliran karena perbedaan dalam menafsirkan ejaan nama YHWH dan doktrin non-trinitarian mereka.

Kelompok yang menyempal dari 7thday Adventist adalah Church of God, 7thday (ini berbeda dengan Church of God yang trinitarian, gereja Pentakosta yang tertua dan terbesar). COG, 7thday menganut Binitarian, yaitu percaya bahwa ada dua pribadi Allah, Bapa dan Anak, Anak lebih rendah dari Bapa dalam tingkatan, dan mengikuti faham SSY mengenai roh kudus yang dianggap tenaga batin Allah. COG, 7thday belum mempersoalkan pemulihan nama YHWH namun dari sini kemudian berpecah-belah banyak aliran yang menekankan pemulihan nama YHWH dimulai dari Assembly of Yahweh. Aliran-aliran SNM yang lahir dari Assembly of Yahweh ada yang mengikuti Binitarian, ada yang menganut Modalisme / Sabbelian (Sabelius mengajarkan bahwa YHWH dalam PL disebut Bapa, dalam PB disebut Anak, dan setelah hari Pentakosta disebut Roh Kudus), dan ada juga yang mengikuti SSY menganut Unitarian / Arian (YHWH itu tunggal dan Yesus adalah ciptaan lebih rendah dari YHWH dan Roh Kudus itu tenaga batin ilahi). Di samping itu aliran-aliran sempalan ini berbeda-beda dalam mengeja nama YHWH, yaitu a.l. Jahwe, Jahve, Jahavah, Jahovah, Jahaveh, Jahveh, Yahveh, Jahweh, Yahweh, bahkan 'The Scripture' menolak penggunaan ejaan Yahweh dan memilih kembali menggunakan bahasa asli ibraninya yaitu tetragrammaton.

NON-TRINITARIAN
Bagaimana dengan aliran Non-Trinitarian ini? Apa yang sebenarnya dikatakan Firman Tuhan?

Modalisme / Sabellian menyebutkan bahwa YHWH itu esa, dan Bapa, Anak dan Roh Kudus hanya cara penampakkan (modus) dari YHWH, jadi baik Bapa, Anak dan rohkudus hanya modus dari YHWH. Faham ini menuai masalah karena tidak dapat menjelaskan mengapa ketiganya sering disebut sebagai pribadi yang berbeda, yang kadang-kadang hadir bersama (pembaptisan Yesus) namun juga sering berbeda tempat dan saling berinteraksi termasuk berdialog (Doa Tuhan Yesus). Stefanus melihat Yesus disebelah kanan Bapa disurga dan Roh Kudus mendampinginya di bumi (Kis 7:55-56), demikian juga kalau 'Yahsua adalah YHWH' sendiri kalau begitu YHWH pernah dilihat manusia dan pernah disalib lalu mati? Ini tidak sesuai dengan firman-Nya (Yoh 1:18) maupun kemahakuasaan-Nya.

Binitarian berbeda dengan Trinitarian, dan sekalipun menerima Yesus sebagai pribadi dan Tuhan, Yesus dianggap masih lebih rendah dari Bapa dalam tingkatan (rank), dan Roh Kudus hanya tenaga batin Allah. Sekalipun dalam Alkitab 'ruach' sering diartikan sebagai kekuatan/tenaga Allah, Alkitab juga mengemukakan bahwa 'Ruach' juga berarti 'pribadi Roh,' seperti adanya ungkapan 'Allah itu Roh.'

Unitarian / Arian menyebut Yesus ciptaan lebih rendah dari Jehovah dan roh kudus hanya tenaga aktif Allah. Berbagai usaha digunakan SSY untuk membuktikan hal ini seperti menambah kata 'suatu' (Yoh 1:1) kemudian menciptakan doktrin yang aneh seperti Yesus ciptaan lalu diangkat menjadi anak dan rekan sekerja Allah, dan Yesus itu titisan malaekat Mikhael dsb.nya. Demikian juga status Yesus dikala masih menjadi manusia dianggap bersifat kekal jadi lebih rendah dari Allah (Yoh 14:28). Alkitab sebenarnya banyak menunjukkan ke tiga pribadi Allah yang esa (1Kor 8:4), yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus yang setara, sama-sama ada dari kekal sampai kekal, sama-sama dipermuliakan, dan sama-sama berkuasa.

TRINITARIAN
Untuk lebih jelasnya marilah kita mempelajari ajaran Tritunggal. Istilah Tritunggal tidak ada dalam Alkitab dan ajaran Tritunggal juga tidak diciptakan gereja atau ditentukan di Konsili Nicea (325 M)! Bila kita membaca Alkitab Perjanjian Lama (PL) dan terlebih Perjanjian Baru (PB) yang ditulis pada abad I M, gambaran mengenai 'Allah yang Esa dengan Tiga Kepribadian yang bernama Bapa, Anak dan Roh Kudus' sudah ada secara de-facto sekalipun tidak dirumuskan secara de-jure. Karena adanya gambaran mengenai tiga pribadi dalam keesaan Allah itu, maka nama Trias dan Trinitas ditujukan kepadanya.

Pada abad II M, dalam tulisan Theofilus dari Antiokia digambarkan ketiga pribadi Allah yang esa itu dengan sebutan 'Trias' (yunani), kemudian muncul dalam tulisan Tertulianus dalam bentuk latinnya 'Trinitas.' Pada abad III M, dalam tulisan-tulisan 'Origenes' sudah sering istilah Trinitas disebutkan, bahkan muridnya bernama Gregory Thaumaturgus menuliskan istilah 'Trinitas' sebagai pengakuan percaya (credo) dalam tulisannya 'Ekhthesis tes pisteos.' Jadi sejak awal memang gambaran mengenai ketiga pribadi dalam diri Allah yang esa yang tersirat dalam PL + PB disebut sebagai Trias (yunani) atau Trinitas (latin) sudah ada sekalipun tidak berupa credo, ini menggambarkan keyakinan umat pada umumnya. Sejak itu, pujian "Kemuliaan bagi Bapa, melalui Anak, dalam Roh Kudus" menjadi umum seperti ditulis dalam tulisan Clement (I Clement: 58,59) dan Justinus (Apologia, I.67). Pujian lainnya sebelum Nicea yang umum diucapkan oleh para Bapa Gereja adalah: "Kemuliaan kepada Bapa, kepada Anak, dan kepada Roh Kudus."

