1 Juni 2012

Apakah Ilmu Pengetahuan dan KeKristenan kompatibel?

Sumber :http://y-jesus.org/indonesian/more/scc-apakah-ilmu-pengetahuan-dan-kekristenan-kompatibel/

Kematian:

Apakah benar Yesus bangkit dari kematian?

Kita semua ingin tahu apa yang terjadi setelah kita mati. Ketika orang yang kita cintai meninggal, kita ingin sekali melihat mereka kembali pada giliran kita (meninggal) nantinya. Apakah kita akan punya reuni menggembirakan dengan mereka yang kita cintai atau kematian adalah akhir dari seluruh kesadaran?

Yesus mengajarkan bahwa hidup tidak berakhir setelah tubuh kita mati. Dia membuat klaim mengejutkan ini, “Akulah kebangkitan dan hidup. Mereka, yang percaya kepadaKu, meskipun mereka mati sama seperti semua orang, akan hidup kembali.” Menurut para saksi mata, yang sangat dekat denganNya, Yesus kemudian memperlihatkan kuasa atas kematian dengan bangkit dari kematian setelah disalibkan dan dikubur selama tiga hari. Inilah kepercayaan yang memberikan harapan kepada orang Kristen selama hampir 2000 tahun.

Namun sebagian orang tidak punya harapan setelah kematian. Filsuf ateis, Bertrand Russell, menulis,”Saya percaya bahwa ketika saya meninggal saya akan membusuk dan tidak ada dari kesadaran saya yang akan bertahan.”[1] Russell jelas tidak percaya pada perkataan Yesus.

Para pengikut Yesus menulis Dia menampakkan diri hidup setelah penyaliban dan penguburanNya. Mereka juga menjelaskan tidak hanya melihat Dia, tapi juga makan bersama-sama dengan Dia, menyentuhNya, dan bersama-sama dengan Dia selama 40 hari.

Jadi, apa ini hanyalah cerita yang bertumbuh dengan berjalannya waktu atau berdasarkan bukti kuat? Jawaban atas pertanyaan ini sangatlah mendasar bagi KeKristenan. Jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, hal itu akan memberi pengesahan atas segala hal yang dikatakanNya mengenai diriNya, mengenai arti kehidupan, dan mengenai tujuan kita setelah kematian.

Jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian maka hanya Dia sendiri yang punya jawaban mengenai kehidupan dan apa yang menanti kita setelah kita meninggal. Disisi lain, jika kebangkitan Yesus tidak benar, maka KeKristenan akan didasarkan pada kebohongan. Teolog R. C. Sproul menyebutnya seperti ini,

“Klaim kebangkitan vital bagi KeKristenan. Jika Kristus dibangkitkan dari kematian oleh Allah, maka Dia punya mandat dan sertifikat yang tidak dimiliki oleh pemimpin agama manapun. Buddha meninggal. Muhammad meninggal. Musa meninggal. Konfusius meninggal. Tapi menurut …KeKristenan, Kristus hidup.”[2]

Banyak para kritikus telah mencoba membantah kebangkitan. Josh McDowell adalah salah satu kritikus yang melakukan riset bukti-bukti kebangkitan, lebih dari 700 jam. McDowell menyatakan mengenai pentingnya kebangkitan:

“Saya sudah mencapai kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah yang paling aneh, kejam, kebohongan tidak berhati nurani yang pernah dilakukan terhadap pikiran manusia atau ini adalah fakta paling menakjubkan dalam sejarah.”[3]

Jadi, apakah kebangkitan Yesus adalah fakta fantastis atau mitos paling keji? Untuk mengetahuinya, kita harus melihat bukti sejarah dan mengambil kesimpulan kita sendiri. Mari kita lihat apa yang ditemukan para kritikus bagi dirinya sendiri.


Sinis Dan Kritis

Tidak semua orang siap untuk meneliti bukti-bukti dengan adil dan terbuka. Bertrand Russell mengakui pandangannya terhadap Yesus “tidak berkaitan” dengan fakta sejarah.[4] Sejarahwan Joseph Campbell, tanpa menyebut adanya bukti, dengan tenang menyatakan kepada pirsawan televisi PBS bahwa kebangkitan Yesus bukanlah kejadian nyata.[5] Para ahli lain, seperti John Dominic Crossan dari Seminar Yesus setuju dengannya.[6] Tidak satupun dari orang-orang yang sinis ini memberikan bukti atas pandangan mereka.

Kritis yang sebenarnya, berlawanan dengan sinisme, tertarik dengan bukti-bukti. Dalam editorial majalah Skeptic berjudul “Apa itu Skeptis (Kritis)?” sebuah defenisi diberikan,”Skeptisme (Kritis) adalah penerapan pemikiran yang masuk akal pada setiap dan semua ide — tidak ada sapi suci yang dikecualikan. Dengan kata lain … kritis (skeptis) tidak ingin memasuki sebuah investigasi yang menutup diri dari kemungkinan fenomena itu nyata atau klaim itu mungkin benar. Ketika kita katakan kita kritis s, kita artikan bahwa kita harus melihat bukti yang meyakinkan sebelum kita percaya.”[7]

Tidak seperti Russell dan Crossan, banyak kritikus yang sungguh-sungguh telah menginvestigasi bukti-bukti kebangkitan Yesus. Dalam artikel ini kita akan mendengar dari banyak dari mereka dan melihat bagaimana mereka menganalisa bukti yang mungkin jadi pertanyaan paling penting dalam sejarah manusia: apakah benar Yesus bangkit dari kematian?
Bernubuat Untuk Dirinya Sendiri

Sebelum kematiannya, Yesus mengatakan kepada para muridnya bahwa dia akan dikhianati, ditangkap, dan disalib, dan Dia akan bangkit tiga hari kemudian. Sebuah rencana yang aneh! Ada apa dibelakang ini? Yesus bukan penghibur yang bersedia melakukan pertunjukan atas pesanan orang lain; tapi, Dia berjanji bahwa kematianNya dan kebangkitanNya akan memberi bukti kepada orang-orang (jika hati dan pikirannya terbuka) bahwa Dia adalah benar-benar Mesias.

Ahli Alkitab Wilbur Smith mencatat tentang Yesus:

“Ketika Dia mengatakan Dia akan bangkit kembali dari kematian, pada tiga hari setelah Dia disalibkan, Dia mengatakan sesuatu yang hanya orang bodoh berani mengatakannya, jika Dia mengharapkan pemujaan lebih lama dari para murid —- kecuali Dia benar-benar yakin bahwa Dia akan bangkit. Tidak ada pendiri agama dunia manapun yang diketahui manusia pernah berani mengatakan hal semacam itu.”[8]

Dengan kata lain, karena Yesus sudah dengan jelas mengatakan kepada para muridnya bahwa Dia akan bangkit lagi setelah kematianNya, maka kegagalan memenuhi janji itu akan membuat diriNya menjadi sekedar seorang penipu. Tapi kita sudah terlalu jauh analisanya. Bagaimanan Yesus meninggal sebelum Dia (jika bena) bangkit kembali?

Kematian Yang Mengerikan Dan Kemudian. . . ?

Anda tahu apa yang terjadi pada jam-jam terakhir kehidupan Yesus di dunia, mirip jika anda telah menonton film yang dibuat oleh Mel Gibson (bintang Brave Hart dan jagoan jalanan) Jika anda tidak melihat bagian dari “The Passion of the Christ” karena anda menutup mata anda (akan lebih mudah mensyuting film itu dengan filter merah di kamera), coba membaca halaman-halaman Injil di Perjanjian Baru untuk mengetahui apa yang anda tidak lihat itu.

Seperti yang sudah diprediksi Yesus, Dia dikhianati oleh salah satu muridnya, Yudas Iskariot, dan ditangkap. Dalam sebuah pengadilan, yang sudah diatur sebelumnya, oleh Gubernur Romawi, Pontius Pilatus, Dia terbukti bersalah karena pengkhianatan dan dihukum mati disalib kayu. Sebelum dipaku di salib, Yesus secara brutal disiksa dengan cambuk Romawi, yang pada tiap cambukan maka mata cambuk akan masuk sampai ke tulang dan kait-kait besinya akan merobek daging. Dia dipukuli berkali-kali, ditendangi, dan diludahi.

Kemudian, dengan paku besar algojo Romawi memaku tangan dan kaki Yesus. Akhirnya,mereka mendirikan salib di sebuah lubang di tanah diantara dua penjahat, yang juga disalib.

Yesus tergantung disalib selama sekitar enam jam. Kemudian, pada pukul 3.00 sore — sama persis dengan pengorbanan (pemotongan) domba Paskah sebagai penebus dosa (ada sedikit simbolisme disini, bagaimana menurut anda?) — Yesus berteriak, “Sudah selesai” (dalam bahasa Aramaic) dan mati. Tiba-tiba langit jadi gelap dan terjadi gempa bumi.[9]

Pilatus ingin memverifikasi bahwa Yesus benar-benar mati sebelum tubuhNya dikuburkan. Karena itu, seorang prajurit Romawi menusuk perut Yesus dengan tombak. Campuran darah dan air yang keluar memberi indikasi jelas bahwa Yesus sudah mati. Jenazah Yesus kemudian diturunkan dari salib dan dikuburkan di kubur Yusuf dari Arimatea. Prajurit Romawi menyegel kuburan dan menjaganya selama 24 jam.

Sementara, murid-murid Yesus syok. Dr. J. P. Moreland Menjelaskan bagaimana syok dan kebingungan melanda mereka setelah kematian Yesus di kayu salib. “Mereka tidak lagi punya kepercayaan bahwa Yesus telah dikirim oleh Allah. Mereka juga telah diajarkan bahwa Allah tidak akan membiarkan MesiasNya mati. Jadi mereka tercerai berai. Seluruh gerakan Yesus sudah terhenti. ”[10]

Semua harapan lenyap. Roma dan pemimpin Yahudi telah menang —- atau memang tampaknya seperti itu.

Sesuatu Terjadi

Tapi itu bukan akhirnya. Gerakan Yesus tidak lenyap (kelihatannya) dan nyatanya KeKristenan ada hari ini sebagai agama terbesar dunia. Karena itu, kita harus tahu apa yang terjadi setelah jenazah Yesus diturunkan dari salib dan dibaringkan di kuburan.

Dalam artikel di harian New York Times, Peter Steinfels menuliskan peristiwa yang terjadi selama tiga hari setelah kematian Yesus, “Beberapa saat setelah Yesus di eksekusi, para pengikutNya tiba-tiba berubah dari kelompok orang yang takut dan bersembunyi menjadi pembawa pesan mengenai Yesus yang hidup dan kedatangan kerajaanNya, berkotbah dengan taruhan nyawa, dan akhirnya mengubah kekaisaran. Sesuatu terjadi. … Tapi pastinya apa?”[11] Itulah pertanyaan yang harus kita jawab melalui investigas atas fakta-fakta.

Hanya ada lima kemungkinan penjelasan atas kemungkinan kebangkitan Yesus, seperti terlihat di Perjanjian Baru:

1. Yesus tidak benar-benar mati di atas kayu salib.

2. “Kebangkitan” adalah konspirasi.

3. Para murid berhalusinasi.

4. Catatan mengenai itu hanya legenda.

5. Itu benar-benar terjadi.

Mari kita telaah opini-opini itu dan melihat yang mana yang paling cocok dengan fakta-fakta.

Apakah Yesus Mati?

“Marley benar-benar sudah mati lebih dari sebuah paku pintu, mengenai hal itu sudah tidak diragukan lagi.” Tulis Charles Dickens dalam A Christmas Carol, pengarang tidak ingin siapapun salah sangka atas karakter supranatural yang akan muncul menggantikannya. Dengan cara sama, sebelum kita mengambil peran CSI dan merangkai bukti-bukti kebangkitan, kita harus memastikan bahwa, pada kenyataannya, ada sebuah mayat. Apalagi, kadang-kadang surat kabar melaporkan ada “jenazah” di kamar mayat yang ditemukan bergetar dan akhirnya bangun lagi. Apakah hal seperti itu telah terjadi terhadap Yesus?

Beberapa telah mengira Yesus tetap hidup setelah penyaliban dan dipulihkan oleh udara dingin dan lembab di kuburan– “Wah, berapa lama saya tidak sadarkan diri?” Tapi teori ini tidak cocok dengan bukti medis. Dalam artikel di majalah Journal of the American Medical Association dijelaskan kenapa hal seperti itu disebut sebagai “teori pingsan/mati suri” tidak bisa diterima,”Sudah jelas, bobot bukti historis dan medis mengindikasikan Yesus sudah mati. … Tombak, yang ditusuk diantara rusuk kananNya, kemungkinan tidak hanya merobek paru-paru kanan, tapi juga menembus membran selimut jantung dan jantung dan memastikan kematianNya”[12] Tapi skeptisme terhadap kesimpulan ini tetap ada apalagi kasus ini sudah dingin selama 2000 tahun. Karena itu, kita membutuhkan opini kedua.

Satu tempat untuk menemukannya adalah laporan-laporan dari sejarahwan non-Kristen, yang ada pada saat Yesus hidup. Tiga sejarahwan ini mencatat kematian Yesus.

Lucian (120 SM – 180 sesudah masehi. menyebutkan Yesus sebagai penyaliban seorang filsuf.[13]
Josephus ( tahun 37– 100.) menulis, “Pada saat itu tampaknya Yesus, seorang bijaksana, karena perbuatan luar biasaNya . Ketika Pilatus menghukumNya disalib, pemimpin kita, menuduh Dia, mereka yang mengasihi Dia tidak berbuat apa-apa.”[14]
Tacitus (tahun 56–120.) menulis, “Kristus, namaNya dari tempatNya berasal, menderita hukuman ekstrim …. ditangan penguasa kita, Pontius Pilatus.[15]

Ini seperti masuk ke ruang arsip dan menemukan satu hari di musim panas pada abad pertama, The Jerusalem Post memuat berita halaman depan dengan cerita Yesus di salib dan mati. Bukan hasil kerja detektif yang jelek, dan cukup konklusif.

Nyatanya, tidak ada catatan sejarah dari orang Kristen, Romawi, atau Yahudi yang mempertanyakan apakah Yesus mati atau penguburannya. Bahkan Crossan, yang skeptis atas kebangkitan, sepakat bahwa Yesus benar-benar hidup dan mati. “Dia disalibkan adalah meyakinkan secara kesejarahan.[16] Dibawah cahaya bukti seperti itu, kita tampaknya punya dasar kuat untuk menyingkirkan satu dari lima opini itu. Yesus benar-benar mati, “mengenai itu tidak diragukan lagi.”

Mengenai Kubur Kosong

Tidak ada sejarahwan serius yang sungguh meragukan kematian Yesus ketika Dia diturunkan dari salib. Namun, banyak yang mempertanyakan bagaimana tubuh Yesus lenyap dari kuburan. Jurnalis Inggris, Dr. Frank Morison. sebelumnya berpikir kebangkitan itu mitos atau penipuan, dan dia mulai melakukan riset untuk menulis buku menentangnya.[17] Buku itu jadi terkenal tapi dengan alasan yang berbeda dari maksud sebelumnya, seperti yang akan kita lihat.

Morison memulainya dengan mencoba memecahkan kasus kubur yang kosong. Kubur itu milik anggota Dewan Sanhedrin, Yusuf dari Arimatea. Pada masa itu, masuk anggota dewan sama dengan bintang rock. Semua orang tahu siapa anggota dewan. Yusuf pastilah orang, yang hidup dimasa itu. Kalau tidak, para pemimpin Yahudi akan mengungkap cerita itu sebagai penipuan dalam upaya mereka membantah telah terjadi kebangkitan. Juga, kubur Yusuf sudah dikenal baik lokasinya dan dengan mudah diidentifikasi, jadi setiap pemikiran bahwa Yesus “hilang di pekuburan” harus disingkirkan.

Morison heran kenapa para musuh Yesus membiarkan “mitos kubur kosong” ada jika itu tidak benar. Penemuan jenazah Yesus akan langsung membunuh seluruh rencana itu.

Dan apa yang dikenal sejarah sebagai musuh-musuh Yesus adalah mereka yang menuduh murid-murid Yesus mencuri mayatNya, sebuah tuduhan yang datang dari kepercayaan bahwa kubur itu sudah kosong.

Dr. Paul L. Maier, dosen sejarah kuno di Universitas Western Michigan, juga memberi pendapat yang sama, “Jika semua bukti diteliti dengan hati-hati dan adil, maka itu sungguh-sungguh bisa dibenarkan untuk menyimpulkan bahwa kubur dimana Yesus ditempatkan benar kosong pada pagi hari pertama Paskah. Dan tidak ada sedikitpun bukti yang ditemukan …. yang membantah pernyataan itu.”[18]

Para pemimpin Yahudi kaget, dan menuduh para murid mencuri mayat Yesus. Tapi penguasa Romawi sudah menugaskan penjagaan 24 jam di kubur dengan sebuah unit penjaga terlatih (4 – 12 prajurit). Morison bertanya,”Bagaimana profesional-profesional ini membiarkan mayat Yesus dicuri? Tidak mungkin bagi siapapun untuk menyelinap dibelakang penjaga Romawi dan menggeser batu seberat dua ton. Namun batu itu bergeser dan tubuh Yesus hilang.

Jika tubuh Yesus ditemukan di satu tempat, para musuhnya akan langsung mengekspos kebangkitan itu sebagai penipuan. Tom Anderson, mantan ketua California Trial Lawyers Association, menyimpulkan kuatnya argumen ini:

“Kejadian itu terpublikasi dengan baik, apa anda pikir akan cukup masuk akal jika satu sejarahwan, satu saksi mata, satu penentang (Yesus) akan mencatat, untuk sepanjang masa, bahwa dia telah melihat jenazah Yesus? … Ke-diam-an sejarah begitu menulikan, ketika mencari testimoni menentang kebangkitan.”[19]

Jadi, tanpa ada bukti jenazah, dan diketahui kubur itu benar-benar kosong, Morison menerima ada bukti kuat tubuh Yesus telah hilang dari kubur.

Perampokan Kuburan?

Morison meneruskan investigasinya, dia mulai meneliti motif-motif para pengikut Yesus. Mungkin apa yang diperkirakan kebangkitan hanyalah pencurian mayat. Tapi jika begitu, bagaimana dengan semua laporan mengenai kehadiran Yesus yang sudah bangkit. Sejarahwan Paul Johnson, di bukunya History of the Jews, menulis, ”Apa yang penting bukanlah kondisi kematianNya tapi fakta Dia telah secara luas dan dipercayai dengan kuat, oleh lingkaran orang yang meluas, telah bangkit kembali.[20]

Kubur itu benar-benar kosong. Tetapi bukanlah hanya ketiadaan tubuh yang menyemangati pengikut Yesus (terutama jika merekalah yang mencuriNya). Sesuatu yang luar biasa pastilah telah terjadi, bagi para pengikut Yesus yang tidak lagi berduka, tidak lagi bersembunyi, dan mulai, dengan tanpa takut, memproklamasikan bahwa mereka telah melihat Yesus hidup.

Catatan para saksi mata melaporkan Yesus tiba-tiba muncul dihadapan para pengkikutNya, pertama-tama perempuan. Morison heran kenapa para konspirator menjadikan perempuan sebagai pusat rencana mereka. Pada abad pertama, perempuan tidak punya hak apapun, milik pribadi, atau status. Jika rencana (konspirasi) itu ingin berhasil, Morison berpikir akan masuk akal jika para konspirator menggambarkan laki-laki, bukan perempuan, sebagai yang pertama melihat Yesus hidup. Namun kita dengar perempuan menyentuh Dia, berbicara dengan Dia, dan yang pertama menemukan kubur kosong.

Belakangan, menurut catatan saksi mata, semua murid melihat Yesus lebih dari 10 kali pada peristiwa berbeda. mereka menulis Dia memperlihatkan tangan dan kakinya dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka boleh menyentuhNya. Dan Dia dilaporkan makan bersama mereka dan kemudian muncul hidup kepada lebih dari 500 pengikut di satu peristiwa.

Ahli hukum John Warwick Montgomery menjelaskan, “Pada tahun 56 (Rasul Paulus menulis lebih dari 500 orang telah melihat Yesus bangkit dan sebagian besar dari mereka masih hidup (1 Korintus 15:6) Orang Kristen mula-mula akan melewati batas kredibilitas jika merekayasa cerita seperti itu dan berkhotbah diantara mereka yang mungkin dengan mudah membantahnya dengan mempertunjukkan jenazah Yesus.”[21]

Ahli Alkitab Geisler dan Turek setuju. “Jika kebangkitan tidak terjadi, kenapa Rasul Paulus memberi begitu banyak daftar saksi mata? Dia bisa langsung kehilangan semua kredibilitasnya dihadapan pembaca Korintus dengan berbohong sedemikian terangnya.[22]

Petrus, dihadapan kerumunan orang di Kaisarea, mengatakan kenapa dia dan para murid lain sangat yakin Yesus hidup.

Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuatNya di tanah Yudea maupun di Yerusalem; dan mereka telah membunuh Dia dan menggantung Dia pada kayu salib. Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga, dan Allah berkenan, bahwa Ia menampakkan diri, bukan kepada seluruh bangsa, tetapi kepada saksi-saksi, yang sebelumnya telah ditunjuk oleh Allah, yaitu kepada kami yang telah makan dan minum bersama-sama dengan Dia, setelah Ia bangkit dari antara orang mati.
(Kisah Para Rasul 10:39-41)

Ahli Alkitab Inggris, Michael Green, mengatakan, “Penampakkan Yesus adalah otentik sama seperti yang lain di era kuno itu. … Tidak ada keraguan rasional bahwa hal-hal itu telah terjadi.”[23]

Konsisten sampai Akhir

Seakan-akan laporan saksi mata tidak cukup untuk menjawab tantangan skeptisme Morison, dia juga kaget oleh perilaku para murid. Fakta historis telah membingungkan sejarahwan, psikolog, dan juga para kritikus bahwa ke 11 mantan pengecut itu tiba-tiba bersedia menderita dipermalukan, disiksa, dan dibunuh. Semua murid Yesus, kecuali satu, mati sebagai martir. Apakah mereka telah melakukan banyak hal hanya untuk kebohongan, mengetahui bahwa merekalah yang mengambil tubuh itu?

Para martir Islam pada 11 September telah membuktikan bahwa ada orang yang bersedia mati untuk perjuangan, yang salah, yang mereka percayai. Tapi untuk bersedia mati martir demi sebuah kebohongan adalah gila. Seperti ditulis Paul Little, “Orang bersedia mati demi apa yang mereka percaya itu benar, kendati sebenarnya salah. Mereka tidak akan bersedia mati bagi apa yang mereka tahu itu kebohongan.”[24] Para murid Yesus berperilaku konsisten dengan keyakinan asli mereka bahwa pemimpin mereka hidup.

Tidak tersedia penjelasan, yang cukup, untuk menjelaskan kenapa para murid bersedia mati untuk kebohongan yang diketahui. Tapi bahkan jika mereka semua berkonspirasi berbohong mengenai kebangkitan Yesus, bagaimana mereka mampu memelihara konspirasi itu selama puluhan tahun tanpa ada salah satu dari mereka menjual informasi itu, demi uang atau jabatan? Moreland menulis,”Mereka yang berbohong demi memperoleh keuntungan pribadi tidak akan kompak bersama-sama demikian sangat lama.”[25]

Mantan “orang bertopi” dari pemerinthan (Presiden Amerika Richard) Nixon, Chuck Colson, yang terlibat dalam skandal Watergate, menjelaskan betapa sukarnya bagi beberapa orang untuk mempertahankan kebohongan dalam jangka waktu lama.

“Saya tahu kebangkitan itu fakta, dan Watergage sudah membuktikannya untuk saya. Bagaimana? Karena ada 12 orang bersaksi mereka telah melihat Yesus bangkit dari kematian, dan mereka memproklamirkan kebenaran itu selama 40 tahun, tidak sekalipun membantahnya. Setiap orang telah dipukuli, disiksa, dilempari batu dan dipenjarakan. Mereka tidak akan bertahan jika itu tidak benar. Watergate melibatkan 12 orang paling berkuasa di dunia — dan mereka tidak mampu bertahan berbohong selama tiga minggu. Anda katakan kepada saya ke 12 rasul telah berbohong selama 40 tahun? Sangat tidak mungkin.”[26]

Sesuatu terjadi sehingga mengubah segalanya bagi laki-laki dan perempuan itu. Morison mengakui, “Siapapun yang menghadapi masalah itu cepat atau lambat akan berhadapan dengan fakta yang tidak bisa dijelaskan. … Ini fakta … bahwa ada keyakinan mendalam muncul dari kelompok kecil orang — perubahan yang terikat dengan fakta bahwa Yesus telah bangkit dari kematian.”[27]

Apakah Murid-Murid Berhalusinasi?

Ada orang-orang yang masih berpikir mereka melihat Elvis, gemuk dan berambut abu-abu, mampir di Dunkin Donuts. Dan yang lain percaya malam sebelumnya mereka bersama-sama mahluk luar angkasa di kapal induknya dan jadi bahan percobaan, yang tidak bisa diungkapkan. Kadang-kadang ada orang tertentu yang bisa “melihat” hal-hal yang ingin mereka lihat, hal-hal yang tidak benar-benar ada di sana. Dan itulah kenapa orang mengklaim murid-murid begitu tertekan karena penyaliban dan mereka sangat ingin melihat Yesus hidup telah menyebabkan halusinasi massal. Mungkinkah?

Psikolog Gary Collins, mantan ketua American Association of Christian Counselor, ditanya mengenai kemungkinan halusinasi ada dibelakang perubahan radikal perilaku para murid. Collins menjawab,”Halusinasi terjadi hanya pada individu. Oleh karena sifat alamiahnya, hanya satu orang bisa melihat sebuah halusinasi pada satu waktu. Mereka pasti bukanlah sesuatu yang bisa dilihat oleh sekelompok orang.”[28]

Halusinasi bahkan bukan kemungkinan paling kecil, menurut psikolog Thomas J. Thorburn. “Sama sekali tidak meyakinkan bahwa ….. lima ratus orang, dengan kondisi pikiran baik …. mengalami semua jenis pengalaman indra — visual, pendengaran, sentuhan — dan semua …. pengalaman-pengalaman itu seluruhnya disebabkan oleh …… halusinasi”[29]

Apalagi, dalam psikologi halusinasi, seseorang perlu ada dalam kerangka berpikir dimana mereka sangat ingin melihat seseorang sehingga orang itu terbentuk dalam pikiran mereka. Dua pemimpin utama gereja mula-mula (purba), Yakobus dan Paulus, keduanya berhadapan dengan Yesus, yang sudah bangkit, tanpa pernah berharap, atau mengharapkan kesenangan. Rasul Paulus, nyatanya pernah memimpin penindasan terhadap orang Kristen, dan pertobatannya masih tetap tidak terjelaskan kecuali oleh testimoninya sendiri bahwa Yesus menampakkan diri untuknya.
Dari Kebohongan Sampai Legenda

Sejumlah kritikus, yang tidak yakin, melabelkan cerita kebangkitan sebagai legenda yang dimulai oleh satu atau lebih orang berbohong atau merasa mereka melihat Yesus bangkit. Selama perjalanan waktu, legenda tumbuh dan berbunga-bunga ketika diteruskan berkeliling. Pada teori ini, kebangkitan Yesus disamakan dengan meja bundar Raja Arthur, George Washington kecil yang tidak bisa berbohong, dan janji bahwa Jaminan Sosial akan tersedia ketika kita membutuhkannya.

Tapi ada tiga masalah besar dengan teori ini.

1. Legenda jarang berkembang ketika masih banyak saksi mata hidup, yang bisa membantahnya. Sejarahwan Romawi dan Yunani kuno, AN Sherwin-White, berargumen bahwa berita kebangkitan tersebar telalu dini dan terlalu cepat untuk bisa disebut sebagai legenda.[30]

2. Legenda berkembang melalui tradisi oral dan tidak melalui dokumen-dokumen bersejarah yang bisa di verifikasi. Apalagi Injil ditulis di dalam jangka waktu tiga dekade setelah kebangkitan.[31]

3. Teori legenda tidak cukup untuk menjelaskan fakta akan adanya kubur kosong atau keyakinan historis, yang bisa di verifikasi, para rasul bahwa Yesus hidup.[32]

Kenapa Kekristenan Menang

Morison kaget dengan fakta sebuah gerakan kecil, yang tidak signifikan, mampu bertahan terhadap tekanan keras penguasa Yahudi, juga oleh kekuatan besar Roma. Kenapa mereka menang menghadapi semua pihak yang menentangnya?

Dia menulis, “Dalam waktu dua puluh tahun, klaim para petani Galilea ini telah menggoyang kekuasaan Yahudi. … Dalam kurang dari lima puluh tahun, gerakan itu sudah mulai mengancam kedamaian Kekaisaran Romawi. Ketika kita sudah mengatakan apa yang bisa dikatakan … kita berdiri dihadapan misteri terbesar. Kenapa mereka menang?”[33]

Berdasarkan semua pemikiran, KeKristenan seharusnya mati di salib ketika para murid lari ketakutan. Tapi para rasul terus membangun gerakan KeKristenan, yang terus tumbuh.

J. N. D. Anderson menulis, “Pikirkan psikologi absurditas sebuah kelompok kecil orang kalah, yang pengecut, bersembunyi di ruang atas, satu hari, dan beberapa hari kemudian berubah jadi kelompok yang tidak ada satupun penindasan bisa membungkamnya — dan kemudian mencoba melabel perubahan dramatis ini tidak lebih meyakinkan daripada sebuah rekayasa menyedihkan. … Ini dengan jelas tidak masuk akal.”[34]

Banyak pakar percaya (dalam perkataan komentator jaman kuno) bahwa, “darah martir adalah bibit gereja”. Sejarahwan Will Durant mengamati, “Kaisar dan Kristus telah bertemu di arena dan Kristus menang.”[35]
Kesimpulan Mengejutkan

Dengan mitos, halusinasi, dan otopsi asal-asalan tersingkirkan, dengan bukti-bukti meyakinkan terhadap kubur kosong, dengan banyaknya saksi mata penampakkanNya, dan dengan transformasi (perubahan) yang tidak terjelaskan dan dampaknya terhadap dunia oleh mereka yang mengklaim telah melihatNya, Morison jadi yakin bahwa keyakinan biasnya pada kebangkitan Yesus salah. Dia mulai menulis buku yang berbeda —berjudul Who Moved the Stone?—untuk merinci kesimpulan-kesimpulan barunya. Morison hanya mengikuti jejak bukti-bukti, petunjuk demi petunjuk, sampai kebenaran kasus itu menjadi jelas baginya. Kejutannya adalah bukti-bukti itu telah membawanya menjadi percaya terhadap kebangkitan.

Di bab pertama bukunya, “Buku yang Menolak untuk Ditulis”, mantan kritikus (skeptis) ini menjelaskan bagaimana bukti-bukti meyakinkan Dia bahwa kebangkitan Yesus adalah kejadian nyata historis. “Itu seperti seseorang berjalan menembus hutan mengikuti jalur, yang dikenal dan sering dilewati, dan keluar dengan tiba-tiba ditempat yang dia tidak harapkan.”[36]

Morison tidak sendirian. Tak terhitung banyaknya para kritikus lain setelah meneliti bukti-bukti kebangkitan Yesus, menerimanya sebagai fakta menakjubkan dalam sejarah manusia. Namun kebangkitan Yesus Kristus mengangkat pertanyaan: Fakta bahwa Yesus mengalahkan kematian, apa hubungannya dengan kehidupan saya? Jawaban pertanyaan itu merupakan isi seluruh Perjanjian Baru KeKristenan
Apa Yang Yesus Katakan Setelah Kita Mati?

Jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, maka Dia seharusnya tahu ada apa setelah kematian itu. Apa yang Yesus katakan mengenai arti kehidupan dan masa depan kita? Apakah ada banyak jalan ke ALLAH atau klaim hanya Yesus satu-satunya jalan? Baca jawaban yang mengejutkan di “Kenapa Yesus”
Bisakah Yesus Memberi Arti Pada Kehidupan?

“Kenapa Yesus?” meneliti pertanyaan Yesus relevan atau tidak sekarang ini. Bisakah Yesus menjawab pertanyaan besar kehidupan, “Siapa saya!?” “Kenapa saya disini?” dan, “Kemana saya pergi?” Penutupan gereja-gereja dan penyaliban telah menuntun sebagian orang percaya Dia tidak bisa, dan Yesus telah meninggalkan kita untuk menghadapi dunia yang tidak bisa dikontrol. Tapi Yesus telah membuat pernyataan mengenai kehidupan dan tujuan kita ada disini di dunia, yang perlu diteliti sebelum kita menyebutnya sebagai tidak peduli atau tidak mampu. Artikel ini meneliti misteri kenapa Yesus datang di dunia.

ENDNOTES

1. Paul Edwards, “Great Minds: Bertrand Russell,” Free Inquiry, December 2004/January 2005, 46.

2. R. C. Sproul, Reason to Believe (Grand Rapids, MI: Lamplighter, 1982), 44.

3. Josh McDowell, The New Evidence That Demands a Verdict (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1999), 203.

4. Bertrand Russell, Why I Am Not a Christian (New York: Simon & Schuster, 1957), 16.

5. Joseph Campbell, an interview with Bill Moyers, Joseph Campbell and the Power of Myth, PBS TV special, 1988.

6. Michael J. Wilkins and J. P. Moreland, eds, Jesus Under Fire (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1995), 2.

7. “What Is a Skeptic?” editorial in Skeptic, vol 11, no. 2), 5.

8. Wilbur M. Smith, A Great Certainty in This Hour of World Crises (Wheaton, ILL: Van Kampen Press, 1951), 10, 11

9. Historian Will Durant reported, “About the middle of this first century a pagan named Thallus … argued that the abnormal darkness alleged to have accompanied the death of Christ was a purely natural phenomenon and coincidence; the argument took the existence of Christ for granted. The denial of that existence never seems to have occurred even to the bitterest gentile or Jewish opponents of nascent Christianity.” Will Durant, Caesar and Christ, vol. 3 of The Story of Civilization (New York: Simon & Schuster, 1972), 555.

10. Quoted in J. P. Moreland interview, Lee Strobel, The Case for Christ (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1998), 246.

11. Peter Steinfels, “Jesus Died—And Then What Happened?” New York Times, April 3, 1988, E9.

12. William D. Edwards, M.D., et al., “On the Physical Death of Jesus Christ,” Journal of the American Medical Association 255:11, March 21, 1986.