Sebagai ajaran, Trinitas sudah bisa ditemui pada abad III dalam tulisan para apologet yaitu a.l. dalam tulisan Justinus (Apologia I,vi) dan Athenagoras (Leget: pro Christ,n.12). Demikian juga tulisan Irrenaeus (Adversus Haeresis I,xxii,IV,xx,1-6) menolak ajaran Gnostik yang menganggap bahwa Logos diemanasikan/keluar dari Bapa dan bukan berasal dari substansi Bapa jadi lebih rendah dari Bapa. Ajaran Trinitas juga dikemukakan dalam tulisan Clement (Paedagog, I,vi) dan disusul Gregory Thaumaturgus seperti sudah disebutkan diatas. Dibalik itu pada abad III itu ada juga yang menyimpang dari keyakinan Trinitas, ini dipelopori oleh Noetius dari Smyrna yang disalahkan oleh sinode lokal pada tahun 200 M dan dikenal sebagai Modalisme Yaitu Tuhan yang satu itu dianggap berganti-ganti dalam tiga cara penampakkan pada saat yang sama (simultaneus modalism). Sabellius menganggap Tuhan itu satu menyatakan diri dalam PL sebagai Bapa, dalam PB sebagai Anak dan sejak hari Pentakosta menampakkan diri sebagai Roh Kudus (kemudian dikenal sebagai ajaran Sabellian[isme] atau successive modalism, Sabelius diekskomunikasi pada tahun 220 M).

Lalu mengapa sering dikaitkan seakan-akan Trinitas merupakan produk Konsili Nicea pada tahun 325 M? Pada abad IV M, seorang penatua dari Aleksandria bernama Arius (dari namanya disebut faham Arian[isme]) terpengaruh ajaran Gnostik dan Neo-Platonis mengemukakan bahwa karena Logos (Yesus) diperanakkan oleh Bapa maka ia sebelum lahir pernah tidak ada dan adalah ciptaan yang tidak sama dengan substansi Bapa jadi lebih rendah dari Bapa. Kontroversi inilah yang mencetuskan diadakannya Konsili Nicea yang dihadiri 300 uskup yang 90 persennya menolak pandangan Arius dan mempertahankan pandangan Bapa-Bapa Gereja sebelumnya, Nicea kemudian menghasilkan "Credo Nicaeum" yang meneguhkan kembali "keTuhanan Yesus yang setara dan sehakekat dengan Bapa." Semangat Nicea ini kemudian diperluas dalam 'Credo Athanasius' yang berbunyi: "Kami menyembah Satu Allah Tritunggal, Tritunggal yang Esa, tidak membaurkan ketiga pribadi dan juga tidak membagi hakekat Allah." Credo ini disebutkan dalam surat yang dikeluarkan Konsili Konstantinopel (381), dan kemudian diteguhkan dalam 'Konsili Chalcedon' (451 M). Jadi, Kosili Nicea tidak menciptakan ajaran Tritunggal tetapi menolak ajaran Arius (Arianisme / Unitarianisme) yang melawan keyakinan Tritunggal, sedangkan Konsili-konsili selanjutnya hanya memberi perumusan credo Trinitas yang sudah lama yang sejak awal dipercayai umat.

Allah Itu Esa Yang Jamak
Allah yang Esa merupakan pengakuan untuk didengar umat (Shema) bahwa "TUHAN itu esa!" (Ul 6:4). Kata Esa dalam bahasa Ibrani ditulis 'Ekhad' dan menjadi pegangan kepercayaan monotheisme dalam agama Yahudi. Apakah arti sebenarnya 'Ekhad' itu? Ekhad artinya 'satu,' dan sekalipun ini dipandang oleh orang yahudi sebagai tunggal, ekhad dalam PL juga menyiratkan 'gabungan jamak' seperti dalam sebutan 'keduanya menjadi satu daging' (Kej 2:24), 'menjadi satu bangsa' (Kej 34:16), dan 'seluruh jemaah itu bersama-sama (ekhad)' (Ezr 2:64),' atau gabungan menjadi satu papan' (Yeh 37:17). Dalam bahasa Ibrani ada kata 'satu' yang lebih menyatakan 'tunggal yang mutlak' yaitu 'Yakhid' (Kej 22:2). Dari sini tersirat secara implisit adanya kejamakan dalam keesaan TUHAN. Kenyataan ini terbukti dalam diri filsuf Yahudi Maimonides, ketika menyusun '13 Pengakuan Iman'nya menggantikan Ekhad dengan Yakhid untuk menjelaskan hakekat Tuhan yang Esa.

Sekalipun dalam PL ungkapan Tritunggal tidak dinyatakan secara eksplisit, namun ada beberapa petunjuk yang mengarah kepada kejamakan pribadi dalam keesaan TUHAN. Nama yang pertama digunakan dalam PL adalah 'Elohim' (Kej 1:1; dalam PL digunakan 2500X) yang berbentuk jamak (plural majestic/jamak kebesaran) padahal dalam bahasa Ibrani ada bentuk tunggalnya 'Eloah' (Ul 32:15-17; Hab 3:3; dalam PL digunakan 250X). Elohim juga berfirman dan menyebut diri-Nya dengan ungkapan jamak: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita" (Kej 1:26), bahkan YHWH/Elohim juga menyebut: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita" (Kej 3:22) dan YHWH berfirman: "Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka" (Kej 11:7). Dalam Yes.6:8 juga disebutkan "Siapa akan pergi untuk Kita?" Contoh ini tidak eksplisit bercerita mengenai Tritunggal namun menyiratkan secara implisit bahwa ada ke jamakan dalam ke'Esa'an YHWH/Elohim.

Tiga Pribadi Yang Tunggal
Dalam Perjanjian Lama (PL) memang ke'tiga'an Allah tidak terungkap secara eksplisit seperti dalam PB, namun secara implisit terlihat adanya dua pribadi lainnya yang khas 'Malak Yahweh' yang dibedakan dengan malaekat pada umumnya (Kej 16:7,13; 22:11-12; Kel 23:20-23) demikian juga dengan 'Ruach Elohim/Ha-Kodesh' (Kej 1:2;6:3; Ayb 33:4; Mzm 51:13;139:7; Yes 11:2), keduanya sering mempersentasikan YHWH sendiri. Dalam Yes 48:12-16 dan 63:7-14, ketiga pribadi disebutkan bersama. Malak Yahweh sering menyatakan diri sebagai manusia, Ia menemui Hagar (Kej 16) dan berkata atas Nama-Nya sendiri dan dipanggil 'El-Roi'. 'Ia bergumul dengan Yakub dan menyatakan diri sebagai Allah' (Kej 32:28-32). Bila pribadi pertama 'Bapa' tidak pernah menyatakan muka-Nya kepada manusia (Kel 33:20), Malak Yahweh sebagai pribadi kedua sering memimpin bani Israel sebagai figur Malaekat yang berotoritas mengidentifikasikan diri sebagai Yahweh dan bisa dilihat muka-Nya (band. Yoh 1:18), seperti 'Menahan Abraham membunuh anaknya Ishak' (Kel 14) dan 'Menampakkan Diri kepada Abraham' (Kej 17,18), 'Menyuruh Gideon' (Hak.6), 'Menubuatkan kelahiran Simson' (Hak 13), 'Menyuruh Elia ke gunung Horeb' (1Raj.19), dan 'Menyuruh Daud membangun Bait Allah di Yerusalem' (2Raj.19:35). Ia juga menyatakan diri sebagai 'Hakim pembela Israel' dari para musuh (Bil.22:22-35; 2Raj.19:35).