13. Lucian, Peregrinus Proteus.

14. Josephus, Flavius, Antiquities of the Jews, 18. 63, 64. [Although portions of Josephus’ comments about Jesus have been disputed, this reference to Pilate condemning him to the cross is deemed authentic by most scholars.]

15. Tacitus, Annals, 15, 44. In Great Books of the Western World, ed. By Robert Maynard Hutchins, Vol. 15, The Annals and The Histories by Cornelius Tacitus (Chicago: William Benton, 1952).

16. Gary R. Habermas and Michael R. Licona, The Case for the Resurrection of Jesus (Grand Rapids, MI: Kregel, 2004), 49.

17. Frank Morison, Who Moved the Stone? (Grand Rapids, MI: Lamplighter, 1958), 9.

18. Paul L. Maier, Independent Press Telegram, Long Beach, CA: April 21, 1973.

19. Quoted in Josh McDowell, The Resurrection Factor (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1981), 66.

20. Paul Johnson, A History of the Jews (New York: Harper & Row, 1988), 130.

21. John W. Montgomery, History and Christianity (Downers Grove, ILL: InterVarsity Press, 1971), 78.

22. Norman L. Geisler and Frank Turek, I Don’t Have Enough Faith to Be an Atheist (Wheaton, IL: Crossway, 2004), 243.

23. Michael Green, The Empty Cross of Jesus (Downers Grove, IL: InterVarsity, 1984), 97, quoted in John Ankerberg and John Weldon, Knowing the Truth about the Resurrection (Eugene, OR: Harvest House), 22.

24. Paul Little, Know Why You Believe (Wheaton, IL: Victor, 1967), 44.

25. J. P. Moreland, Scaling the Secular City, (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 2000), 172.

26. Charles Colson, “The Paradox of Power,” Power to Change, www.powertochange.ie/changed/index_Leaders.

27. Morison, 104.

28. Gary Collins quoted in Strobel, 238.

29. Thomas James Thorburn, The Resurrection Narratives and Modern Criticism (London: Kegan Paul, Trench, Trubner & Co., Ltd., 1910.), 158, 159.

30. Sherwin-White, Roman Society, 190.

31. Habermas and Licona, 85.

32. Habermas and Licona, 87.

33. Morison, 115.

34. J. N. D. Anderson, “The Resurrection of Jesus Christ,” Christianity Today, 12. April, 1968.

35. Durant, Caesar and Christ, 652.

36. Morison, 9.

Permission to reproduce this article: Publisher grants permission to reproduce this material without written approval, but only in its entirety and only for non-profit use. No part of this material may be altered or used out of context without publisher’s written permission. Printed copies of Y-Origins and Y-Jesus magazine may be ordered at: www.JesusOnline.com/product_page

© 2007 B&L Publications. This article is a supplement to Y-Jesus magazine by Bright Media Foundation & B&L Publications: Larry Chapman, Chief Editor.

Apakah Para Rasul Percaya Yesus adalah Allah?

Sumber :http://y-jesus.org/indonesian/more/ajg-apakah-para-rasul-percaya-yesus-adalah-allah/
Yesus dari Nazareth selama 30 tahun hidup sederhana, bekerja sebagai tukang kayu di desa kecil Palestina. Namun tiga tahun sesudahnya, Dia melontarkan kata-kata yang mengagetkan semua yang mendengarnya, kata-kata yang pada akhirnya mengubah dunia kita. Dia juga melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan orang lain, menenangkan badai, menyembuhkan penyakit, mecelikkan mata yang buta, dan bahkan membangkitkan orang dari kematian.

Tapi perbedaan terbesar Yesus Kristus dengan semua pemimpin agama lain adalah, menurut orang Kristen, Dia mengklaim diriNya adalah Allah. (LIhat , “Apakah Yesus Mengklaim diriNya adalah Allah ?”) . Jika klaim ini salah, maka pesan-pesan Injil kehilangan semua kredibilitasnya. Pesan itu adalah Allah demikian mengasihi kita sehingga Dia menjadi manusia untuk mati menanggung dosa-dosa kita, menyediakan bagi kita hidup selama-lamanya bersamaNya. Jadi, jika Yesus bukan Allah, maka kita telah dibohongi. Beberapa agama mengajarkan, Yesus adalah mahluk ciptaan belaka. Dan buku-buku, seperti The Da Vinci Code, menjadi buku paling laris dengan mengatakan baik Yesus maupun para rasul tidak mengajarkan bahwa Dia adalah Allah. (Lihat “Senyum Mona Lisa”).

Serangan-serangan terhadap ke-Tuhan-an Yesus menimbulkan pertanyaan apa yang terjadi hampir 200 tahun lalu sehingga menyebabkan KeKristenan mengklaim pendirinya, Yesus Kristus, adalah Allah. Dalam “Apakah Yesus mengklaim diriNya adalah Allah ” kita melihat ada bukti-bukti dari Perjanjian Baru yang dengan kuat menunjuk fakta-fakta Yesus memang mengklaim diriNya adalah Allah. Tapi apakah para saksimata, yang mendengar kata-kata Yesus dan melihat mujizat-mujizatNya yakin bahwa Dia sama dalam segala hal dengan BapaNya? Atau apakah mereka berpikir bahwa Yesus hanyalah mahluk ciptaan yang lebih tinggi atau seperti nabi besar Musa? Untuk memisahkan kebenaran dari fiksi, kita perlu melihat kebelakang ke perkataan para rasul, yang bersama-sama Yesus berjalan di bumi ini, dan menulis testimoni-testimoni atas apa yang mereka lihat dan dengar.

Para Saksimata Yesus memilih orang-orang biasa menjadi pengikutNya. Dia selama tiga tahun bersama-sama mereka, mengajar mereka tentang diriNya dan menjelaskan kebenaran mendalam firman Allah. Selama tiga tahun itu, Yesus melakukan sejumlah mujizat, membuat klaim-klaim mengejutkan, dan hidup penuh dalam kebenaran. Belakangan, para rasul ini menulis banyak perkataan dan tindakan Yesus. Tulisan Perjanjian Baru telah dipandang sebagai yang paling handal dari semua dokumen historis kuno dari sisi keotentikannya. (Lihat Yesus.doc).

Para ahli telah mencatat bahwa Perjanjian Baru mengungkapkan obyektivitas yang membuat catatan para rasul tentang Yesus sangat bisa dipercaya. Mereka dengan jujur melaporkan apa yang mereka lihat dan dengar. Sejarahwan Will Durant menyatakan, “Orang-orang ini bukanlah tipe yang akan dipilih untuk mengubah dunia“ Injil secara realistik mencatat perbedaan-perbedaan karakter mereka dan secara jujur mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka.[1]

Ketika pertama kali bertemu dengan Yesus, para rasul tidak tahu siapa Dia sebenarnya. Namun, ketika mereka mendengar perkataan-perkataan kuatNya dan melihat Dia memulihkan penglihatan mata orang buta dan membangkitkan orang dari kematian, mereka mungkin mulai megingat-ingat nubuat-nubuat tentang Mesias yang merupakan Allah sendiri. (Yesaya 9:6; Mikah 5:2). Tapi ketika melihat Dia sekarat diatas kayu salib, Yesus terlihat kalah dan tanpa kekuatan (kuasa) apapun.

Semua pikiran yang mungkin mereka punya bahwa Yesua adalah Allah langsung lenyap di kayu salib itu. Kendati begitu, tiga hari setelah kejadian traumatis itu, orang, yang kelihatan tidak berdaya tergantung di kayu salib, secara ajaib tampil hidup dihadapan para pengikutNya. Dan Dia bangkit seutuh tubuhNya. Mereka melihat Dia, menyentuh Dia, makan bersama Dia, dan mendengar Dia berkata-kata tentang kebesaran posisiNya sebagai penguasa tertinggi alam semesta. Simon Petrus, salah satu murid terdekat Yesus, dan saksi mata, menulis, “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedaatngan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaranNya. Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormaan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepadaNya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.” (2 Petrus 1: 16, 17)

Tapi apakah fakta bahwa para rasul melihat kebesaran Allah dan mendengar suara Allah melalui Yesus berarti mereka memandang Dia sebagai Allah? Pakar Perjanjian Baru A.H. McNeile memberi kita jawaban, “…. tidak menunggu lama untuk melihat kehidupan Yesus kelihatan seperti kegagalan dan sumber rasa malu dibandingkan dengan kebesaran orang Kristen — tidak satupun individu disini dan di sana, tapi seluruh massa Gereja — mewarisi keyakinan penuh bahwa Dia adalah Allah.”[2]

Jadi, apakah para rasul yang menulis Perjanjian Baru benar-benar percaya bahwa Yesus adalah Allah, atau mereka memandang Dia sebagai mahluk ciptaan. Jika mereka memandang Yesus sebagai Allah, apakah mereka juga melihat Dia sebagai Pencipta alam semesta, atau sesuatu yang lebih kecil atau kurang? Mereka yang menolak ke-Tuhan-an Yesus mengatakan para rasul berpendapat Yesus adalah ciptaan tertinggi Allah, dan hanya Bapa sendiri adalah Allah yang kekal. Jadi, untuk memperjelas apa yang mereka percayai terhadap Yesus, kita akan meneliti perkataan-perkataan mereka, dengan melontarkan tiga pertanyaan:

1. Apakah para rasul dan orang Kristen mula-mula menyembah dan berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan?

2. Apakah para rasul mengajarkan Yesus adalah Pencipta yang ditulis di buku Kejadian (Perjanjian Lama)?

3. Apakah para rasul menyembah Yesus sebagai yang tertinggi di alam semesta?

Tuhan

Setelah Yesus naik ke sorga, para rasul mengejutkan orang Yahudi dan Romawi dengan memproklamirkan Yesus sebagai “Tuhan”.[3]

Dan para rasul melakukan, yang tak terpikirkan sebelumnya dan menyembah Yesus, bahkan bersembahyang kepadaNya seperti kepada Allah. Stefanus berdoa,”Tuhan Yesus, terimalah nyawaku,” pada saat dia dilempari batu sampai mati. (Kisah Para Rasul 7:59). Orang percaya lain bergabung bersama Stefanus, yang bahkan menghadapi kematian, “tidak pernah seharipun …. untuk mengajar dan menyebarkan Injil Yesus (Kisah Para Rasul 5:42).

Para rasul, sebagian besar martir, mewarisi pengetahuan mereka akan Yesus kepada bapa-bapa gereja yang membawa pesan mereka kepada generasi berikutnya. Ignatius, murid Rasul Yohanes yang menulis kedatangan kedua Yesus, mengatakan, “Lihat Dia yang mengatasi waktu, Dia yang tidak terikat waktu, Dia yang tak terkalahkan.” Dalam sebuah surat kepada Polycarp dia menyatakan, “Yesus adalah Allah”, dan kepada orang Efesus dia menulis, “… Allah sendiri datang dalam bentuk manusia, untuk memperbaharui kehidupan kekal. ( Efesus 4:13) Clement dari Roma (tahun 92), juga mengajarkan ke-Tuhan-an Yesus, mengatakan, “Kita berpikir Yesus Kristus adalah Allah.” (Korintus 1:1)

Polycarp, juga murid Yohanes, diadili dihadapan proconsul Romawi karena menyembah Yesus sebagai Tuhan. Pada saat kerumunan orang meminta dia dihukum mati, hakim Romawi meminta dia menyatakan Kaisar sebagai TUhan. Tapi Polycarp tetap bertahan, daripada mencabut pernyataannya bahwa Yesus adalah Tuhannya, menjawab: “Delapan puluh enam tahun saya telah melayani Kristus, dan Dia tidak pernah memperlakukan saya dengan buruk. Bagaimana saya bisa menghujat raja saya yang telah menyelamatkan saya?”[4]

Pada saat gereja mula-mula berkembang, Gnostik dan sekte-sekte lain mulai mengajarkan bahwa Yesus adalah mahluk ciptaan, lebih rendah daripada Bapa. Hal ini memuncak pada abad ke empat, ketika Arius, pengkhotbah populer dari Libya, mendesak banyak pemimpin bahwa Yesus bukanlah sepenuhnya Allah. Kemudian ditahun 325 di Dewan Nicaea (Council of Nicaea), para pemimpin gereja berkumpul untuk menyelesaikan isu apakah Yesus adalah Pencipta atau ciptaan belaka.[5]

Para pemimpin gereja ini dengan suara hampir bulat (dari 318 uskup hanya 2 menolak) menegaskan kembali keyakinan lama orang Kristen dan ajaran Perjanjian Baru bahwa Yesus benar-benar sepenuhnya Allah.[6]

Pencipta

Dalam Kitab Kejadian, Allah diungkapkan sebagai Pencipta segala sesuatu mulai dari atom yang kecil sampai ruang angkasa dengan miliaran galaksinya. Jadi, bagi orang Yahudi akan jadi penghujatan jika berpikir malaikat atau ciptaan lainnya adalah Pencipta. Yesaya mengkonfirmasi bahwa Allah (Yahweh) adalah Pencipta. “Beginilah firman TUHAN, Yang Maha Kudus, Allah dan Pembentuk Israel …. Akulah yang menjadikan Bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya: tanganKulah yang membentangkan langit dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya. …. firman TUHAN semesta alam.”(Yesaya 45:11a, 12, 13b)

Jadi, apakah para rasul berpendapat Yesus sebagai bagian dari ciptaan atau sebagai Pencipta. Testimoni Yohanes Ketika para murid Yesus memandang ke bintang-bintang di langit, mereka sama sekali tidak menyadari atau memimpikan Pencipta bintang-bintang itu ada bersama-sama mereka. Tapi setelah kebangkitanNya, mereka melihat Yesus dengan pandangan baru. Dan sebelum meninggalkan Bumi, Yesus mulai membuka misteri-misteri identitasNya kepada mereka. Sambil mengingat-ingat kata-kata Tuhan, Yohanes memulai Injilnya dengan mengungkapkan siapa Yesus itu: “Pada mulanya adalah Firman (logos); Firman itu bersama-sama dengan Allah….. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak da suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.” (John 1:1, 3-4) Meski para ilmuwan sekarang percaya alam semesta dimulai dari kekosongan (ruang hampa), tapi mereka tidak bisa menjelaskan kepada kita siapa di sana yang memulai semuanya ini. Yohanes mengungkapkan sebelum penciptaan, “Firman itu sudah ada”, dan “bersama-sama Allah.” Jadi siapa atau apa kondisi sebelum eksistensi Firman. Kalimat Yohanes menjelaskan siapa yang dia bahas: “Firman itu adalah Allah”.[7]

Sebagai orang Yahudi, Yohanes percaya pada Allah yant Esa. Namun Yohanes membicarakan dua entitas disini, Allah dan Firman. Saksi Yehova, yang mengajarkan bahwa Yesus adalah mahluk ciptaan, salah menterjemahkan kalimat ini dengan mengartikan Firman itu adalah tuhan (yang diciptakan) dan bukan Allah sendiri. Tapi ahli Perjanjian Baru F.F Bruce menulis bahwa, “menterjemahkan frasa itu sebagai ‘tuhan’ adalah kesalahan terjemahan yang menakutkan karena kelalaian itu sering terjadi dengan kata benda dalam konstruksi predikatif.”[8]

Jadi, Yohanes, atas ilham Roh Kudus, mengatakan kepada kita:

1. Firman itu sudah ada sebelum penciptaan.

2. Firman adalah Pencita yang menciptakan segala sesuatu.

3. Firman itu adalah Allah.

Sejauh ini, Yohanes telah mengatakan kepada kita bahwa Forman itu kekal. 
Menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah Allah. Namun dia tidak menjelaskan kepada kita apakah Firman itu sebuah kuasa (kekuatan) atau seorang pribadi sampai pada ayat ke 14. “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemulianNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. ” (Johanes 1:14).

Disini, Yohanes jelas merujuk kepada Yesus. Lebih jauh, dalam surat pengembalaan dia mengkonfirmasikannya: “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup — itulah yang kami tuliskan kepada kamu. ” (1 Johanes 1:1). Yohanes menyatakan kepada kita “tidak ada sesuatu yang dijadikan yang tidak dijadikanNya”. Jika ketiadaan berada diluar diriNya, maka Yesus bukanlah mahluk ciptaan. Dan menurut Yohanes, Firman (Yesus) itu adalah Allah. Testimoni Paulus Tidak seperti Yohanes, Rasul Paulus (sebelumnya bernama Saulus) adalah musuh besar dan penganiaya orang-orang Kristen, sampai akhirnya Yesus menampakkan diriNya dalam sebuah penglihatan.

Bertahun-tahun kemudian, Paulus dalam surat kepada jemaat Kolose mengungkapkan apa yang dipelajari tentang identitas Yesus: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena didalam Dialah telah dicipatakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan…..” 
(Kolose 1:15-17 ). Paulus mengungkapkan beberapa hal penting dalam ayat-ayat itu:

1. Yesus adalah gambar Allah.

2. Yesus adalah “yang sulung” dari segala ciptaan.

3. Yesus menciptakan segala sesuatu.

4. Yesus adalah alasan penciptaan itu.

5. Yesus sudah ada sebelum segala sesuatu ada.

6. Yesus menciptakan segala sesuatu.

Apa maksud sebenarnya “gambar Allah” it? Bruce mencatat, Untuk menyebut Yesus gambar Allah adalah untuk mengatakan di dalam Dia kehadiran dan sifat dasar Allah secara sempurna bermanifestasi — didalam Dia yang tidak kelihatan telah menjadi kelihatan.”[9]

Jadi, Allah menjadi kelihatan didalam Kristus sama dengan perkatan Yesus kepada Filipus, “Setiap orang yang telah melihatKu melihat Bapa.” (Johanes 14:9). Dalam ayat 15, kata Yunani bagi “lahir-pertama” (protokos) berarti “terutama (tertinggi)” dan bukan berarti “lahir kemudian”.[10]

Menurut Bruce, Paulus merujuk kepada “Keberadaan Kristus sebelum-eksistensi dan aktifitas kosmis penciptaan[11]

Hal ini dijelaskan dalam ayat 16 yang mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu di alam semesta diciptakan melalui Yesus Kristus dan juga untuk Dia. Dalam ayat 17 kita melihat Kristus yang kekal terus memelihara ciptaan. Menurut Paulus, setiap atom, tiap helai DNA, dan seluruh miliaran galaksi diatur oleh kekuasaan Yesus Kristus. Jadi, Yesus adalah Yang Satu darimana semua hal berasal, diciptakan untuk Yang Satu, dan Yang Satu memelihara semuanya. Testimoni Ibrani (Yahudi) Buku Ibrani di Perjanjian Baru[12]

juga mengungkapkan Yesus sebagai Pencipta segala sesuatu. Kalimat pembukaannya merefleksikan perkataan Paulus kepada jemaat di Kolose, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada.

Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.

Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan.”(Ibrani 1:1-3a) Sama seperti ungkapan Yohanes dan Paulus, penulis Ibrani menyatakan kepada kita bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Allah menciptakan alam semesta melalui Dia. Dan Ibrani juga menyatakan Yesus Kristus memelihara itu semua. Ayat 3 membicarakan Yesus sebbgai “cetakan sempurna dan gambaran penuh sifat Allah.”[13]

Kata Yunani disini berarti bahwa “Anak adalah kilau cahaya, larikan cahaya kemuliaan yang keluar dari kemuliaan Allah.[14] Dalam pernyataan ini, Yesus adalah “cetakan sempurna” dari Allah yang tak terhingga, mengkonfirmasikan bahwa para rasul percaya Yesus adalah sepenuhnya Allah. Penulis Ibrani kemudian menyatakan kepada kita bahwa Yesus tidak saja lebih tinggi dari para nabi, tapi Dia juga jauh lebih tinggi dari para malaikat. “Jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepadaNya jauh lebih indah dari pada nama mereka.” (Ibrani 1:4).

John Piper menjelaskan kenapaYesus sangat superior diatas malaikat: “Tidak ada malaikat di sorga yang menerima penghormatan dan kasih sayang seperti itu, yang diterima Anak dari Bapa yang kekal. Kendati malaikat begitu agung dan indah, mereka bukanlah pesaing Anak….. Anak Allah bukanlah malaikat …. bahkan bukan malaikat tertinggi. Malah Allah berkata,”Malaikat Allah menyembah Dia!” (Ibrani 1:6). Anak Allah pantas mendapat semua penyembahan yang bisa diberikan oleh sorga — dan juga dari kita.”[15]

Penulis Ibrani kemudian mengungkapkan ke-Tuhan-an Yesus: “Tetapi tentang Anak Ia berkata, “TahtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya,….. (Ibrani 1:8) Belakangan di Kitab Ibrani kita mempelajari Yesus Kristus, “sama kemarin, hari ini, dan selamanya,” pernyataan jelas atas ke-Tuhan-an kekalNya. (Ibrani 13:8). Mahluk ciptaan tidak akan sama sekarang seperti kemarin, karena ada waktu dimana dia tidak ada. Akan sukar untuk memahami pernyataan-pernyataan dalam Ibrani diluar selain fakta bahwa Yesus adalah Allah yang dibicarakan di Perjanjian Lama, yang bersama-sama BapaNya dan Roh Kudus, menciptakan dunia.

Para rasul pasti tertarik untuk mengetahui bahwa mereka telah melihat Dia berdarah-darah tergantung di kayu salib Romawi adalah Dia yang menciptakan pohon yang dijadikan balok kayu untuk digunakan memakuNya. Yang Esa Orang Kristen mula-mula dituduh orang Romawi mencuri kemuliaan dari Kaisar, dan oleh pemuka yahudi merampok kemuliaan dari Allah (Yahweh). KeKristenan juga dikritik oleh sebagian orang karena “terlalu berfokus pada Yesus”. Tapi apakah itu yang dipikirkan oleh para rasul? Mari kita dengar lagi apa yang dikatakan Paulus dalam surat kepada jemaat Kolose mengenai Yesus. “…..Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari angara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. (Kolose 1:18 – 19).

menulis Allah berkenan menempatkan Yesus sebagai pribadi tertinggi di alam semesta. Namun di Perjanjian Lama dengan jelas diajarkan Allah tidak akan pernah menyerahkan posisi tertinggiNya kepada mahluk ciptaan (Deut. 6:4, 5; Ps. 83:18; Prov. 16:4; Is. 42:11). Yesaya berbicara dengan jelas akan ke-maha-tinggian Allah (Yahweh). “Berpalinglah kepadaKu dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain. Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulutKu telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik lagi: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapanKu, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa …..(Yesaya 45:22, 23)

Tapi bagaimana Yesus dan Yahweh bisa sama-sama jadi Maha Tinggi (tertinggi). Mungkin ada petunjuk di Kitab Kejadian, dimana kata Ibrani yang digunakan untuk Allah Pencipta adalah majemuk (Elohim). Dan ketika Yesaya menegaskan Allah sendiri menciptakan segala sesuatu, kata Ibrani yang dipakai untuk Allah (Yahweh) juga sama majemuk. Dr. Norman Geisler menyimpulkan, “Berdasarkan Alkitabiah, ada lebih dari cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa sifat dasar Allah yang digambarkan oleh firman-firman sebagai ke-esa-an dalam ke-majemuk-an.[16]

Paulus menggunakan kata yang sama kepada Yesus seperti yang Yesaya gunakan untuk Yahweh: “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia, Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama diatas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah akan mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah Bapa. (Filipi 2:6-11)

Firman di atas mengungkapkan bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Dia punya hak penuh akan ke-Allah-an. Paulus juga mengatakan kepada kita, “setiap lutut akan bertelut dan setiap lidah akan menyebut bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan.” Lebih dari tujuh ratus tahun sebelum Kristus, Allah menyatakan, melalui Yesaya, bahwa hanya Dia saja adalah Allah, Tuha, dan Penyelamat. ……Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari padaKu. (Yesaya 43:10,11).

Kita juga diberitahu dalam Perjanjian Lama bahwa hanya Allah sendiri menciptakan alam semesta. Bahwa, “setiap lutuh akan bertelut dihadapan Dia.” Bahwa Dia adalah “Tuhan, Raja Israel.” “Penebus”. “Yang Pertama dan yang Akhir.” Daniel menyebutNya ” Hari-hari zaman dulu.” Zakariah membahasakan Allah sebagai, “Raja, Tuhan yang akan menghakimi bumi.” Namun di Perjanjian Baru kita mendengar Yohanes menyebut Yesus sebagai “Juruselamat”, “Alfa dan Omega,” “Yang Pertama dan Yang Akhir,” “Raja diatas segala raja”, dan “Tuhan diatas segala tuhan.” Paulus mengatakan kepada kita “setiap lutut akan bertelut kepada Yesus”.


Hanya kepada Yesus saja para rasul mengatakan kepada kita yang akan menghakimi akhir kekekalan kita. Yesus adalah Tuhan Maha Tinggi di alam semesta. Packer berpendapat KeKristenan hanya akan masuk akal jika Yesus sepenuhnya Allah: “Jika Yesus tidak lebih dari manusia sangat hebat dan baik, kesukaran-kesukaran untuk mempercayai apa yand dikatakan Perjanjian Baru kepada kita tentang kehidupan dan pekerjanNya akan benar-benar menggunung.

Tapi jika Yesus adalah pribadi yang sama dengan Firman yang kekal, pengantara Bapa dalam penciptaan. (Ibrani 1:2 ), tidak mengherankan jika tindakan-tindakan kuasa kreatif menandai kedatanganNya di dunia, dan kehidupanNya, dan ketika Dia meninggalkan dunia. Tidak mengherankan bahwa Dia, Penulis kehidupan, akan bangkit dari kematian …. Inkarnasi itu sendiri merupakan misteri tak terduga, tapi membuat semuanya masuk akal di Perjanjian Baru.”[17]

Kesimpulan Jika Yesus adalah Yahweh, maka pesan Kristen adalah Allah sendiri datang ke dunia, membiarkan orang meludahiNya, mengejekNya, dan memakuNya di kayu salib sebagai pengorbanan tertinggi bagi dosa-dosa kita. Keadilan sempurna Allah hanya bisa dipenuhi oleh Allah sendiri sebagai bayaran bagi dosa kita dan ketidak-benaran kita. Bukan malaikat atau mahluk ciptaan yang bisa memenuhinya. Tindakan pemberian perlindungan semacam itu memperlihatkan kasih luar biasa besar Bapa dan juga betapa bernilainya kita bagiNya. (Lihat “Kenapa Yesus?”) .

Dan inilah yang persis diajarkan oleh para rasul dan dengan tekun dikhotbahkan. Dalam kata-kata perpisahan dengan para tetua Efesus, Paulus mendorong mereka untuk “mengembalakan gereja Allah, yang sudah dibeliNya dengan darahNya sendiri. (Kisah Para Rasul 20:28). Paulus mengaungkan kembali nubuatan Nabi Zakharia ketika Allah (Yahweh) berkata: “Pada waktu itu TUHAN akan melindungi penduduk Yerusalem, …… dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedi seperti orang menangisi anak sulung.” (Zakharia 12:8a, 10b). Zakharia mengungkapkan yang ditikam di kayu salib bukan yang lain selain Allah sendiri. Jadi kita lihat Yesus Kristus menyatukan Perjanjian Lama dan Baru seperti instrumen musik berbeda yang berharmoni untuk menciptakan simfoni yang indah. Untuk itu, kalau Yesus itu bukan Allah maka KeKristenan kehilangan tema sentralnya. Tapi jika Yesus adalah Allah, semua doktrin utama Kristen cocok satu dengan yang lain seperti potongan-potongan teka-teki. Kreeft dan Tacelli menjelaskan,[18] •

“Jika Kristus adalah Tuhan, maka inkarnasi, atau ‘mendagingnya’ Allah, adalah peristiwa paling penting dalam sejarah. Itu titik balik sejarah. Itu mengubah segalanya.” •

“Jika Yesus adalah Allah, maka ketika Dia mati di kayu salib, Tidak ada peristiwa dalam sejarah yang lebih penting bagi setiap orang di bumi daripada kejadian itu.

“Jika Kristus adalah Allah, maka, karena Dia mahakuasa dan hadir sekarang ini, Dia bisa mengubah anda dan hidup anda sekarang juga dan bukan apapun atau siapapun bisa melakukannya.”

“Jika Kristus adalah Tuhan, Dia punya hak atas seluruh hidup kita, termasuk jiwa dan pikiran kita.” Para rasul menjadikan Yesus sebagai Tuhan bagi hidup mereka, menulis Dia sebagai Pencipta, dan menyembah Dia sebagai Yang Maha Tinggi. Para saksi mata sangat yakin bahwa Allah telah mengunjungi planet bumi dalam Manusia Yesus Kristus, yang akan kembali sebagai Raja diatas segala raja dan Tuhan diatas segala tuhan, juga jadi hakim kehidupan kekal kita. Dalam surat kepada Titus, Paulus mengungkap identitas Yesus dan tujuan Allah bagi hidup kita, “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus.” [19] (Titus 2:11-13 ).

Apa Yang Yesus Katakan Setelah Kita Mati?

Jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, maka Dia pasti tahu ada apa setelah kematian itu. Apa yang Yesus katakan mengenai arti kehidupan dan masa depan kita? Apakah ada banyak jalan ke ALLAH atau klaim hanya Yesus satu-satunya jalan? Baca permulaan jawaban dalam “Kenapa Yesus.” Bisakah Yesus Memberi Arti Pada Kehidupan? “Kenapa Yesus?” meneliti pertanyaan Yesus relevan atau tidak sekarang ini. Bisakah Yesus menjawab pertanyaan besar kehidupan, “Siapa saya!?” “Kenapa saya disini?” dan, “Kemana saya pergi?” Penutupan gereja-gereja dan penyaliban telah menuntun sebagian orang percaya Dia tidak bisa, dan Yesus telah meninggalkan kita untuk menghadapi dunia yang tidak bisa dikontrol.

Tapi Yesus telah membuat pernyataan mengenai kehidupan dan tujuan kita ada disini di dunia, yang perlu diteliti sebelum kita menyebutnya sebagai tidak peduli atau tidak mampu. Artikel ini meneliti misteri kenapa Yesus datang di dunia.

ENDNOTES
1. Will Durant, Caesar and Christ, vol 3 of The Story of Civilization (New York: Simon & Schuster, 1972), 563.
2. A. H. McNeile, Introduction to the New Testament (Oxford: Clarendon Press, 1955), 463, 464
3. The title Lord is freely used in both Testaments to refer to God and Jesus. In the Old Testament the Hebrew word for Lord was Adonai. In the Septuagint and the New Testament the word translated “Lord” is Kurios. Both Adonai and Kurios were used for God by the Jews.” Josh McDowell & Bart Larson, Jesus: A Biblical Defense of His Deity (San Bernardino: Here’s Life, 1983), 33.
4. Paul L. Maier, Ed, Eusebius, The Church History (Grand Rapids, MI: Kregel, 1999), 149.
5. Although most early Christians believed in Jesus’ divinity, the church didn’t clarify what that meant until the Council of Nicaea in 325 A. D., when the Roman emperor Constantine convened church leaders together to deal with Arius’s view that Jesus was a created being. However, after an intense debate over the meaning of the apostles’ words about Jesus in the New Testament, all but two of 318 church leaders reaffirmed the majority Christian belief that he is fully God, co-eternal, co-equal and with the Father and Holy Spirit (See “Mona Lisa’s Smirk”).
6. See “Jesus.doc” to discover the reliability of the New Testament
7. Martin writes, “Contrary to the translations of The Emphatic Diaglott and the New World Translation (of the Jehovah’s Witnesses) the Greek grammatical construction leaves no doubt whatsoever that this is the only possible rendering of the text….Jehovah’s Witnesses in their New World Translation Appendix 773-777 attempt to discredit the Greek text on this point, for they realize that if Jesus and Jehovah are “One” in nature their theology cannot stand….” Walter Martin, The Kingdom of the Cults (Minneapolis, Minn: Bethany, 1974), 75.
8. F. F. Bruce, The Deity of Christ (Manchester, England: Wright’s [Sandbach] Ltd., 1964
9. F. F. Bruce, “The ‘Christ Hymn’ of Colossians 1:15-20,” Bibliotheca Sacra (April-June 1984): 101.
10. D. Guthrie & J. A. Motyer, The New Bible Commentary: Revised (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1973), 1144.
11. Bruce, ‘Hymn’, 101-102.
12. Although the author of Hebrews is unknown, some scholars believe it was written by Paul.
13. The Amplified Bible, Zondervan
14. Kenneth S. Wuest, Word Studies in the Greek New Testament, Vol. II (Grand Rapids, MI:, Eerdmans, 1986), 41.
15. John Piper, The Pleasures of God (Sisters, OR: Multnomah, 2000), 33.
16. Norman Geisler & Peter Bocchino, Unshakable Foundations (Minneapolis, MN: Bethany House, 2001), 297.
17. J. I. Packer, Knowing God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press), 54.
18. Peter Kreeft & Ronald K. Tacelli, Handbook of Christian Apologetics (Downers Grove IL: InterVarsity Press, 1994), 152.
19. “The Granville Sharpe rule of Greek grammar states that when two nouns are join by kai (and) and the first noun has the article and the second does not, then the two nouns refer to the same thing, Hence, great God and Savior’ both refer to Christ Jesus.” (The Moody Handbook of Theology, p. 225).

Apakah Yesus mengklaim diriNya adalah Allah?