Sekalipun dalam PL ada kesan bahwa 'ruach' adalah tenaga batin, 'Ruach Elohim' berarti 'Pribadi Roh'. Mengenai 'Roh Kudus' juga dijumpai banyak ayat dalam PL yang menunjukkan ke'Allah'an dan ke'pribadi'an-Nya. 'Roh Kudus hadir dalam awal Penciptaan' (Kej.1:2) dan juga 'Ia adalah pencipta' (Ayb 33:4), Ia juga secara aktif hadir pada Akhir Zaman (lihat kitab Wahyu).

Tritunggal dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru (PB) penyataan tentang ke'Tritunggal'an Allah lebih jelas. Dalam Pembaptisan Yesus kita melihat tiga saksi pembaptisan yaitu 'Bapa, Anak dan Roh' dan ini kemudian menjadi saksi pembaptisan dalam Perintah Memberitakan Injil dimana kita menjumpai ketiga Nama disebutkan sebagai tiga pribadi terpisah namun Esa: "Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." (Mat 3:16-17).

"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Mat.28:19).

Rasul Paulus memberi salam dalam ke'Tritunggal'an Allah: "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian." (2Kor 13:13; band. 1Kor 12:4-6)

Demikian juga Rasul Petrus menyebutkan: "Yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya." (1Ptr 1:2).

Ayat lain yang juga menyiratkan ke'Tritunggal'an Allah seperti a.l. penglihatan Stefanus mengenai 'Anak disebelah kanan Bapa di surga dan Roh Kudus yang mendampinginya di dunia' (Kis 7:55).

Mengenai 'Anak' sebagai Allah, dijumpai banyak ayat, dinubuatkan nabi Yesaya sebagai 'Allah Perkasa' (Yes 9:5) bernama 'Imanuel' (Yes 7:14, Allah menyertai kita, Mat 1:23). 'Yesus adalah Allah' bersama 'Bapa' sejak awal (Yoh 1:1,14; Kol 2:9), Ia menyebut diri sebagai 'Tuhan' (Mat 13:13,14), 'Yesus mengaku 'ego eimi'' yang adalah pengakuan Bapa (Yoh 8:58, band. Kel 3:14 [LXX]). Baik Anak maupun Bapa disebut 'Alfa dan Omega' (Why 1:8;21:6;22:13) dan 'Awal dan Akhir' (Why 1:17;2:8;21:6;22:13). Keselamatan adalah dalam nama 'Bapa' (Yl.2:32) dan juga dalam nama 'Anak' (Kis 4:12).

Mengenai 'Roh Kudus' juga dijumpai banyak ayat menunjukkan kepribadian dan ke'Allah'an-Nya. Mendustai 'Roh Kudus' adalah 'Mendustai Allah' (Kis 5:3-4), 'Ia Membangkitkan' (Rm 8:11). Roh Kudus (Roh Kebenaran) adalah 'Pribadi yang akan mendampingi umat beriman' (Yoh 14-16). 'Menghujat Roh tidak akan diampuni' (Luk 12:10, padahal Yesus karena dianggap 'menghujat Allah' maka disalibkan). 'Roh Kudus akan mengajar kita.(Luk 12:12), dan 'Roh Bapa akan berbicara dalam diri umat' (Mat 10:20). Sekalipun dalam ayat-ayat diatas seakan-akan hanya Bapa dan Anak yang terlibat sebagai Alfa/Awal dan Omega/Akhir, kita dapat melihat kehadiran Roh Kudus juga sejak Alfa/Awal (band. Yoh 1:1 dengan Kej 1:1-2) sampai Omega/Akhir di sorga (Why 14:13;22:17).

Berbeda dengan pandangan Sabellian (successive modalism) yang menyebutkan bahwa pada masa PL Tuhan menyatakan diri sebagai Bapa, PB sebagai Anak dan sesudah hari Pentakosta menyatakan diri dalam Roh Kudus, Alkitab menunjukkan bahwa ketiganya ada setiap saat yang dibutuhkan seperti pada pembaptisan Yesus, namun berbeda pula dengan simultaneus modalism yang beranggapan bahwa Allah yang satu itu berganti-ganti pada saat yang sama menyatakan diri-Nya, Alkitab menyebutkan bahwa ketiganya sering hadir bersamaan secara terpisah dan saling berinteraksi seperti dalam peristiwa pembaptisan Yesus maupun penglihatan Stefanus.

Alkitab dengan jelas memang menunjukkan bahwa pada masa PB 'Anak' diutus oleh 'Bapa' sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan sesudah kenaikan Yesus ke surga, Anak Allah mengutus 'Roh Kudus' sebagai 'paracletos' (penolong), tetapi itu hanya peristiwa khusus sebab secara umum ketiganya juga bekerja setiap waktu sesuai kebutuhan Allah sendiri dalam menjalankan rencana-Nya. Kelihatannya perbedaan antara ketiga pribadi terletak pada fungsi-nya, sekalipun banyak peran lainnya dilakukan bersama oleh ke'tiga' pribadi Allah. Pada Akhir Zaman, sesuai penglihatan rasul Yohanes dalam kitab Wahyu, kita dapat melihat bahwa ketiga 'pribadi' Allah, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, bekerja bersama-sama secara aktif sesuai fungsi yang diemban masing-masing.

Salam kasih dari Yabina ministry www.yabina.org

Coretan JIWA

Saat ku terbuai dalam nuansa kesenangan duniawi yang semu, serta saat ku terbelenggu oleh kemelut dan kepahitan hidup yang tak pasti ini.... ku memilih untuk bersyukur dan tetap bersandar pada BAPA dalam YESUS KRISTUS dan ROH KUDUS, sebab ku yakin bahwa tanpa kekuatan dari TRI TUNGGAL ALLAH, hidup ini tak berarti. Ku sadar, bahwa aku bagaikan sebutir pasir di antara berjuta umatMU, namun ku tetap mendapatkan kasihMU yang ajaib itu.

Kini dalam sujudku di hadapan hadiratMU, ku ma7u selalu memuliakan namaMU, karena ku tau ENGKAULAH TUHAN-ku yang hidup dan ajaib. Dimuliakan namaMU.... karena kasihMU yang sempurna yang ENGKAU buktikan dengan pengorbanan tubuh dan darah YESUS di kayu salib untuk menyucikan umatMU dari belenggu dosa.... Golgota akan selalu menjadi saksi abadi untuk korban AGUNG yang tak ternilai harganya oleh YESUS di atas salib yang hina itu..... Namun ku yakin bahwa kehinaan salib itu, kini menjadi kebanggaan serta serta keabadian hidupku di YERUSALEM BARU ..... Aminnnnnnn
By. Ichat

PERLUKAH MERAYAKAN NATAL

"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan." Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Lukas 2 : 10 - 14, TB-LAI, warna merah adalah tambahan penulis)

Dalam minggu ini, penulis menerima undangan untuk hadir pada 'Perayaan Natal' keluarga besar Lembaga Alkitab Indonesia pada tanggal 16 Desember 2009 di Jakarta, sebuah kesempatan yang indah untuk berbagi kesukacitaan dengan keluarga besar pencinta LAI. Dibalik itu mungkin ada yang mempertanyakan: "Mengapa tidak diadakan pada tanggal 25 Desember?" namun sebaliknya orang juga bisa mempertanyakan: "Mengapa harus tanggal 25 Desember?" Jawabannya: "Dalam hubungan dengan 'hari Natal,' umat kristen tidak merayakan 'hari'nya tetapi 'Natal'nya." (Natal [latin: lahir] artinya berhubungan dengan kelahiran dan 'Hari Lahir' dalam bahasa latin disebut 'Dies Natalis,' dan dalam dalam hubungan dengan Natal Yesus maksudnya 'kenangan akan kelahiran Yesus, Juruselamat, Kristus Tuhan')

Pernah seorang teolog bernama Bruno Baur menolak bahwa Yesus pernah hidup di dunia, dan kelompok teolog modern dan Jesus Seminar menolak ke'Tuhan'annya, namun umat Kristen dan orang-orang pada umumnya mengakui bahwa memang benar bahwa 'Yesus pernah hidup di Yudea pada abad pertama dan lahir di Betlehem, namun kapan kelahiran itu terjadi?'

Peristiwa Natal pertama tercatat jelas dalam Kitab Injil Matius (1:18-2:11) dan Lukas (2:1-20), peristiwa mana terjadi ketika kaisar Romawi Agustus mengeluarkan perintah sensus dimana penduduk harus mendaftar ulang di tempat asal kelahiran mereka. Dari sejarah kita mengetahui bahwa kaisar Agustus memerintah sekitar tahun 30SM - 14M. Namun, kapan waktunya ia mengadakan sensus itu?

Dari data Alkitab tersirat bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, Yudea diperintah oleh raja Herodes Agung (37 - 4SM) yang kejam bahkan kita melihat kekejaman itu pada waktu ia membunuh bayi-bayi di Betlehem (Mat.2:16-18). Dari data ini kita dapat mengetahui bahwa waktunya tidak lebih lambat dari tahun 4SM, dan karena Herodes meninggal tidak lama setelah kelahiran Yesus, maka kemungkinan Yesus lahir antara tahun 6 - 4SM. (Menarik mengetahui bahwa pada dasawarsa pertama SM komit Haley diperkirakan melintas di Palestina. Menurut catatan Josephus, komit Haley yang bersiklus 7o-an tahun sekali itu pada tahun 64M melintas diatas Jerusalem).

Sekarang, pada bulan apa Yesus dilahirkan? Benarkah seperti yang dikatakan tradisi gereja yang menyebut tanggal 25 Desember? Kelihatannya bulan dan tanggal itu tidak tepat, soalnya pada bulan Desember - Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil tua mesti melakukannya.

Ada pendapat selain bulan Desember itu yang mengemukakan bahwa kemungkinan Yesus dilahirkan pada bulan Juni karena iklimnya menunjang, ada juga yang mengemukakan bahwa 'Yesus dilahirkan di bulan Tishri' (September - Oktober) yaitu pada hari Raya Pondok Daun, dimana iklimnya masih menunjang. Argumentasi ini didasarkan waktu penugasan Zakharia masuk ke Bait Allah adalah sekitar bulan Siwan (Mei - Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun. Lalu mengapa diadakan pada tanggal 25 Desember?

Umat Kristen abad pertama tidak merayakan hari Natal, bagi mereka kekristenan berpusat pada rangkaian hari kematian, didahului dengan perjamuan malam dengan puncak kebangkitan Tuhan Yesus Kristus pada hari yang ketiga yang dikenal sebagai hari Paskah, dan ini dikenang dengan pertemuan perjamuan dengan makan roti dan anggur bahkan tiap hari terutama pada hari pertama dalam minggu dimana para-murid biasa berkumpul. Sejak abad-3 gereja Timur (Orthodox) merayakan hari 'Epifani' (manisfestasi) pada tanggal 6 Januari untuk merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai Yordan yang sekaligus mencakup peringatan akan kelahiran-Nya. Perayaan Epifani masih dirayakan gereja Timur hingga kini dengan memberkati air baptisan dan sungai Yordan. Di gereja Barat, hari Epifani juga dirayakan untuk mengingat kunjungan para Majus, dan sejak abad-4 untuk mengenang peristiwa sekitar manifestasi kelahiran Yesus di Betlehem.

Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran Matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju Matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu. Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma mengganti hari perayaan 'kelahiran Matahari' itu menjadi perayaan 'kelahiran Matahari Kebenaran' dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan 'Natal, mengenang kelahiran Yesus.' Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal pada tanggal 25 Desember kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), Alexandria (430), dan menyebar ke tempat-tempat lain.

Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa 'Natal bagi umat Kristen bukanlah perayaan hari Matahari tetapi pengganti perayaan Hari Matahari,' yaitu usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat kristen Roma dari hari Matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran. Masa kini umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari Matahari, dan tanggal 25 Desember pun tidak mengikat, sebab setidaknya umat Kristen secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman seperti perayaan Natal LAI yang diadakan tanggal 16 Desember itu.

Memang harus diakui, bahwa ada pengaruh tradisi budaya kafir atas 'perayaan' Natal di gereja Barat (yang kemudian menjadi Roma Katolik) yaitu misalnya perayaan Natal dicampur-baurkan dengan perayaan figur 'Santo Nicholas' seorang uskup yang saleh pada abad XI yang senang membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak. Santo Nocholas di negeri Belanda dirayakan sebagai 'Sinterklaas' (yang naik kuda dengan pelayannya yang berkulit hitam) pada tanggal 5 Desember, sedangkan di Amerika dirayakan sebagai 'Santa Claus' pada tanggal 25 Desember. Figur Santa Claus kemudian dicampur-adukkan dengan 'dewa 'Odin' Norwegia' yang menaiki kereta salju ditarik oleh rusa kutub (reindeer) yang bisa terbang.

Pada abad XIII Franciscus dari Azisi memperkenalkan 'creche' yaitu replika kandang dan ternak yang dihiasi pula dengan figur Yusuf dan Maria dengan palungan tempat bayi Yesus diletakkan dan dihadiri para gembala dan orang Majus, ini kemudian menjadi hiasan Natal yang diletakkan dibawah pohon Natal. Penggunaan Pohon Natal (sejak abad XVI) melambangkan 'kekekalan' mengingat pohon den (cemara) tahan menghadapi empat cuaca, pohon ini biasa dihiasi lilin/lampu mengenang indahnya pemandangan dimusim salju dimana orang melihat kerlap-kerlip lampu-lampu rumah penduduk dibalik dahan/ranting pohon yang tetap hijau dipadang bersalju.