Sumber :http://y-jesus.org/indonesian/more/jcg-apakah-yesus-mengklaim-dirinya-adalah-allah/
Banyak orang bersedia menerima Yesus Kristus sebagai orang baik, atau nabi besar, tapi berpandangan bahwa Yesus tidak pernah mengklaim diriNya adalah Allah. Mereka yang menolak ke-Tuhan-an Yesus dengan merujuk pada ayat-ayat yang mendukung keyakinan mereka bahwa Yesus tidak pernah bermaksud disembah sebagai Allah. Kendati begitu, bukti-bukti mengindikasikan sejak jaman para rasul, Yesus sudah disembah sebagai Tuhan. Setelah para rasul meninggal, beberapa pemimpin gereja abad pertama dan kedua menulis mengenai ke-Tuhan-an Yesus. Akhirnya, tahun 325, para pemimpin gereja menegaskan keyakinan mereka bahwa Yesus sepenuhnya Allah.[1]
Sejumlah orang berargumentasi bahwa gereja “menciptakan” ke-Tuhan-an Yesus dengan menulis ulang injil. Baru-baru ini, novel fiksi paling laku sedunia, The Da Vinci Code berhasil terjual lebih dari 40 juta kopi dengan membuat klaim semacam itu. (Lihat “Apa ada Konspirasi Da Vinci ?”).
Meskipun buku itu telah membuat pengarangnya, Dan Brown, kaya raya, catatan fiksinya dijuluki oleh para ahli sebagai sejarah yang buruk. Kenyataannya, Perjanjian Baru telah dipandang sebagai “catatan yang paling handal dari semua dokumen historis kuno” (Lihat. “Apakah Injil itu benar?”).
Dalam artikel ini kita akan memeriksa apa yang dikatakan Yesus Kristus mengenai diriNya. Apa yang dimaksudkan Yesus dengan istilah “Anak Manusia” dan “Anak Allah?” Jika Yesus bukan Allah, kenapa para musuhNya menuduh dia telah “menghujat?” Lebih penting lagi, jika Yesus bukan Allah, kenapa Dia menerima penyembahan. Pertama-tama, kita lihat dengan singkat apa yang dipercaya orang Kristen terhadap Yesus Kristus. Dari Pencipta Jadi Tukang Kayu? Inti KeKristenan adalah keyakinan bahwa Allah datang ke Dunia secara Pribadi di dalam AnakNya. Alkitab mengajarkan Yesus bukanlah mahluk ciptaan seperti malaikat, tetapi Dia adalah Pencipta alam semesta. Sebagai teolog, J.I Packer menulis, “Injil mengatakan kepada kita bahwa Pencipta kita telah menjadi Penebus kita.”[2] Perjanjian Baru mengungkapkan, atas kehendak Bapa, Yesus untuk sementara mengesampingkan kuasa dan kemuliaanNya untuk menjadi bayi mungil tak berdaya. Setelah besar, Yesus bekerja di bengkel tukang kayu, mengalami rasa lapar, capai, menderita rasa sakit, dan kematian seperti kita. Kemudian pada usia 30 tahun, Dia memulai pelayananNya. Allah Yang Esa Alkitab mengungkap Allah adalah Pencipta alam semesta. Dia tak terbatas, kekal, maha kuasa, maha tahu, hadir sebagai pribadi, maha benar, maha kasih, maha adil, dan maha suci. Dia menciptakan kita menurut gambarNnya untuk menyembahNya. Menurut Alkitab, Allah membuat kita untuk selalu selama-lamanya berhubungan dengan Dia. Ketika Allah berbicara kepada Musa di semak berapi 1500 tahun sebelum Kristus, Dia menegaskan kembali bahwa Dia adalah Allah yang Esa. Allah mengatakan kepada Musa namaNya adalah Yahweh, (AKU). (Kebanyakan dari kita lebih biasa dengan terjemahan Inggris, Jehovah atau LORD (TUHAN)[3] Sejak saat itu, dasar dari ayat (Shema) Yudaisme adalah: “Dengarlah, hai orang Israel; TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” (Ulangan 6:4) Kedalam dunia yang punya keyakinan monoteisme inilah Yesus hadir, berkhotbah, dan mulai melontarkan klaim yang mengejutkan siapapun yang mendengarnya. Dan menurut Ray Stedman, Yesus adalah tema sentral ayat-ayat kitab suci Yahudi (Perjanjian Lama).
“Disini, dalam bentuk manusia hidup bernapas, adalah seseorang yang cocok dan memenuhi semua simbol dan nubuatan mulai dari Kitab Kejadian sampai Kitab Maleakhi. Ketika pindah dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru, kita temukan bahwa satu orang, Yesus dari Nazareth, adalah titik perhatian kedua Perjanjian.[4]
Namun jika Yesus adalah pemenuhan dari Perjanjian Lama, klaimNya harus mengkonfirmasi bahwa “Allah adalah Allah yang esa,” dimulai dari apa yang dikatakanNya mengenai diriNya. Mari kita lihat lebih jauh. Nama Kudus Dari Allah Ketika Yesus memulai pelayananNya, mujizat-mujizatNya dan pengajaran radikalNya langsung menarik sejumlah besar orang dan menciptakan hiruk-pikik kegembiraan. Ketika popularitasNya menyelimuti massa besar, para pemimpin Yahudi (Farisi, Saduki, dan Ahli Taurat) mulai melihat Yesus sebagai ancaman. Kemudian, mereka mulai mencari jalan untuk memerangkap Dia.

Satu hari, Yesus berdebat dengan beberapa orang Farisi di rumah ibadah, ketika mendadak Dia mengatakan kepada mereka bahwa Dia adalah “terang dunia.” Hampir aneh menggambarkan kejadian itu, ketika tukang kayu yang berkelana dari dataran rendah Galilea mengatakan kepada para ahli agama bahwa Dia adalah “terang dunia?” Karena keyakinan bahwa Yahweh adalah terang dunia, mereka langsung menjawab dengan marah: “Engkau bersaksi tentang diriMu, kesaksianMu tidak benar.” (Yohanes 8:13).

Kemudian Yesus mengatakan kepada mereka, 2.000 tahun lalu, Abraham telah melihat Dia. Mereka meresponnya dengan keraguan: “UmurMu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?” (Yohanes 8:57) Kemudian Yesus makin mengejutkan mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku ada.” (Yohanes 8:5) Tiba-tiba, tukang kayu tanpa gelar agama mengklaim diriNya kekal. Apalagi, Dia menggunakan titel AKU (ego eimi)[5], nama suci Allah untuk diriNya sendiri!

Para pakar religius, yang hidup dan bernapas dalam firman Perjanjian Lama, mendeklarasikan hanya Yahweh saja adalah Allah. Mereka tahu firman yang diutarakan melalui Yesaya: “Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari padaKu.” (Yesaya 43:11 ) Karena hukuman terhadap penghujatan adalah dilempari batu sampai mati, para pemimpin Yahudi dengan marah mengambail batu untuk membunuh Yesus. Mereka pikir Yesus telah menyebut diriNya sendiri, “Allah”. Pada saat itu, Yesus bisa saja mengatakan,”Tunggu dulu!” Kamu salah paham — saya bukan Yahweh.” Tetapi Yesus tidak mengubah pernyataannya, meski sedang menghadapi resiko terbunuh. Lewis menjelaskan kemarahan mereka: “Dia mengatakan …. Aku diperanakkan oleh Allah yang Esa, sebelum Abraham, Aku ada’, dan ingat apa kata “AKU” dalam bahasa Ibrani. Itu adalah nama Allah, yang tidak boleh diucapkan oleh setiap manusia, nama yang menyebabkan kematian bagi yang mengucapkannya.”[6]

Ada orang-orang yang berargumen ini hanyalah kejadian khusus (terisolasi) saja. Namun Yesus juga menggunakan “AKU” bagi diriNya pada beberapa kejadian lain. Mari kita lihat beberapa kejadian dan mencoba membayangkan reaksi kita ketika mendengar klaim radikal Yesus: “Aku terang dunia.” (Yohanes 8:12) “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup.” (Yohanes 14:6) “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”(Yohanes 14:6) “Akulah kebangkitan dan hidup” (Yohanes 11:25) “Akulah gembala yang baik (Yohanes 10:11) “Akulah pintu (Yohanes 10:9) “Akulah roti hidup” (Yohanes 6:51) “Akulah pokok anggur yang benar (Yohanes 15:1) “Akulah Alfa dan Omega” (Wahyu 1:7,8)

Ketika Lewis mengamati, jika semua klaim itu tidak berasal dari Allah sendiri, Yesus akan dianggap gila. Tapi apa yang membuat Yesus kredibel bagi mereka yang mendengarNya adalah mujizat kreatif yang dilakukanNya, dan otoritas pengajaran bijakNya. Anak Manusia Beberapa orang mengatakan Yesus tidak memaksudkan nama AKU berarti Dia adalah Allah. Mereka berargumentasi Yesus merujuk diriNya sendiri sebagai “Anak Manusia”, membuktikan bahwa Dia tidak mengklaim ke-Tuhan-an. Jadi dalam konteks apa gelar “Anak Manusia” itu, dan apa artinya?