Yang harus di'demitologisasikan dari perayaan Natal' bukanlah 'kenangan Natal Yesus' melainkan ornamen kafir yang mengiringi perayaannya seperti 'prasangka hari matahari' dan 'ilustrasi Santa Claus dengan kereta salju terbangnya,' dengan demikian kita tidak mengorbankan tubuh perayaan kenangan kelahiran Yesus yang begitu luhur hanya karena kita berprasangka dengan baju perayaan Natal yang sobek yang ada tambalannya. Tidak ada upacara agama manapun yang sama sekali steril dari pengaruh tradisi budaya/agama.

Setiap orang secara pribadi dapat merayakan Natal pada 'hari' yang disukainya (idealnya setiap hari merayakannya!), hanya bila ingin merayakan secara kelompok (di gereja/persekutuan) tentu perlu konsensus mengenai tanggal yang dipilih bersama agar seragam, sebab bila masing-masing merayakan pada tanggal kesukaannya sendiri misalnya pada bulan Juni atau bulan Tishri, siapa ikut menghadirinya? Justru dengan mencari-cari tanggal yang tepat seseorang terjebak tradisi kafir yang menentukan satu hari lebih dari hari lainnya (Gal.4:9-11). Bagi seorang yang dewasa dalam iman, hari yang mana bukan syarat karena itu hanyalah kulit/permukaan ritual saja, tetapi yang penting adalah 'hakekat' sukacita Natal 'Kelahiran Tuhan Yesus Kristus,' karena itulah inti Natal yang seharusnya kita kenang dalam persekutuan kasih Natal. Biasanya umat kristen merayakan di gereja pada salah satu hari di bulan Desember sedangkan persekutuan kristen biasanya pada hari-hari di bulan Januari, namun kalau sesudah bulan itu rasanya kadaluwarsa bukan?

Ibu mertua penulis lahir pada tahun 1917 dan masih hidup sampai sekarang dan tinggal bersama kami. Mengenai tanggal dan bulan kelahirannya sudah terlupakan, tetapi kami mengambil hari pernikahannya yaitu bulan Februari yang catatan surat nikahnya masih ada untuk mengenang hari kelahirannya, dan si'ibu' setiap tahun bisa bersuka-cita merayakan pertambahan umurnya bersama anak, cucu, dan buyut dengan makan bersama di rumah. Betapa indahnya pertemuan keluarga empat generasi demikian!

Akhirnya, . . .

"Merayakan 'Natal' adalah baik dan perlu, dimana ada saat diakhir tahun dimana kita bersyukur mengenang kelahiran 'Yesus Kristus, sang Juruselamat dunia' yang telah lahir 20 abad silam, dimana kita sekaligus dapat 'memuji dan memuliakan Allah' yang telah mendatangkan 'kesukaan besar bagi seluruh bangsa' dan 'damai sejahtera di bumi' bersama dengan umat di gereja/persekutuan. Kabar baik (evangelion) yang seharusnya kita beritakan ke seluruh penjuru dunia."

Kesaksian Afshin

Sumber : Elia Stories
Description: afshin.jpgAku lahir di bagian Selatan Iran, di kota bernama Abadan, dari keluarga Muslim Shiah. Kakekku adalah seorang imam, dan dia punya 19 anak, dan 84 cucu. Dia tentunya harus memilih penggantinya untuk mengajar Islam bagi generasi penerus. Beberapa kali aku mengalami kecelakaan di mana aku seharusnya mati terbunuh, tapi aku selamat. Setiap kali kecelakaan hampir terjadi padaku, aku selalu melihat siluet bayangan manusia. Aku menyampaikan ini pada banyak orang secara terbuka. Kakekku mengira jiwa-jiwa para pemimpin Islam terdahulu menjaga nyawa anak ini. Lalu kakek memberi perhatian penuh padaku dan mengajarkan semua hal tentang Islam. Aku lalu bergabung dengan Hezbollah dan menjadi tentara selama tiga tahun. Aku juga mempelajari Qur’an dengan rajinnya. Kakekku juga berpesan agar aku mengajarkan Islam pada kaum Kristen yang tersesat. Aku juga diharapkan untuk menjadi pemimpin spiritual keluarga kami di luar Iran.


Aku ditangkap di Malaysia sewaktu membawa 30 passport palsu. Aku lalu dipenjara. Di penjara, aku lalu mulai mengajar tentang Islam dan memberitahu apa yang Muslim wajib lakukan terhadap Allah. Aku lakukan ini setiap hari, dan tentunya sholat lima kali sehari. Muslim Shia sholat tiga kali sehari, tapi karena aku ingin lebih dekat ke Allah, maka aku lakukan sholat lima waktu. Lalu di malam hari aku juga melakukan sholat tambahan. Aku terbiasa membaca Qur’an dari awal sampai akhir, dan ini kulakukan sekali setiap 10 hari.
Dari Islam, aku pun punya kekuatan ghaib memanggil para jin. Dalam Islam, aku boleh bicara dengan mereka, bahkan tertulis bahwa Nabi Muhammad juga bicara pada para jin. Aku mampu berhubungan dengan para jin dan mendapat kekuatan dari mereka.


Aku bisa mengucapkan doa-doa bagi banyak orang. Jika ada yang disakiti, maka orang ini lalu datang padaku dan memintaku mengguna-guna orang yang menyakitinya. Seketika orang tersebut akan sakit dan mendapat kecelakaan. Sambil menutup mata, aku bisa memberitahu apa yang dilakukan orang itu di tempat lain. Semua ini membuatku ingin lebih sakti lagi. Karena itu, aku semedi lebih banyak lagi sambil melafalkan Qur’an. Suatu malam, aku sedang semedi sambil melafalkan ayat-ayat Qur’an. Ada ayat-ayat Qur’an yang bisa kau ucapkan berulangkali dan ayat-ayat ini tidak bermakna apapun, dan menjadi rahasia Qur’an. Saat itu seekor jin masuk ruangan dan dia jauh lebih berkuasa daripada diriku.

Description: afshin.di.cekik.jpg
Afshin dicekik Setan sampai sekarat. Main jampi-jampi sama ayat-ayat Qur'an dan setan seeeh....

Aku sangat takut. Kugunakan semua senjata yang kudapat dari Islam, seperti misalnya: dalam nama Allah kuperintahkan kau pergi, Setan aku usir kamu, dll. Kugunakan semuanya, tapi tidak ada yang mempan. Saat itu aku sangat butuh pertolongan, karena rasanya jin itu mencekikku untuk mengambil nyawaku. Rasanya seperti sekarat hampir mati. Aku menjerit: Tuhan, tolong aku!!


Seketika itu juga aku mendengar suara: “Mintalah sejelas seperti kau mendengar suaraku, katakan: dalam nama Tuhan Yesus.”