Packer menulis tentang nama, “Anak Manusia” merujuk pada peran Yesus sebagai Raja Penyelamat, memenuhi nubuatan mesias dari Yesaya 53.[7] Yesaya 53 merupakan nubuatan tentang mesias paling lengkap dan jelas memperlihatkan Dia sebagai Penyelamat yang menderita. Yesaya juga merujuk Mesias sebagai “Allah Perkasa”, “Bapa yang kekal”, “Raja damai” (Yesaya 9:6). Sebagai tambahan, banyak pakar mengatakan Yesus merujuk diriNya sebagai pemenuhan nubuatan Daniel tentang “Anak Manusia”. Daniel bernubuat bahwa “anak manusia” akan diberi kuasa atas seluruh manusia dan menerima penyembahan: “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu dan ia dibawa ke hadapannya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya.”(Daniel 7:13, 14) Jadi siapa “anak manusia” dan kenapa dia disembah, padahal hanya Allah saja yang boleh disembah. Yesus mengatakan kepada murid-muridNya, pada saat Dia kembali ke Bumi, “Maka setiap orang akan melihat Anak Manusia datang bersama awan-awan dengan kuasa dan kemuliaan besar.” (Lukas 21:27). Apakah di sini Yesus menyatakan Dialah pemenuhan nubuatan Daniel? Anak Allah Yesus juga mengklaim sebagai, “Anak Allah.” Gelar ini tidak berarti Yesus adalah anak biologis Allah. Istilah “Anak” juga bukan berarti menyiratkan lebih rendah posisinya, seperti anak manusia yang pada dasarnya lebih rendah dihadapan ayahnya. Seorang anak juga mempunyai DNA ayahnya, dan kendati dia berbeda, mereka berdua manusia. Para ahli menjelaskan istilah “Anak Allah” dalam bahasa asli merujuk pada keserupaan, atau “dari unit yang sama”. Yesus memaksudkan itu bahwa Dia punya esensi ke-Tuhan-an, atau dalam istilah abad 21, “DNA Allah”. Professor Peter Kreeft menjelaskan, “Apa yang Yesus maksudkan ketika Dia menyebut diriNya Anak Allah?” Anak manusia adalah manusia. (Kedua istilah ‘anak’ dan ‘manusia’, sama artinya untuk laki-laki dan perempuan.) Anak monyet adalah monyet. Anak anjing adalah anjing. Anak hiu adalah hiu. Dan demikian juga Anak Allah adalah Allah. ‘Anak Allah’ adalah gelar ke-Tuhan-an”[8] Dalam Yohanes 17, Yesus berbicara tentang kemuliaan, yang dialami, Dia dan Bapa sebelum dunia dijadikan. Tapi dengan menyebut diri “Anak Allah”, apa Yesus mengklaim sama dengan Allah? Packer menjawab: Ketika Alkitab memproklamirkan Yesus sebagai Anak Allah, pernyataan itu berarti sebagai penegasan ke-Tuhan-anNya.[9] Jadi nama-nama yang Yesus pakai untuk diriNya menunjuk pada fakta bahwa Dia mengklaim kesamaan (kesetaraan) dengan Allah. Tapi apakah Yesus berbicara dan bertindak dengan otoritas Allah? Mengampuni Dosa Dalam agama Yahudi, mengampuni dosa hanya bisa dilakukan oleh Allah sendiri. Pengampunan selalu personal; seseorang tidak bisa memberi pengampunan atas nama orang yang menderita akibat kesalahan orang lain (haruslah yang menderita itu yang memberikan pengampunan) , terutama jika Orang itu itu adalah Allah. Namun pada beberapa peristiwa, Yesus bertindak seakan-akan Dialah Allah dengan mengampuni pendosa. Para pemimpin agama akhirnya meledak dengan kemarahan mendidih terhadap Yesus, ketika Dia mengampuni dosa orang yang lumpuh di hadapan mereka. “Mengapa orang ini berkata-kata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah sendiri?”(Markus 2:7) Lewis membayangkan reaksi kekagetan dari semua orang yang mendengar Yesus: “Kemudian tiba syok sebenarnya,” tulis Lewis, “Di antara orang Yahudi itu tiba-tiba ada orang yang berbicara seakan-akan Dia adalah Allah. Dia mengklaim mengampuni dosa. Dia mengatakan Dia selalu ada (kekal). Dia mengatakan Dia akan datang untuk menghakimi dunia pada akhir jaman (kiamat). Sekarang, mari kita memperjelas hal ini. Diantara penganut agama banyak allah (atau dewa-dewa), setiap orang mungkin bisa mengatakan dia adalah bagian dari Allah, atau orang yang bersama Allah ….. tapi orang ini, karena Dia Yahudi, tidak bisa berarti semacam bagian dari Allah. Allah, dalam bahasa mereka, berarti Mahluk diluar dunia, yang telah membuat dunia dan secara tak terhingga sangat berbeda dari segala sesuatu. Dan ketika anda memahami itu, anda akan lihat bahwa apa yang dikatakan orang itu, sederhananya, hal paling mengejutkan yang pernah diucapkan dari bibir manusia.”[10] Klaim Kesatuan Dengan Allah. Mereka yang mendengar Yesus, mengamati kesempurnaan moralNya, dan melihat Dia melakukan mujizat, akan berpikir apakah Dia adalah Mesias yang sudah lama dijanjikan. Akhirnya para penentangnya mengelilingi Dia di Bait Allah, bertanya, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Yesus menjawab, “pekerjaan-pekarjaan yang Kulakukan dalam nama BapaKu; itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku.” Dia membandingkan para pengikutnya dengan domba dan mengatakan, “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu.” Kemudian Dia mengungkapkan kepada mereka bahwa, “BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun,” dan tindakanNya atas perintah Bapa.Yesus sudah pasti menanggalkan kerendahan hatiNya. Tapi kemudian Yesus menjatuhkan bom, mengatakan kepada mereka (Johanes 10:25-30) “Bapa dan Aku adalah satu” Jika Yesus hanya bermaksud Dia setuju dengan Allah, maka tidak akan ada reaksi keras. Tapi , sekali lagi orang Yahudi mengambil batu untuk membunuhNya. Kata Yesus kepada mereka, “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” Jawab orang-orang Yahudi itu,” Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau memnghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.” (Johanes 10:32 – 33). Pada saat Yesus menyiapkan para muridNya menghadapi kematianNya di salib dan kenaikan (ke surga), Tomas ingin tahu kemana Dia pergi dan jalan menuju ke situ. Yesus menjawab Tomas: “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun bisa datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yohanes14:6) Jika engkau mengenal Aku, maka engkau telah mengenal BapaKu. Engkau sudah mengenal dan melihat Dia.” (Johanes 14:5-9) Mereka bingung. Filipus kemudian bertanya kepada Yesus untuk “memperlihatkan kepada kami Bapa.” Yesus menjawab Filipus dengan kalimat mengejutkan ini: “Telah sekian lama Aku bersama-sama denganmu Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa!” Dengan kata lain Yesus katakan, “Filipus jika kamu ingin melihat Bapa, lihatlah Aku!” Dalam Yohanes 17, Yesus mengungkapkan kesatuanNya dengan Bapa telah ada sejak semula, “sebelum dunia dijadikan”. Menurut Yesus, tidak pernah terjadi Dia tidak bersama-sama Allah dalam kemuliaan dan esensinya. Otoritas Allah Orang Yahudi selalau memandang Allah maha kuasa. Kekuasaan (otoritas) adalah istilah yang dikenal baik di Israel, yang sedang dijajah Romawi. Pada masa itu, perintah Kaisar bisa langsung mengirim pasukan ke medan perang, mengutuk atau menghukum penjahat, dan menetapkan hukum dan mengatur pemerintahan. Pada kenyataannya, kekuasaan Kaisar begitu besar sehingga dia sendiri mengklaim dirinya sama dengan Tuhan. Sebelum meninggalkan dunia, Yesus menjelaskan cakupan otoritasnya: “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” Apa yang dimaksudkan dengan Yesus telah “diberikan” kuasa? 
(Matius 28:18). Dalam kalimat menakjubkan ini, Yesus mengklaim mempunyai ke-maha kuasa-an bukan saja di dunia tapi juga di sorga. John Piper menjelaskan, “Inillah kenapa teman dan musuh Yesus kaget dan kaget lagi atas apa yang Dia katakan dan lakukan. Dia bisa berjalan di sebuah jalanan, terlihat sama seperti orang biasa lain, kemudian berbalik dan mengatakan sesuatu seperti, “Sebelum Abraham, Aku ada.” Atau, “Jika kamu melihat Aku, kamu sudah melihat Bapa.” Atau, dengan sangat tenang, setelah dituduh menghujat, dia akan mengatakan, “Anak Manusia punya kuasa di dunia untuk mengampuni dosa.” Kepada orang meninggal Dia mengatakan, “Keluar”, atau “Bangkitlah.” Dan mereka taat. Kepada badai di laut Dia akan mengatakan, “Tenang.” Dan kepada potongan roti Dia akan mengatakan, “Jadilah makanan untuk ribuan (orang)”. Dan itu langsung terjadi.[11] Beberapa mungkin berargumen karena kekuasaan datang dari BapaNya, tidak berarti Yesus itu Allah. Namun Allah tidak pernah memberikan kuasaNya untuk menciptakan mahluk yang akan disembah. Melakukan itu artinya melanggar Perintah Allah sendiri. Menerima Penyembahan Tidak ada lebih mendasar di agama Yahudi dari fakta bahwa hanya Allah yang disembah. Nyatanya, perintah pertama di Sepuluh Perintah adalah, “Jangan menyembah tuhan lain selain Aku.” (Keluaran 20:3 ) Jadi, dosa paling berat seorang Yahudi adalah menyembah mahluk lain selain Allah, atau menerima penyembahan. Jadi jika Yesus bukan Allah, maka akan jadi penghujatan untuk menerima penyembahan. Setelah kebangkitan Yesus, para murid menceritakan kepada Tomas bahwa mereka telah melihat Tuhan hidup (Johanes 20:24-29). Tomas tidak percaya dan mengatakan kepada mereka dia akan percaya jika dia sudah mecucukkan jarinya ke luka di tangan dan perut Yesus. Delapan hari kemudian, semua murid berkumpul di ruang yang terkunci, tiba-tiba Yesus hadir dihadapan mereka. Yesus melihat Tomas dan berkata kepadanya,” Taruh jarimu di sini dan lihat tanganKu. Taruh tanganmu di luka perutKu.” Tomas tidak memerlukan bukti lebih banyak lagi. Dia langsung percaya dan berseru kepada Yesus: “Tuhanku dan Allahku!” Tomas menyembah Yesus sebagai Allah! Jika Yesus bukan Allah, Dia pasti akan langsung memperingatkan Tomas. Tapi daripada memperingatkan Tomas karena menyembahNya sebagai Allah, Yesus malah memuji dia: “Kamu percaya karena telah melihatKu Diberkatilah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Yesus menerima penyembahan atas sembilan peristiwa. Dalam konteks keyakinan Yahudi, penerimaan Yesus atas penyembahan berbicara banyak atas klaim ke-Tuhan-anNya. Meskipun begitu, para murid belum mengerti sepenuhnya sampai Yesus naik ke surga. Sebelum Yesus terangkat, Dia mengatakan kepada para murid untuk “membaptiskan murid-murid baru dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Matius 28:19), menempatkan Roh Kudus dan diriNya pada tingkat yang sama dengan Bapa.[12] Alfa Dan Omega Ketika Rasul Yohanes dibuang ke Pulau Patmos, Yesus mengungkapkan visi-visi akhir jaman kepadanya. Dalam visi-visi itu, Yohanes menggambarkan kejadian menakjubkan ini: “Lihat! Dia datang dengan awan-awan dari surga. Dan setiap orang akan melihat Dia — bahkan dia yang menusuknya …. Aku Alfa dan Omega —- permulaan dan akhir, firman Tuhan Allah. ‘Aku yang pertama, yang selalu, dan akan datang, Yang Mahakuasa.” Jadi siapa Orang yang disebut “Alfa dan Omega,” “Tuhan Allah,” Yang Mahakuasa”? Kita diberitahukan Dialah yang di tusuk. Yang membuatnya jelas bahwa Alfa dan Omega adalah Yesus. Dia yang telah ditusuk (ditombak) di atas salib. Yohanes, yang paling dekat dengan Yesus dibandingkan para murid lain, melihat citra sebuah Pribadi berbicara dengan dia. Dia menulis, “…ada seorang serupa Anak Manusia …… Kepala dan rambutNya putih bagaikan bulu yang putih metah, Dan matanya bagaikan nyala api ….. dan wajahNya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.” (Wahyu 1:13, 14, 16b) Kita tidak bisa memahami emosi Yohanes ketika dia melihat satu Pribadi seperti matahari bersinar penuh kekuatan, dengan mata seperti jilatan api. Dia langsung jatuh seperti orang mati di depan Pribadi yang dia lihat. Jika (Pribadi) itu Yesus, kenapa Yohanes tidak mengenal Dia? Apa mungkin dia berpikir itu adalah malaikat? Mari kita dengar kata-kata Yohanes. “…tapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata, “Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir. dan Yang Hidup, Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya.” (Wahyu 1:17-18) Yang Esa berbicara kepada Yohanes dengan mengidentifikasi dirinya sebagai, “yang Pertama dan yang Akhir”, sebuah rujukan jelas akan keabadian. Dan karena hanya Allah yang abadi, ini pasti Allah. Namun pada kalimat yang sama dia mengatakan kepada Yohanes bahwa dia adalah “yang hidup yang pernah mati,” jadi, kita tahu hal ini bukanlah Allah Bapa karena Bapa tidak pernah menderita kematian seperti manusia. “Lalu aku melihat takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya . . . Ia yang duduk di atas takhta itu berkata, …… . . Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir……” (Wahyu 20:11; 21:5 – 6) Apakah Tuhan Yesus Kristus yang memerintah dari tahta putih besar. Yesus telah mengatakan kepada para murid bahwa Dia akan menjadi hakim manusia. Dia berjanji bagi siapa yang percaya kepadaNya akan selamat dari penghakiman dosa, tapi mereka yang menolak akan dihakimi. Kesimpulan Jadi apakah Yesus mengklaim diriNya Allah, atau Dia hanya salah mengerti saja. Mari kita lihat pada klaim Yesus lainnya dan bertanya, apakah Yesus akan membuat klaim seradikal itu jika Dia bukan Allah? Yesus menggunakan nama Allah untuk diriNya. Yesus menyebut diriNya “Anak Manusia”. Yesus menyebut diriNya “Anak Allah”. Yesus mengklaim mengampuni dosa. Yesus mengklaim ke-satu-an dengan Allah. Yesus mengklai seluruh kuasa. Yesus menerima penyembahan. Yesus menyebut diriNya “Alfa dan Omega”. Orang mungkin berkata, “bagaimana kita bisa mempercayai klaim Yesus? Bukti apa yang Dia tinggalkan?” Tiga hari setelah penyaliban Dia, murid-mudridNya mengklaim mereka melihat Dia hidup . Jika cerita mereka bohong, maka kebohongan akan terungkap setelah penguasa Romawi menyiksa mereka secara mengerikan, dengan cara-cara yang pernah diketahui manusia. Tapi keyakinan dan kejujuran mereka mengatasi Roma dan mengubah dunia kita (Lihat “Apa benar Yesus Bangkit dari kematian ?“). Lewis menjelaskan alasan-alasan keyakinan mereka, “Apa yang dibalik ruang dan waktu, apa yang belum diciptakan, abadi, menjadi alami, turun dari alamNya, dan naik kembali.”[13] Pakar brilian ini sebelumnya berpendapat Yesus hanyalah mitos, sama seperti allah-allah buatan manusia pada jaman Romawi dan Yunani kuno. Namun ketika dia mulai melihat bukti-bukti Yesus Kristus, dia menyadari bahwa catatan Perjanjian Baru tentang Yesus Kristus didasarkan pada fakta-fakta sejarah yang solid. Mantan kritikus ini menyimpulkan bukti-bukti investigasinya terhadap Yesus Kristus dengan pandangan, “Anda harus memiih: apakah orang ini adalah Anak Allah : atau orang gila atau yang lebih buruk lagi ….. Namun kita jangan dengan sembarangan menyebutNya sebagai guru besar kemanusiaan. Dia tidak membuka hal semacam itu kepada kita.”[14] Lewis menemukan bahwa hubungan personal dengan Yesus memberinya hidup penuh arti, tujuan, dan kebahagiaan yang melampaui semua impiannya. Dia tidak pernah menyesali pilihannya dan menjadi jurubicara terkemuka bagi Yesus Kristus. Bagaimana dengan anda? Apakah anda telah memilih ? “Apakah Para Rasul Percaya Yesus Adalah Allah?” Jika Yesus itu Allah, maka kita bisa berharap para pengikut terdekatNya memproklamirkan ke-Tuhan-anNya dalam testimoni tertulis mereka. KeKristenan mendasarkan keyakinannya dalam ke-Tuhan-an Yesus atas tulisan-tulisan mereka. KENAPA YESUS ? Banyak orang berpandangan Kristus menghendaki kita menjadi orang yang religius. Mereka berpikir Yesus datang untuk mengambil semua kesenangan hidup dan memberi kita aturan-aturan yang tidak mungkin dijalankan. Mereka bersedia menyebut Dia pemimpin besar dari masa lalu, tapi mengatakan Dia tidak relevan dengan kehidupan masa kini. Josh McDowell adalah mahasiswa yang diajarkan bahwa Yesus cuma salah satu pemimpin religius yang menetapkan aturan hidup yang tidak mungkin dijalankan. Jadi untuk McDowell, Yesus sama sekali tidak relevan dalam hidupnya. Kemudian sampai suatu hari, pada saat makan siang, seorang mahasiswi duduk di sebelah Mc Dowell dengan senyuman lebar. Merasa tertarik, dia bertanya kenapa mahasiswi tu begitu bahagia. Jawaban langsungnya adalah, “Yesus Kristus!” “Yesus Kristus? “, pikir McDowell, yang berbalik mengatakan: “Oh, demi Tuhan, jangan beri saya sampah itu! Saya muak dengan agama; saya muak dengan gereja; saya muak dengan Alkitab! Jangan beri saya sampah tentang agama!” Tapi tanpa terganggu rekan mahasiswi itu dengan tenang menjelaskan, “Tuan, saya tidak katakan agama, saya katakan Yesus Kristus.” McDowell terkejut. Dia tidak pernah memandang Yesus lebih dari sekedar tokoh agama, dan tidak ingin menjadi bagian dari kemunafikan religius. Namun perempuan Kristen yang gembira ini berbicara tentang Yesus sebagai seseorang yang membawa arti kehidupan kepadanya. Kristus mengklaim akan menjawab semua pertanyaan mendalam mengenai eksistensi kita. Pada satu saat, kita semua akan mempertanyakan apa arti kehidupan itu. Apakah Anda pernah melihat ke langit yang gelap gulita dan merenungkan siapa yang menaruh bintang-bintang itu di sana? Atau apakah Anda pernah melihat matahari terbenam dan berpikir tentang pertanyaan terbesar dalam hidup: “Siapa saya?” “Kenapa saya ada di sini?” “Kemana saya pergi setelah meninggal?” Meski para filsuf dan pemimpin agama lain menawarkan jawaban tentang arti kehidupan, hanya Yesus Kristus yang sudah membuktikan kredensial-Nya (apa yang dikatakanNya) dengan bangkit dari kematian. Skeptis seperti McDowell, yang pada awalnya mengejek kebangkitan Yesus, telah menemukan banyak bukti yang menyatakan, bahwa hal itu benar-benar terjadi. Yesus menawarkan hidup dalam arti yang sebenarnya. Dia mengatakan hidup lebih besar dari mengumpulkan harta, bersenang-senang, sukses dan berakhir di kuburan. Kendati begitu, masih banyak orang mencoba menemukan arti kehidupan dalam ketenaran dan kesuksesan, bahkan juga bintang-bintang terbesar… Madonna mencoba menjawab pertanyaan, “Kenapa saya di sini?” dengan menjadi seorang penyanyi terkenal (diva). Ia mengakui, “Bertahun-tahun lalu saya pernah berpikir bahwa ketenaran, kekayaan dan penerimaan publik akan memberikan kebahagiaan. Tapi suatu hari kamu akan bangun dan menyadari bukan itu. Saya masih merasa kurang. Saya ingin tahu arti kebenaran dan kebahagiaan sejati serta bagaimana saya menemukannya.”[1] Yang lain, Kurt Cobain sudah menyerah untuk menemukan arti kehidupan itu, Kurt Cobain seorang vokalis Nirvana, grup band grunge asal Seattle, merasa putus asa pada usia 27 tahun dan bunuh diri. Kartunis era Jazz, Ralp Barton, juga menemukan hidup tanpa arti dan meninggalkan pesan bunuh dirinya, “Saya punya beberapa kesukaran, banyak teman, sukses hebat; saya sudah berpindah dari satu istri ke istri yang lain, dari rumah ke rumah, mengunjungi negara-negara di dunia, tapi saya muak dengan upaya menemukan allah-allah untuk mengisi 24 jam sehari.”[2] Pascal, filsuf besar Perancis percaya kekosongan hati yang kita semua alami hanya bisa diisi oleh Allah. Dia mengatakan, “Allah membentuk ruang kosong di hati setiap orang yang hanya bisa diisi oleh Yesus Kristus”[3] Jika Pascal benar, maka kita akan berharap bahwa Yesus tidak hanya menjawab pertanyaan tentang identitas kita dan arti kehidupan, tapi juga memberi kita harapan akan kehidupan setelah kematian. Apakah ada arti kehidupan tanpa Allah? Tidak menurut ateis Bertrand Russell, yang menulis, “Sampai Anda berasumsi adanya allah, pertanyaan tujuan hidup itu tidak ada artinya.”[4] Dalam bukunya, Why I am not a Christian (Kenapa saya bukan orang Kristen), Russell membantah semua yang Yesus katakan mengenai arti kehidupan, termasuk janjiNya akan kehidupan kekal. Tapi jika Yesus benar-benar mengalahkan kematian seperti klaim para saksi mata, (Lihat “Did Jesus Rise from the Dead?”) maka Dia sendiri yang akan memberitahu kami semua tentang hidup dan menjawab, “Kemana saya pergi?” Memahami kata-kata Yesus mengenai kehidupan dan kematian dapat membentuk identitas kita, memberi kita makna dalam hidup dan memberikan harapan untuk masa depan. Oleh karena itu kita perlu memahami apa yang dikatakan tentang Tuhan, tentang kami dan tentang diriNya sendiri. Apa yang Yesus katakan tentang Allah? Allah Itu Relasional Banyak orang berpendapa,t Allah hanya sebagai sebuah kekuatan, bukan satu pribadi, yang bisa kita kenal dan bergaul denganNya. Allah yang disebutkan Yesus bukanlah kekuatan impersonal di Star Wars, yang kebaikannya bisa diukur dalam voltase. Dia juga bukan sosok besar menakutkan di angkasa, yang senang membuat hidup kita sengsara. Sebaliknya, Allah itu relasional seperti kita, tapi lebih dalam lagi. Dia berpikir, Dia mendengar, dan Dia berkomunikasi dalam bahasa yang kita pahami. Yesus menjelaskan kepada kita dan memperlihatkan Allah itu seperti apa. Menurut Yesus, Allah tahu setiap kita dengan sangat baik dan personal, dan terus memikirkan kita. Allah Itu Kasih Dan Yesus mengatakan kepada kita, Allah itu kasih. Yesus mendemonstrasikan kasih Allah kemanapun Dia pergi, seperti ketika Dia menyembuhkan orang sakit, serta menolong yang disakiti dan miskin. Kasih Allah sangat berbeda secara radikal dengan (kasih) kita, karena tidak berdasarkan ketertarikan atau penampilan. Kasih (Allah) itu secara total mengorbankan diri dan tidak mementingkan diri. Yesus membandingkan kasih Allah dengan kasih bapa/ayah yang sempurna. Ayah yang baik menghendaki yang terbaik untuk anak-anaknya, berkorban untuk mereka, dan memberikan kebutuhan mereka. Tapi untuk kepentingan terbaik mereka, dia juga mendisiplinkan mereka. Yesus mengilustrasikan hati kasih Allah dengan cerita tentang seorang anak, yang memberontak dan menolak nasehat ayahnya mengenai yang terpenting dalam kehidupan. Kesombongan dan keinginan diri membuat, anak itu berhenti bekerja dan “hidup semaunya”. Daripada menunggu sampai ayahnya membagi warisan, dia mulai memaksa ayahnya untuk memberikan warisan itu kepadanya. Dalam cerita Yesus, ayahnya memberi permintaan anaknya. Tapi keadaan buruk menimpa anaknya. Setelah menghabiskan uang untuk bersenang-senang, anak pemberontak itu terpaksa bekerja di peternakan babi. Ketika dia begitu lapar makanan babi pun terlihat enak (diceritakan dia memakan makanan babi). Putus asa dan tidak yakin ayahnya akan menerimanya kembali, dia membereskan tasnya dan pulang ke rumah. Yesus menceritakaan kepada kita bukan saja sang ayah menyambutnya, tapi dia lari memeluknya. Dan kemudian secara radikal total dalam kasihnya, sang ayah menyelenggarakan pesta besar untuk merayakan kembalinya si anak. Ini sangat menarik. Kendati ayahnya sangat mengasihi putranya, dia tidak mengejarnya. Dia membiarkan sang anak yang dikasihinya, merasakan kesakitan dan penderitaan karena konsekuensi pilihan pemberontakannya. Dengan cara yang sama, ayat-ayat Alkitab mengajarkan kasih Allah tidak pernah mengkompromikan tentang apa yang terbaik untuk kita. Kasih itu akan membiarkan kita menderita atas pilihan-pilihan salah kita. Yesus juga mengajarkan Allah tidak akan pernah mengkompromikan karakterNya. Karakter adalah siapa kita adanya. Itu adalah esensi kita, dimana pikiran-pikiran dan tindakan kita berasal. Jadi seperti apa Allah — esensinya? Allah Itu Suci Disepanjang Alkitab (hampir 600 kali), Allah disebut sebagai “suci”. Suci artinya karakter Allah secara moral murni dan sempurna dalam semua jalanNya. Sempurna. Ini berarti Dia tidak pernah mempunyai pikiran tidak murni atau inkonsisten dengan kesempurnaan eksistensi moralNya. Karena itu, kesucian Allah berarti Dia tidak bisa hadir jika ada kejahatan. Karena kejahatan bertentangan dengan keberadaan Allah, Dia membencinya. Itu seperti polusi bagiNya. Tapi jika Allah itu Suci dan menolak kejahatan, kenapa Dia tidak membuat karakter kita seperti Dia? Kenapa ada yang melecehkan anak-anak, pembunuh, pemerkosa, dan penyesat? Dan kenapa kita terus berjuang dengan pilihan-pilihan moral kita sendiri? Hal ini membawa kita lebih lanjut pada pencarian kita akan arti (kehidupan). Apa yang Yesus katakan mengenai diri kita? Apa yang Yesus katakan tentang Allah? Diciptakan Untuk Berhubungan Dengan Allah Jika Anda membaca seluruh Perjanjian Baru, Anda akan menemukan bahwa Yesus terus-menerus berbicara tentang nilai yang tinggi (berharga) diri kita bagi Allah, mengatakan kepada kita bahwa Allah menciptakan kita untuk jadi anakNya. Bintang rock band Irlandia, U2, Bono menegaskan dalam sebuah wawancara,” Konsep mengejutkan bahwa Allah pencipta alam semesta mungkin mencari teman dan hubungan sungguh-sungguh dengan manusia….”[5] Dengan kata lain, sebelum alam semesta diciptakan, Allah berencana untuk mengadopsi kita menjadi keluargaNya. Tidak hanya itu, tapi Dia merencanakan warisan luar biasa bagi kita. Seperti ayah pada inti cerita Yesus, Allah ingin melimpahkan kita sebuah warisan berkat, yang tidak terbayangkan, dan hak istimewa. Di mata-Nya, kita spesial (khusus). Kebebasan Memilih Dalam sebuah film, Stepford Wives, dalam kondisi lemah dan terbaring, orang serakah dan pembunuh ini telah menciptakan robot-robot penurut dan patuh untuk menggantikan istri-istri mereka yang bebas, dan mereka nilai sebagai ancaman. Kendati laki-laki diharapkan mencintai istri-istri mereka, mereka menggantikannya dengan mainan untuk memaksakan kepatuhan. Allah bisa membuat kita seperti itu – manusia robot (iPeople) – diprogram untuk mengasihi dan mematuhi Dia, program puji-pujian dimasukkan kepada kita seperti “screensaver”. Tapi akibatnya, kasih terpaksa itu tidak ada artinya. Allah ingin kita mengasihi Dia dengan bebas. Dalam hubungan sebenarnya, kita ingin seseorang mencintai kita apa adanya, bukan karena paksaan. Andaikan ada seorang raja yang mencintai pelayan sederhananya. Raja itu tidak seperti raja-raja lain. Semua pejabat negara gemetar dihadapan kuasanya ….. dan tetap saja raja, yang sangat kuat ini, meleleh karena cinta terhadap pelayan sederhana itu. Bagaimana dia menyatakan cintanya kepada pelayan itu? Dalam cara yang tidak biasa, dia terikat oleh “wibawa raja”. Jika dia membawanya ke istana dan memahkotai dia dengan permata … dia pasti tidak akan menolak – tidak seorangpun berani menolak dia. Tapi apakakh pelayan itu mencintainya? Tentu saja dia akan mengatakan dia mencintainya, tapi apakah sungguh-sungguh?[6] Anda lihat masalahnya. Ini masalah yang lebih sederhana: bagaimana Anda putus dengan pacar yang sudah tahu segalanya? (“Ini tidak berhasil buat kita, tapi saya rasa kamu sudah tahu.”) Namun untuk memungkinkan saling mencintai, Allah menciptakan manusia dengan kapasitas unik: kehendak bebas. Pemberontakan Melawan Hukum Moral Allah C.S. Lewis menjelaskan meski kit secara internal diprogram dengan keinginan untuk mengetahui Allah, kita memberontak atas itu sejak saat kita lahir.[7] Lewis juga memulai penelitiannya dengan motifnya sendiri, dimana dia menemukan bahwa secara insting dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Lewis heran darimana berasal perasaan salah dan benar ini. Kita semua mengalami rasa salah dan benar. Ketika kita membaca Hitler membunuh enam juta orang Yahudi, atau seorang pahlawan mengorbankan nyawanya untuk orang lain. Kita, secara insting, tahu bahwa salah untuk berbohong dan curang. Rasa pengakuan inilah, telah diprogram dalam hati kita dengan hukum moral, yang membuat seorang mantan ateis mencapai kesimpulan pasti ada “pemberi hukum” moral. Sebenarnya, menurut Yesus dan Alkitab, Allah telah memberi kita hukum moral untuk dipatuhi.. Dan bukan hanya menolak berhubungan dengan Allah, kita juga telah melanggar hukum-hukum moral yang telah ditetapkan Allah. Sebagian besar dari kita mengetahui Sepuluh Perintah Allah: “Jangan berbohong, mencuri, membunuh, berzinah, dan seterusnya.” Yesus menyimpulkannya dengan mengatakan kita harus mengasihi Allah dengan seluruh jiwa kita dan sesama manusia seperti diri kita sendiri. Dosa, karena itu, tidak hanya melakukan kesalahan ketika kita melanggar hukum, tapi juga kegagalan kita melakukan apa yang benar. Allah membuat alam semesta dengan hukum-hukum yang mengatur segalanya. Hukum-hukum ini tidak bisa dihindarkan dan tidak berubah. Ketika Einstein menemukan formula E=MC2. dia membuka misteri energi nuklir. Campur bahan-bahan yang tepat dengan kondisi tertentu dan tenaga sangat besar akan terlepaskan. Alkitab mengatakan kepada kita hukum moral Allah tidak berubah karena keluar dari esensi karakter-Nya. Sejak laki-laki dan perempuan pertama, kita telah melanggar hukum-hukum Allah, kendati hukum ada demi kebaikan kita. Dan kita telah gagal melakukan apa yang benar. Kita mendapat warisan kondisi ini dari manusia pertama, Adam. Alkitab menyebut ini sebagai ketidakpatuhan, dosa, yang berarti “tidak kena sasaran”, seperti seorang pemanah yang gagal mengenai sasarannya. Jadi dosa kita telah mematahkan hubungan yang sudah dikehendaki Allah dengan kita. Memakai ilustrasi pemanah sebagai contoh, kita telah gagal mengenai sasaran yang sebenarnya merupakan tujuan penciptaan kita. Dosa menyebabkan pemutusan semua hubungan: manusia dengan lingkungannya (keterasingan), individu-individu saling terpecah (rasa salah dan malu), masyrakat terputus hubungan dari masyarakat lain (perang, pembunuhan), dan manusia terputus dari Allah (kematian spiritual). Seperti mata rantai, sekali satu mata rantai putus antara Allah dengan manusia, seluruh hubungan jadi tidak menyambung lagi. Dan kita sudah putus. Seperti disimpulkan Kayne West, “saya tidak berpikir bahwa saya tidak bisa melakukan apapun untuk membenarkan kesalahan saya….. saya ingin berbicara dengan Allah. Tapi saya takut karena kita sudah lama tidak saling berbicara.” Pernyataan ini diambil dari lirik lagu West yang berbicara mengenai perpisahan yang dibawa oleh dosa dalam kehidupan kita. Dan menurut Alkitab, perpisahan ini lebih dari sekedar lirik di sebuah lagi rap. Itu punya konsekuensi mematikan. Dosa Kita Telah Memisahkan Kita Dari Kasih Allah Pemberontakan kita (dosa) telah menciptakan tembok pemisah antara kita dengan Allah (lihat Yesaya 59:2). Dalam ayat Alkitab, “perpisahan” berarti kematian spiritual. Dan kematian spiritual berarti terpisah sepenuhnya dari cahaya dan kehidupan Allah. “Tapi tunggu dulu,” mungkin ini yang Anda katakan. “Bukankah Allah tahu semua sebelum Dia menciptakan kita? Kenapa Dia tidak melihat bahwa rencanaNya sudah gagal total?” Tentu saja, Allah maha tahu akan menyadari bahwa kita akan memberontak dan berdosa. Kenyatannya, kegagalan kita membuat rencanaNya jadi sangat mengejutkan. Hal ini membawa kita pada alasan Allah datang ke bumi dalam bentuk manusia. Dan bahkan lebih menakjubkan —- alasan yang harus dicatat karena kematiannya. Apa yang Yesus katakan tentang Allah? Solusi Sempurna Allah Selama tiga tahun kehidupan pelayanan-Nya, Yesus mengajarkan kita bagaimana untuk hidup dan melakukan banyak mukjizat, bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal. Tapi Dia menyatakan misi utamanya adalah menyelamatkan kita dari dosa kita. Yesus memproklamirkan Dia adalah Mesias yang sudah dijanjikan dan akan mengangkat beban kesalahan kita. Nabi Yesaya telah menulis mengenai Mesias 700 tahun sebelumnya dan memberi kita beberapa tanda atas identitasnya. Namun tanda yang paling sukar dipahami adalah. Mesias adalah manusia sekaligus Allah!. ” Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, …. dan namanya disebut orang: Penasehat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja damai.” (Yesaya 9:5) Penulis Ray Stedman menuliskan janji Allah atas Mesias,”Sejak permulaan Perjanjian Lama, ada pengharapan yang digambarkan seperti suara langkah kaki yang mendekat: seseorang datang!…. Harapan itu meningkat sepanjang catatan nabi ke nabi yang memproklamirkan tanda-tanda menjanjikan: ada yang datang!”[8] Para nabi telah menyatakan Mesias akan jadi korban dosa sempurna bagi Allah, untuk memuaskan keadilan-Nya. Manusia sempurna ini akan memenuhi kualifikasi untuk mati bagi kita. (Yesaya 53:6) Menurut para penulis Perjanjian Baru, satu-satunya alasan Yesus pantas mati untuk kita adalah karena sebagai Allah, Dia menjalani hidup sempurna secara moral dan tidak berdosa. Sukar untuk mengerti bagaimana kematian Yesus itu menebus dosa-dosa kita. Mungkin analogi yudisial akan memperjelas bagaimana Yesus menyelesaikan dilema, Allah, yang sempurna kasih-Nya dan keadilan-Nya. Bayangkan Anda memasuki ruang sidang, bersalah karena pembunuhan (Anda punya isu serius disini) Ketika Anda mendekati meja, Anda menyadari bahwa hakim itu ayah Anda. Karena tahu dia mengasihi Anda, Anda langsung mulai memohon,”Pak, bebaskan saya!” Dia menjawab,”Aku mengasihimu, nak, tapi saya hakim. Saya tidak bisa membebaskanmu begitu saja.” Akhirnya, dia mengetuk palu dan menyatakan Anda bersalah. Keadilan tidak bisa dikompromikan, paling tidak oleh seorang hakim. Tapi karena dia mengasihi Anda, dia turun dari kursi, membuka jubahnya, dan menawarkan diri untuk membayar denda untuk Anda. Pada kenyataannya, dia menggantikan Anda di kursi listrik. Inilah gambar yang dilukis di Perjanjian Baru. Allah turun memasuki sejarah manusia, dalam bentuk manusia Yesus Kristus dan duduk di kursi listrik (baca: salib) menggantikan kita, untuk kita. Yesus bukanlah pihak ketiga kambing hitam, mengambil dosa kita, tapi Dia adalah Allah sendiri. Lebih jelas lagi, Allah punya dua pilihan: menghakimi dosa kita atau mengambil alih hukuman itu kepada diri-Nya sendiri. Dalam Kristus, Dia memilih yang terakhir. Meski Bono U2 tidak berkehendak jadi teolog, dia secara akurat mengatakan alasan kematian Yesus, “Maksud kematian Kristus adalah Kristus mengambil dosa-dosa dunia, sehingga apa yang kita lakukan tidak kembali lagi kepada kita, dan sifat dosa kita tidak menghasilkan kematian. Inilah alasan utamanya. Hal ini seharusnya membuat kita rendah hati. Bukan perbuatan baik yang membuat kita bisa melewati gerbang surga”[9] Dan Yesus menegaskan hanya Dia satu-satunya, yang bisa membawa kita kepada Allah. Dikatakan, “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak seorangpun bisa datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes14:6) Tapi banyak yang berargumentasi klaim Yesus bahwa Dia adalah satu-satunya jalan kepada Allah itu terlalu sempit. Disebutkan ada banyak jalan menuju Allah. Mereka yang percaya bahwa semua agama sama, menolak bahwa kita punya masalah dosa. Mereka tidak menerima perkataan Yesus dengan serius. Mereka mengatakan kasih Allah akan menerima kita semua, apapun yang sudah kita buat. Mungkin Hitler pantas diadili, menurut pandangan mereka, tapi bukan mereka atau yang lain yang “hidup layak”. Ini sama saja mengatakan Allah memberikan nilai, dan semua yang dapat D- atau lebih baik akan masuk (surga). Tapi ini menelurkan dilema. Seperti sudah kita lihat, dosa bertentangan dengan karakter suci Allah. Jadi kita telah menghina (menyinggung) Pencipta kita, yang telah mengasihi kita sampai mengorbankan Anak-Nya bagi kita. Pemberontakan kita sama seperti meludahi muka-Nya.Kebaikan, agama, meditasi, atau karma tibak bisa membayar hutang dosa kita yang telah terjadi. Menurut teolog R. C. Sproul, hanya Yesus sendiri satu-satunya yang mampu membayar hutang itu. Dia menulis, “Musa jadi perantara hukum; Muhammad bisa mengangkat pedang; Buddha bisa memberikan konsultasi personal; Konfusius menawarkan kalimat-kalimat kebajikan; tapi tidak satupun orang ini punya kualifikasi untuk jadi penebus dosa dunia. Hanya Kristus satu-satunya yang pantas mendapat pujian dan pelayanan tidak terbatas.”[10] Pemberian Yang Tidak Semestinya Istilah Alkitab untuk menggambarkan pengampunan gratis Allah melalui pengorbanan kematian Yesus adalah anugerah. Diampuni dan menyelamatkan kita dari apa yang seharusnya kita terima, anugerah dari Allah, memberi kita apa yang seharusnya tidak pantas kita terima. Mari kita tinjau sebentar apa yang Kristus telah lakukan terhadap kita yang tidak bisa kita sendiri lakukan: Allah mengasihi kita dan menciptakan kita untuk berhubungan denganNya.[11] Kita diberi kebebasan untuk menerima atau menolak hubungan itu.[12] Dosa dan pemberontakan kita terhadap Allah dan hukum-Nya telah menciptakan tembok pemisah antara kita dengan Dia.[13] Meski kita pantas dihukum selama-lamanya, Allah telah membayar lunas hutang kita dengan kematian Yesus yang menggantikan kita. Hal ini memungkinkan kita hidup selama-lamanya bersama Dia.[14] Bono memberi kita perspektifnya atas anugerah. “Anugerah melampaui akal dan logika. Kasih menginterupsi, jika Anda suka istilah ini, konsekuensi tindakan Anda, Dalam kasus saya ini benar-benar berita baik, karena saya melakukan banyak hal-hal bodoh… Saya akan mendapat masalah besar jika karma pada akhirnya jadi hakim saya…. itu tidak memaafkan kesalahan-kesalahan saya, tapi saya berpegang pada anugerah. Saya memegang (janji) bahwa Yesus menanggung dosa saya di Kayu Salib, karena saya tahu siapa saya, dan saya berharap saya tidak harus bergantung pada ke-religius-an saya sendiri.”[15] Sekarang kita punya gambaran rencana Allah selama ini. Tapi masih ada satu hal yang belum lengkap. Menurut Yesus dan para penulis Perjanjian Baru, setiap dari kita, secara individu, harus menjawab pemberian cuma-cuma yang ditawarkan Yesus kepada kita. Dia tidak akan memaksa kita menerimanya Anda Sendiri Memilih Akhirnya Kita terus membuat pilihan-pilihan …… apa yang akan dipakai, apa yang akan dimakan, karir, pasangan perkawinan, dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi pada hubungan dengan Allah. Penulis Ravi Zacharias menulis, “Pesan Yesus mengungkap bahwa setiap orang yang datang untuk mencari Allah bukan karena kebajikan kelahiran, tetapi oleh kesadaran pilihan untuk mempersilahkan Dia masuk dan hukum-hukum-Nya mengatur hidupnya.”[16] Pilihan-pilihan kita sering dipengaruhi orang lain. Namun dalam beberapa hal, kita diberi nasihat yang salah. Pada 11 September 2001, enam ratus orang tak bersalah pecaya pada nasihat yang salah, dan menderita konsekuensinya. Kisah nyatanya seperti ini. Seseorang yang sedang ada di lantai 92 tower selatan World Trade Center, baru saja mendengar sebuah jet menabrak tower utara. Kaget karena ledakan, dia menelepon polisi dan meminta instruksi apa yang harus diperbuat. “Kita perlu tahu apakah kita harus keluar dari sini, karena kita tahu ada ledakan,” tanyanya di saluran darurat. Suara di ujung lainnya menasihati dia untuk tidak keluar gedung. “Saya akan menunggu sampai ada pemberitahuan berikutnya.” “Baiklah, ” sang penelepon menjawab. “Jangan keluar gedung.” Kemudian dia menutup telepon itu. Beberapa saat setelah pukul 09.00, sebuah jet lain menabrak lantai 80 di tower selatan. Hampir enam ratus orang di lantai atas tower selatan meninggal. Kegagalan evakuasi dari gedung merupakan salah satu tragedi terbesar hari itu.[17] Ke 600 orang tewas karena mereka menggantungkan diri pada informasi yang salah, walaupun diberikan oleh orang yang mencoba menolong. Tragedi tidak akan terjadi jika ke 600 korban diberi informasi yang benar. Kesadaran pilihan kita terhadap Yesus sangatlah jauh lebih penting daripada menghadapi korban-korban 9/11 yang salah informasi. Taruhannya keabadian. Kita bisa memilih satu dari tiga respon berbeda. Kita bisa tidak memperdulikan Dia kita bisa menolak Dia atau, kita bisa menerima Dia. Alasan kenapa banyak orang hidup dengan tidak mempedulikan Allah adalah mereka terlalu sibuk mendesakkan agendanya sendiri. Chuck Colson seperti itu. Pada usia 39 tahun, Colson menempati kantor disebelah kantor presiden Amerika Serikat. Dia adalah “orang tangguh” Gedung Putih era Nixon, “pembunuh bayaran” yang akan mengambil keputusan-keputusan sulit. Pada tahun 1972, skandal Watergate menghancurkan reputasinya dan dunianya terpecah-belah. Setelah itu dia menulis: “Saya hanya memikirkan diri sendiri. Saya melakukan ini dan itu, saya mencapai tujuan, saya sukses dan saya tidak memberi Allah kehormatan (atas semua keberhasilan itu), tidak pernah berterima kasih kepada-Nya atas pemberian Dia kepada saya. Saya tidak pernah berpikir ada pribadi “tak terhitung superioritasnya” dibandingkan saya, atau jika penah berpikir tentang ke-maha kuasa-an Allah, saya tidak menghubungkannya dengan kehidupan saya.”[18] Banyak orang sama dengan Colson. Sudah terperangkap dalam kecepatan kehidupan dan hanya punya sedikit atau tidak ada waktu untuk Allah. Kendati begitu, tidak mempedulikan tawaran anugerah Allah akan pengampunan punya konsekuensi mengerikan. Hutang dosa kita tetap tidak terbayar. Dalam kasus-kasus kriminal, hanya sedikit sekali yang memperoleh pengampunan penuh (pembebasan). George Burdick, 1915, editor kota New York Tribune, melakukan pelanggaran hukum. President Woodrow Wilson mengumumkan pengampunan penuh terhadap Burdick atas semua kesalahan “diperbuat atau mungkin diperbuatnya”. Yang membuat kasus Burdick bersejarah adalah dia menolak pengampunan itu. Keputusannya membuat kasusnya masuk ke Makamah Agung, yang akhirnya mendukung dan Burdick, menyatakan pengampunan presiden tidak bisa dipaksakan kepada siapapun. Ketika menolak pengampunan penuh Kristus, orang-orang memberi berbagai alasan. Banyak yang mengatakan kurang bukti, Bertrand Russell dan skeptis lain tidak cukup tertarik untuk sungguh-sungguh melakukan investigasi. Yang lainnya menolak melihat lebih jauh karena beberapa orang Kristen munafik yang mereka kenal. Merekamenunjuk orang-orang tersebut menampilkan perilaku tidak berbelas kasihan. Selebihnya menyebutkan inkonsisten sebagai alasan. Dan lainnya masih tetap menolak Kristus karena mereka menyalahkan Allah atas pengalaman sedih atau tragis yang mereka derita. Namun, Zacharias, yang berdebat dengan banyak intelektual di ratusan universitas, percaya, bahwa alasan utama kebanyakan orang menolak Allah adalah moral. Dia menulis: “Seseorang menolak Allah bukan karena tuntutan intelektual, juga bukan karena kelangkaan bukti. Seseorang menolak Allah karena perlawanan moral menolak mengakui kebutuhannya akan Allah.[19] Keinginan kebebasan moral telah menjauhkan C.S. Lewis dari Allah disebagian besar masa kemahasiswaannya. Setelah pencarian akan kebenaran membawanya kepada Allah, Lewis menjelaskan bagaimana menerima Kristus melibatkan lebih dari persetujuan intelektual atas fakta-fakta. Dia menulis: “Orang yang jatuh bukanlah hanya karena mahluk tidak sempurna yang membutuhkan perbaikan: dia pemberontak yang harus menyerahkan senjatanya. Menyerahkan senjata, menyerah, mengatakan Anda minta ampun, menyadari bahwa Anda berada pada jalan yang salah dan siap memulai hidup baru lagi…. itulah yang disebut orang Kristen sebagai lahir baru.”[20] Lahir baru adalah kata yang berarti cara berpikir yang secara dramatis berbalik arah.. Itulah yang terjadi terhadap mantan “pembunuh bayaran” Nixon. Setelah Watergate terbuka, Colson mulai memikirkan tentang hidup secara berbeda. Merasa dia tidak punya tujuan (tidak tahu apa yang harus dilakukan), dia mulai membaca buku “Kekristenan Biasa” (Mere Christianity), ditulis oleh Lewis, yang diberikan seorang teman kepadanya. Dilatih sebagai pengacara, Colson mengambil buku tulis dan menuliskan semua argumen-argumen Lewis. Colson mengingat: “Saya tahu waktunya sudah tiba bagi saya. . Apakah saya akan menerima Yesus Kristus tanpa syarat sebagai Tuhan aas hidup saya. Itu seperti sebuah gerbang untuk saya? Tidak ada jalan untuk melangkah memutarinya. Saya masuk atau saya tetap diluar. Satu ‘mungkin’ atau ‘saya butuh tambahan waktu’ sama dengan memperolok diri sendiri.” Setelah pergulatan di dalam hati, mantan pembantu presiden Amerika Serikat ini akhirnya menyadari Yesus Kristus pantas memperoleh kesetiaan total darinya. Dia menulis: “Kemudian, pada Jumat pagi, ketika saya duduk sendirian melihat ke laut yang saya cintai, kalimat yang saya tidak pasti bisa saya pahami atau katakan meluncur begitu saja dari bibir saya, “Tuhan Yesus, saya percaya Engkau”. Saya terima Engkau. Mohon masuklah dalam hidup saya. Saya berkomitmen kepada-Mu.”[21] Colson menemukan bahwa pertanyaannya, “Siapa saya?” “Kenapa saya ada di sini?” dan “Kemana saya pergi?” Semua terjawab dalam hubungan personal dengan Yesus Kristus. Rasul Paulus menulis, “Aku katakan “di dalam Kristus”, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan.” (Efesus 1:11 ) Ketika kita memasuki hubungan personal dengan Yesus Kristus, Dia mengisi kekosongan dalam hati kita, memberi kita kedamaian, dan memuaskan keinginan kita akan arti kehidupan dan harapan. Dan kita tidak lagi membutuhkan stimultan sementara untuk mengisi kita. Ketika Dia masuk kedalam kita, Dia juga memuaskan keinginan paling dalam dan kebutuhan akan kasih dan kedamaian sejati. Dan hal paling menakjubkan adalah Allah sendiri datang sebagai manusia untuk membayar seluruh hutang kita. Karena itu, kita tidak lagi ditindas hukuman dosa. Paulus menulisnya dengan jelas kepada jemaat Roma, ketika ditulisnya, “Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematianNya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Kolose 1:21b-22a). Jadi Allah melakukan apa yang tidak mampu kita lakukan sendiri. Kita dibebaskan dari dosa oleh pengorbanan Yesus sampai mati. Ini seperti pembunuh massal datang kepada hakim dan diberikan pengampunan penuh dan menyeluruh. Dia tidak pantas menerima pengampunan itu, dan juga kita. Pemberian kehidupan abadi Allah sepenuhnya gratis —- dan dibagi-bagikan (kepada siapapun yang mau). Tapi meski pengampunan ditawarkan kepada kita, tetap tergantung kepada kita untuk menerimanya (atau tidak). Pilihan ada pada Anda. Apakah Anda ada pada titik dalam hidup dimana Anda akan menerima tawaran gratis Allah? Mungkin seperti Madonna, Bono, Lewis, dan Colson, hidup Anda juga kosong. Tidak satupun yang telah Anda coba bisa memuaskan kekosongan (jiwa) yang Anda rasakan. Allah bisa mengisi kekosongan itu dan mengubah Anda dalam sekejab. Dia telah menciptakan Anda agar Anda mempunyai hidup yang membanjir dengan arti dan tujuan. Yesus mengatakan, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b) Atau mungkin semua berjalan baik-baik dalam hidup Anda, tetapi Anda tidak bisa istirahat dan tidak ada kedamaian. Anda menyadari Anda telah melanggar hukum-hukum Allah dan terpisah dari kasih dan pengampunan-Nya. Anda takut akan penghakiman Allah. Yesus mengatakan, “Saya pergi dengan memberi kamu berkat –kedamaian pikiran dan hati. Dan kedamaian yang saya beri tidak sama dengan yang diberikan dunia.” Jadi kapanpun Anda lelah akan kekosongan hidup atau terusik oleh ketiadaan perdamaian dengan Pencipta Anda, jawabannya ada dalam Yesus Kristus. Ketika Anda percaya dalam Yesus Kristus, Allah akan mengampuni semua dosa-dosa Anda – di masa lalu, sekarang, dan masa depan dan menjadikan Anda anak-anak-Nya. Dan sebagai anak yang dikasihi-Nya, Dia memberi Anda tujuan dan arti kehidupan di bumi dan menjanjikan kehidupan abadi bersama-Nya. Firman Tuhan, “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya.” (Yohanes 1:12) Pengampunan dosa, tujuan hidup, dan kehidupan abadi semuanya untuk Anda jika Anda memintanya. Anda bisa mengundang Kristus memasuki hidup Anda sekarang ini dengan iman melalui doa. Berdoa adalah berbicara dengan Allah. Allah tahu hati Anda dan tidak terlalu memperhatikan kata-kata Anda karena Dia melihat sikap hati Anda. Di bawah ini ada saran doa: “Ya Allah, saya ingin mengenal-Mu secara pribadi dan hidup abadi bersama-Mu. Terima kasih, Tuhan Yesus, karena mati di kayu salib bagi dosa-dosa saya. Saya buka pintu kehidupan saya dan menerima Engkau sebagai Penyelamat dan Tuhan. Ambil hidup saya dan ubah saya, jadikan saya orang yang Engkau kehendaki.” Apakah doa ini mengekspresikan keinginan hati Anda? Jika ya, berdoalah seperti saran di atas dalam bahasa Anda sendiri. Jika Anda sudah meminta Yesus Kristus masuk dalam hidup Anda, kami mendorong Anda untuk mulai membaca Firman (Alkitab) dan bergabung dengan yang lain yang juga ingin hidup untuk Dia. Sangat penting bagi Anda untuk belajar rahasia-rahasia kehidupan indah yang Allah rencanakan bagi Anda. Di bawah ada studi Alkitab yang akan membantu Anda menghubungkan potongan-potongan rencana indah-Nya bagi Anda dan bagi pertumbuhan iman Anda. Apakah Yesus Benar-Benar Bangkit Dari Kematian? Pertanyaan terbesar masa kini adalah, “Siapa sebenarnya Yesus Kristus? Apakah dia hanya seorang luar biasa, atau dia ALLAH dalam daging, seperti dipercayai oleh para muridNya: Paulus, Johannes, dan yang lainnya? Para saksi mata berbicara dan bertindak sepertinya mereka percaya Dia bangkit secara fisik dari kematian setelah penyalibannya. Jika mereka salah maka kekristenan didirikan diatas kebohongan. Tapi jika mereka benar, mukjizat itu memperkuat semua yang Yesus katakan mengenai ALLAH, diri-Nya, dan kita. Tapi apakah kita percaya pada kebangkitan Yesus hanya dengan iman saja? Apakah ada bukti historis yang kuat? Beberapa ahli skeptis mulai meneliti catatan historis untuk membuktikan bahwa catatan kebangkitan itu salah. Apa yang mereka temukan? Apa Ada Konspirasi Da Vinci? “Senyum Monalisa” menginvestigasi teori besar dunia tentang konspirasi, Yesus Kristus. Yesus dan Maria Magdalena menikah Apakah (Kaisar) Constantine memerintahkan penghancuran catatan yang sebenarnya mengenai Yesus Kristus dan menciptakan Dia sebagai Allah yang dipuja orang Kristen sekarang?
ENDNOTES
1. Ravi Zacharias, Jesus Among Other Gods (Nashville: Word, 2000), 38.
2. J. I. Packer, Knowing God (Downers Grove, IL: InterVarsity, 1993), 189.
3. The Hebrew Scriptures sometimes join Yahweh (Jehovah) with an additional word to emphasize God’s dealing with man. “Yahweh Elohim” and “Adonai Yahweh” are translated “Lord God,” and “Yahweh Sabaoth” is translated “Lord of hosts.” (C.I Scofield, The Scofield Reference Bible (New York: Oxford University Press, 1996), 6, 983.
4. Ray C. Stedman, Adventuring Through the Bible (Grand Rapids, MI: Discovery House, 1997), 479.
5. Ego eimi is the Greek equivalent of the Hebrew name Isaiah used to describe God in Isaiah 43:10, 11. Dr. James White notes, “The closest and most logical connection between John’s usage of ego eimi and the Old Testament is to be found in the Septuagint rendering of a particular Hebrew phrase, ani hu in the writings (primarily) of Isaiah. The Septuagint translates the Hebrew phrase ani hu as ego eimi in Isaiah 41:4, 43:10 and 46:4.” (http://www.aomin.org/EGO.html)
6. Lewis, 157.
7. Packer, 198.
8. Why I am a Christian, Norman L. Geisler, Paul K. Hoffman, eds, “Why I Believe Jesus is the Son of God” (Grand Rapids, MI: Baker Books, 2001), 223.
9. Packer, 57.
10. C.S. Lewis, Mere Christianity (San Francisco: HarperCollins, 1972), 51.
11.xists in three distinct, equal Persons: the Father, the Son, and the Holy Spirit (trinity). No earthly analogy can adequately explain how one God can exist as three Persons. However, two scientific examples illustrate how one entity can exist in multiple forms.
1. Light exists as a duality, appearing in nature as both a wave and a particle.
2. The H20 molecule is one essence, yet exists as steam, water, and ice. The God of the Bible, however, is beyond our full comprehension, being infinite, eternal, immutable, omniscient, omnipresent, and omnipotent.
13. Lewis, God in the Dock, 80. 14. Lewis, Mere Christianity, 52. Permission to reproduce this article: Publisher grants permission to reproduce this material without written approval, but only in its entirety and only for non-profit use. No part of this material may be altered or used out of context without publisher’s written permission. Printed copies of Y-Origins and Y-Jesus magazine may be ordered at: www.JesusOnline.com/product_page © 2007 B&L Publications. This article is a supplement to Y-Jesus magazine by Bright Media Foundation & B&L Publications: Larry Chapman, Chief Editor.