Pada saat itu aku benar-benar tidak berpikir lagi sedetik pun. Rasanya seperti sedang tenggelam, dan seseorang melemparkan tali padamu. Kau tidak akan mempersoalkan apa warna tali dan akan dengan cepat merenggut tali itu. Itulah yang lalu kulalukan.

Kukatakan: “Yesus, jika Kau memang benar, tunjukkanlah DiriMu.”

Sampai hari ini aku tidak tahu mengapa kukatakan hal itu.

Mengapa aku tidak mengatakan: “Yesus, tolong aku.”

Aku tidak tahu mengapa, tapi begitulah yang kuucapkan.

Sebelum aku selesai mengucapkan kalimat itu, semuanya tiba-tiba kembali normal lagi. Ini bukanlah kejadian di mana aku beralih iman. Ini adalah saat dimulainya kebingunganku.



Mengapa Yesus menolong seorang Muslim?

Aku telah melakukan semua yang aku mampu lakukan untuk menjadi Muslim sejati.

Aku telah berjuang di jalan Allah, dengan berani mati syahid berjalan di daerah beranjau.

Pemerintah Iran merekrut Muslim yang mau bergabung dengan Fadayi atau orang yang berkorban nyawa seperti yang dinyatakan Qur’an.

Aku juga ikut melakukan hukum gantung bagi para pidana.

Aku telah melakukan segala hal yang kukira harus kulakukan melawan para kafir,

Dan juga segala hal yang bisa dan harus kulakukan untuk menyampaikan keterangan tentang Allah kepada siapapun.

Tapi aku tahu bahwa ada sesuatu yang salah.

Ini bukan karena aku merasa ragu akan Allah atau akan Islam.

Aku sangat percaya tapi aku tidak tahu apa makna kejadian itu.

Aku sangat bingung dan lalu aku mencoba melupakannya.

Tapi pertanyaan mengapa Yesus menolong seorang Muslim tetap muncul dalam benakku.

Aku percaya pada Muhammad sebagai nabi terakhir.

Jika Islam agama yang sempurna, maka mengapa Yesus menolong aku?

Aku merasa bingung selama dua minggu.

Lalu aku mengambil keputusan untuk berdoa dan puasa dan langsung bertanya pada Tuhan untuk menunjukkan jalan yang benar. Aku ingat ayat-ayat Qur’an yang menyatakan ada banyak jalan menuju Allah. Tidak peduli dari sisi gunung mana kau mulai mendaki, akhirnya kau tetap akan tiba di puncak gunung. Kupikir mungkin inilah Tuhan yang sebenarnya. Atau mungkin juga Tuhan punya jalan tertentu bagiku dan Dia ingin aku mengikuti jalan itu. Kupikir aku tidak akan pernah tahu jawabannya, maka sebaiknya aku bertanya langsung padaNya.


Lalu aku berdoa dan puasa. Dari lubuk hatiku yang terdalam, dengan segala kekuatanku, aku bertanya, “Tuhan, apakah yang Kau inginkan dariku?”
“Jalan apakah yang Kau ingin aku ikuti?”

Selama dua minggu, aku duduk di tempat yang sama. Aku berdoa dan berpuasa sebanyak-banyaknya. Aku jatuh tertidur di tempat itu, dan begitu aku bangun maka aku melanjutkan doa dan puasa terus-menerus pada Tuhan. Aku ingin tahu apa yang diinginkan Tuhan dariku.

Setelah dua minggu berlalu, aku tetap tidak mendapatkan jawaban.

Aku sangat kesal. Aku bertanya, “Apaan sih semuanya ini? Omong kosong belaka! Aku tidak akan pernah tahu apa yang Kau inginkan dariku. Aku bahkan tidak tahu apakah Tuhan itu benar-benar ada. Aku telah membuang hidup dan waktuku sia-sia untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan Allah, dan sekarang Dia membuat aku kebingungan.”

Jika Allah itu memang Maha Besar dan tahu hati orang, maka Dia tentunya tahu bahwa aku mencintaiNya. Tidak ada masalah jika aku memanggilNya dengan nama apapun, sebab Dia tahu dalam hatiku aku mencintainya. Dan jika ini jadi masalah, maka aku bertanya padaNya selama dua minggu melalui doa dan puasa, tapi tidak ada jawaban apapun. Masa bodohlah! Aku akan berbuat sekehendak hatiku saja. Aku akan jalani jalanku sendiri. Aku akan lakukan hal yang menyenangkan diriku. Di saat itu juga aku merasakan kekuasaan Tuhan menimpaku.


Dalam Islam, dosa terbesar yang tak terampunkan adalah meragukan Allah, ajaranNya, NabiNya… dan aku telah melakukan hal ini. Dalam Islam, kau diajari bahwa Allah tidak pernah mengunjungi manusia. Aku tahu bahwa meskipun dalam Islam, aku telah melakukan dosa tak terampunkan, Tuhan sekarang berada di kamarku. Aku berhadapan langsung dengan kesucianNya. Semua ini terjadi dalam waktu yang bersamaan. Kesucian Tuhan menyebabkan aku merasakan besarnya dosaku. Aku tahu, karena Tuhan Maha Adil, maka Dia harus membunuhku dan melenyapkan aku dari muka bumi karena aku sangat penuh dosa. Aku menangis karena aku benar-benar tidak mau mati. Tapi aku tahu aku tidak berdaya.

Dia begitu suci, sedangkan aku begitu keji. Karena itu aku lari ke ujung ruangan, aku angkat tanganku menutupi kepalaku dan aku menangis, “Tuhan, ampuni aku, ampuni aku, ampuni aku, ampuni aku..”

Saat aku menangis, aku merasakan sentuhan pada pundakku dan suara, “Aku mengampunimu.”

Di saat kalimat itu diucapkan, aku merasakan secara jasmaniah merasakan pengampunan. Aku tidak mengerti.

Kita sering berkata, “Bismillah al rahman al rahim, dalam nama Tuhan yang Maha Pengampun dan Penyayang” tapi kita tidak pernah tahu apakah diri kita benar-benar diampuni sampai di hari Kiamat.

Inilah sebabnya tiada satu pun ayat Qur’an yang menyatakan Muhammad ada di surga. Sama seperti orang lain, dia pun harus menunggu sampai hari Kiamat. Di saat itu, semua orang akan dihakimi.
Jadi, siapakah Tuhan ini yang mengatakan, “Aku mengampunimu”?
Aku benar-benar merasa diampuni saat ini.
Aku bertanya padaNya, “Siapakah kamu?”
Dia berkata, “Aku adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup.”
Di saat aku mendengar itu, aku tahu kalimat ini sungguh penting, tapi aku tidak tahu sama sekali apa artinya itu.
Aku tetap tidak tahu siapakah Tuhan ini.
Maka aku bertanya padaNya, “Siapakah namaMu?”
Dia menjawab, “Yesus Kristus, Tuhan yang Hidup.”
Di saat Dia mengucapkan kata-kata itu, rasanya setiap tulang dalam tubuhku diambil ke luar.
Aku tersungkur ke lantai.
Aku mulai menangis tersedu-sedu di hadapan Tuhan.

Description: afshin.menangis.jpg
Afshin menangis terharu dan juga marah karena tertipu Muhammad.

Delapan belas tahun telah berlalu, tapi aku tidak pernah lupa KasihNya, PengampunanNya.
Aku tidak pernah lupa apa yang terjadi pada diriku hari itu.
Aku diampuni. Aku merasakannya.
Aku menangis karena bertahun-tahun aku berusaha menyenangkan Tuhan, tapi itu semua sia-sia. Aku berdoa pada Tuhan, tapi aku tidak mendapatkan apa-apa.
Aku merasa sangat tertipu karena mereka mengatakan inilah Tuhan, mereka katakan padaku untuk bunuh orang di jalan Allah.
Tapi kemudian Tuhan mengatakan, “Kasihilah orang di jalanKu, maafkanlah orang di jalanKu.”
Aku sungguh yakin, ya inilah Tuhan. Tuhan mengajarkan kasih, pengampunan.
Aku menangis selama dua jam.
Aku bersujud di hadapan kakinya.
Dia lalu berkata, “Tengok ke atas.”
Aku lalu mengengok ke atas dan menyaksikan penglihatan bagaikan di layar TV dan di situ tampak orang-orang dari berbagai usia dan negara. Pada setiap orang yang kulihat, aku bisa mengetahui setiap dosa yang mereka lakukan. Semua itu sungguh luar biasa bagiku. Kukatakan pada Tuhan, “Tuhan, aku hidup diantara orang-orang ini. Semua orang ini adalah orang-orang berdosa.”
Tuhan berkata, “Bagaimanakah mudahnya bagiKu untuk mengampunimu?”
Kujawab, “Sangat mudah. Dalam bahasa Parsi, kami mengatakan ‘semudah minum air.’”
Setelah mengucapkan itu, aku berkata, “Tidak, tidak. Bahkan lebih mudah daripada minum air.”
Dia berkata, “Semudah aku mengampunimu, aku pun dapat mengampuni mereka. Siapakah yang akan memberitahu mereka?”
Aku berkata, “Kirim aku, Tuhan.”
Dia menjawab, “Pergilah.”
Begitulah kisahnya bagaimana aku menjadi orang Kristen.
Lalu aku berdoa, Tuhan, mohon kirim aku Alkitab… Injil.
Seseorang datang dari ruangan lain dan menyerahkan buku padaku dan berkata, “Inilah yang kau minta.”
Aku menguasai bahasa Urdu dan Hindi, sehingga aku tahu buku itu adalah Alkitab.
Aku berkata pada Tuhan, “Ya Tuhan, aku berdoa malam lalu, dan sekarang pagi ini kau beri yang kuminta. Kau sungguh hebat. Benar-benar Tuhan yang Maha Kuasa. Kau memberikan apa yang kubutuhkan dengan cepatnya.”
Dialah Firman Tuhan yang Hidup.
Aku membagi kesaksianku agar orang-orang mendengar tentang Tuhan yang Maha Kuasa ini.
Aku tidak berharap siapapun jadi Kristen hanya karena kesaksianku.
Kesaksianku ini hanya berguna bagi diriku saja.
Aku ingin orang-orang mengerti: Ini adalah kisah tentang Tuhan yang Maha Kuasa, yang Maha Mampu, yang mencari hati-hati yang haus kebenaran. Inilah Tuhan yang mengasihi seluruh umat manusia dengan segala kekuatan dan kekuasaanNya.
Jika ada yang mendengar kesaksianku saat ini, aku ingin mereka berkata, “Baiklah, Tuhan Surgawi, pencipta segalanya, jika kesaksian ini benar, aku juga ingin mendapatkannya.”
Aku jamin bahwa Tuhan yang Maha Kuasa yang datang, menyentuh, dan mengubah hidupku, yang mengampuni dosaku sepenuhnya, yang menjamin aku akan tinggal bersamaNya di surga, Dia pun bisa memberimu jaminan yang sama, pengampunan yang sama, kasih yang sama.
Itulah Yesus Kristus.
Dipermuliakanlah Dia.
Sekarang dan selama-lamanya.


Amin.

Ini pesanku bagi para Muslim dan Muslimah. Aku tahu mereka bertanya: “Apakah Yesus Kristus itu adalah Tuhan?”
Dapatkah manusia biasa jadi Tuhan?
Tentu saja tidak. Tidak ada orang biasa yang sanggup jadi Tuhan. Tapi bahkan sewaktu dulu masih menjadi Muslim, aku percaya bahwa Tuhan yang Maha Kuasa yang sanggup berbuat apapun, mampu mewujudkan diriNya dalam tubuh manusia. Ya, Dia bisa.
Sebagai orang Kristen, kita tidak berkata bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tuhan, karena Tuhan punya anak (seperti manusia punya anak). Bukan begitu. Yang benar adalah Tuhan mewujudkan diriNya dalam tubuh Yesus Kristus pada seluruh umat manusia.

SURAT PILATUS KEPADA KAISAR TIBERIUS

Ternyata selama masa pemerintahannya sebagai Gubernur Yudea, Pontius Pilatus pernah menulis sebuah surat kepada Kaisar Tiberius di Roma melaporkan mengenai aktivitas dari pelayanan Yesus. Surat ini ditulisnya pada tahun 32 AD. Berikut adalah isi suratnya : Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius ... Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim yang mengutusnya, Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru, dengan perilaku yang rendah hati. Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat untuk melawan pemerintahan Roma. Dugaan saya keliru, Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan orang Romawi daripada dengan orang Yahudi. Suatu hari saya memperhatikan, ada seorang anak muda di antara sekelompok orang, sedang bersandar pada sebatang pohon dan berbicara dengan tenang kepada kumpulan orang banyak yang mengelilingi-Nya. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus. Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya. Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti "Tuhan" (Lord). Ia berumur sekitar 30 tahun, dan saya belum pernah melihat orang dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia. Apa yang membuat Ia kelihatan begitu berbeda dengan orang-orang yang sedang mendengarkan-Nya adalah pada wajah-Nya yang ceria. Karena saya tidak ingin mengganggu-Nya, saya meneruskan perjalanan saya, tetapi saya menyuruh sekretaris saya untuk bergabung dengan mereka dan turut mendengarkan pengajaran-Nya. Kemudian sekretaris saya melaporkan bahwa belum pernah ia membaca karya-karya ahli filsafat manapun yang dapat disejajarkan dengan ajaran Orang itu, dan bahwa Orang itu (Yesus) sama sekali tidak membawa orang ke jalan yang sesat, dan tidak pula menjadi penghasut. Oleh karena itulah kami memutuskan untuk membiarkan-Nya. Ia bebas untuk melakukan kegiatan-Nya berbicara dan mengumpulkan orang. Kebebasan yang tidak terbatas ini menggusarkan orang-orang Yahudi dan menimbulkan kemarahan mereka. Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat. Kemudian saya menulis surat kepada Yesus, meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan. Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba, saya sedang melakukan jalan pagi. Dan ketika saya memperhatikan-Nya, saya begitu tertegun. Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat pada lantai batu pualam. Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat. Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat. Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya. Selama kehadiran-Nya saya menaruh hormat dan respek yang mendalam pada diri-Nya. Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat dan cendekiawan masa kini. Ia meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua karena sikap-Nya yang simpatik, sederhana, rendah hati, dan penuh kasih. Saya telah meluangkan banyak waktu untuk mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini. Pendapat saya adalah : Seseorang yang mampu mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut, tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak. Kami harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah Putra Elohim. Pelayan anda yang setia, Pontius Pilatus. Surat di atas tersimpan di Perpustakaan Kepausan di Vatikan, dan salinannya mungkin dapat diperoleh di Perpustakaan Kongres Amerika. Dari surat di atas, tahulah kita mengapa Pilatus "tidak berani" menjatuhkan vonis hukuman mati atas Yesus (Matius 27:24, Yohanes 18 : 31-40 dan 19 : 4,6 - 16)

PEREMPUAN ITU KU PANGGIL MAMA

Perempuan itu ku panggil Mama Yang setiap malam selalu terjaga saat hati sibuah hatinya sedang gelisah... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu sibuk di subuh hari untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sibuah hatinya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengajariku untuk menjadi bijaksana,... Yang selalu mengajariku untuk selalu dekat dengan Sang Khalik... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu turut merasakan kesusahanku,.. Yang selalu barusaha memenuhi kebutuhanku... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengkhawatirkan keadaanku saat ku jauh,.. Yang selalu menanyaiku dengan penuh kasih saat ku murung... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat penyakit itu bersarang ditubuhnya dan kubisikan: mama izinkan aku untuk merawatmu dan menjagaimu... Perempuan itu ku panggil Mama Yang yang terbaring lamah di pembaringan... Perempuan itu ku panggil Mama Yang dengan lemah berusaha duduk di pembaringan dan mengatakan pesan terakhirnya kepadaku: "RIS MARI BERBAGI DENGAN MAMA DALAM HIDUPMU"... Perempuan itu ku panggil Mama Yang di saat-saat terakhir hidupnya masih memintaku untuk bernyanyi memuju Sang Khalik serta bertelut dan berdoa untuknya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang malam itu tarikan napasnya semakin berat.... Perempuan itu ku panggil mama Yang saat itu kubertelut di kakinya sambil memanjatkan doa: TUHAN KUMOHON KEBESARAN KASIHMU DAN MUJIZATMU UNTUK KESEMBUHAN DAN MEMBERI PANJANG UMUR BAGI MAMAKU TERCINTA... Perempuan itu ku panggil Mama Yang disaat-saat terakhir hidupnya ku bersujud di kakinya sambil menangis dan memeohon ampun atas semua dosa dan kesalahan yang pernah kubuat selama hidupku bersamanya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang mengatakan kepadaku: RIS MAMA CAPEK DAN MAMA INGIN ISTIRAHAT... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kubisikan: MAMA, KALAU MAMA CAPEK BERISTIRAHATLAH MAMA......... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat detik - detik terakhir tarikan napasnya, aku masih tetap besujud di kakinya sambil meneteskan air mataku ke kakinya sambil berkata: MAMAKU, TOLONG RASAKAN BETAPA AKU SANGAT MENYAYANGI MAMA LEWAT HANGATNYA AIR MATAKU YANG MENETES DI KAKI MAMA INI... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kasih sayangku kepadanya dikalahkan oleh kasih sayang Sang khalik kepada mamaku, sehingga saat itu juga mamaku menghembuskan napasnya yang terakhir untuk pergi menghadap Sang Khalik, untuk pergi meninggalkan kami selamanya dan untuk mengakhiri segala penderitaan hidupnya di dunia ini... Perempuan itu ku panggil Mama yang disaat tubuhnya terbujur kaku dan dingin, kucium mamaku sambil berbisik: MAMAKU TERSAYANG, KASIH SAYANG MAMA KEPADAKU AKAN TETAP MENJADI BINTANG DI DALAM HATIKU YANG AKAN TETAP BERSINAR DAN SINAR KASIH SAYANG ITU AKAN TETAP KUPANCARKAN KEPADA SEMUA ADIK - ADIKU, SAUDARA - SAUDARAKU, DAN SEMUA ORANG YANG BERADA DI SEKITARKU AGAR MEREKA TAHU BAHWA MAMAKU ADALAH FIGUR YANG TERBAIK DAN YANG TELAH MENDIDIKKU MENJADI MANUSIA YANG BIJAKSANA... Perempuan itu ku panggil Mama yang selalu menyebut namaku di dalam setiap doanya Perempuan itu kupanggil Mama Yang kini menetap disurga bersama Sang Khalik yang mengasihinya... TERIMA KASIH MAMAKU TERCINTA, ATAS SEMUA KEHIDUPAN YANG INDAH, YANG TELAH KAU HADIRKAN SELAMA ENGKAU BERSAMAKU DI DUNIA INI........ LIWAT HEMBUSAN NAPASKU SERTA DOAKU, KU TITIPKAN CIUM YANG PALING MANIS UNTUK MAMA DI SURGA SANA....... (Untuk mengenang mamaku yang meninggal tanggal 5 Mei 2009 di Ambon) Anakmu Richard Sahetapy yang Kau panggil RIS

SENG ADA MAMA LAI

SU SENG ADA MAMA LAI PAR BIKING COLO - COLO SU SENG ADA MAMA LAI PAR TUANG PAPEDA DI SEMPE SU SENG ADA MAMA LAI PAR ATOR MAKAN DI MEJA MAKAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR CUCI BETA PUNG PAKIAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR DENGAR BETA PUNG SUSAH SU SENG ADA MAMA LAI PAR JAGA BETA WAKTU SAKIT MAMAE.... PAR APA LAI BETA PULANG KA RUMAH TUA KALO MAMA SU SENG ADA PAR LIA BETA PAR APALAI BETA DUDU DI MEJA MAKAN KALO MAMA PUNG TAMPA GARAM SU SENG ADA PAR SAPA LAI BETA MAU MANYANYI KALO MAMA SU SENG ADA PAR DENGAR... SIOOO MAMA E.... MAMA SU JAUH DARI BETA DENG BASUDARA MAMA SU TENANG DI TETEMANIS PUNG PANGKO TAPI MAMA PUNG PASANG DENG MAMA PUNG DOA TETAP JADI BINTANG YANG BERSINAR DI BETA PUNG HATI SELAMA HIDOP DI DUNIA. JUST FOR MY LOVE MAMA

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

Yesus Manis