SURAT PILATUS KEPADA KAISAR TIBERIUS

Ternyata selama masa pemerintahannya sebagai Gubernur Yudea, Pontius Pilatus pernah menulis sebuah surat kepada Kaisar Tiberius di Roma melaporkan mengenai aktivitas dari pelayanan Yesus. Surat ini ditulisnya pada tahun 32 AD. Berikut adalah isi suratnya : Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius ... Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim yang mengutusnya, Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru, dengan perilaku yang rendah hati. Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat untuk melawan pemerintahan Roma. Dugaan saya keliru, Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan orang Romawi daripada dengan orang Yahudi. Suatu hari saya memperhatikan, ada seorang anak muda di antara sekelompok orang, sedang bersandar pada sebatang pohon dan berbicara dengan tenang kepada kumpulan orang banyak yang mengelilingi-Nya. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus. Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya. Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti "Tuhan" (Lord). Ia berumur sekitar 30 tahun, dan saya belum pernah melihat orang dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia. Apa yang membuat Ia kelihatan begitu berbeda dengan orang-orang yang sedang mendengarkan-Nya adalah pada wajah-Nya yang ceria. Karena saya tidak ingin mengganggu-Nya, saya meneruskan perjalanan saya, tetapi saya menyuruh sekretaris saya untuk bergabung dengan mereka dan turut mendengarkan pengajaran-Nya. Kemudian sekretaris saya melaporkan bahwa belum pernah ia membaca karya-karya ahli filsafat manapun yang dapat disejajarkan dengan ajaran Orang itu, dan bahwa Orang itu (Yesus) sama sekali tidak membawa orang ke jalan yang sesat, dan tidak pula menjadi penghasut. Oleh karena itulah kami memutuskan untuk membiarkan-Nya. Ia bebas untuk melakukan kegiatan-Nya berbicara dan mengumpulkan orang. Kebebasan yang tidak terbatas ini menggusarkan orang-orang Yahudi dan menimbulkan kemarahan mereka. Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat. Kemudian saya menulis surat kepada Yesus, meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan. Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba, saya sedang melakukan jalan pagi. Dan ketika saya memperhatikan-Nya, saya begitu tertegun. Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat pada lantai batu pualam. Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat. Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat. Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya. Selama kehadiran-Nya saya menaruh hormat dan respek yang mendalam pada diri-Nya. Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat dan cendekiawan masa kini. Ia meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua karena sikap-Nya yang simpatik, sederhana, rendah hati, dan penuh kasih. Saya telah meluangkan banyak waktu untuk mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini. Pendapat saya adalah : Seseorang yang mampu mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut, tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak. Kami harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah Putra Elohim. Pelayan anda yang setia, Pontius Pilatus. Surat di atas tersimpan di Perpustakaan Kepausan di Vatikan, dan salinannya mungkin dapat diperoleh di Perpustakaan Kongres Amerika. Dari surat di atas, tahulah kita mengapa Pilatus "tidak berani" menjatuhkan vonis hukuman mati atas Yesus (Matius 27:24, Yohanes 18 : 31-40 dan 19 : 4,6 - 16)

PEREMPUAN ITU KU PANGGIL MAMA

Perempuan itu ku panggil Mama Yang setiap malam selalu terjaga saat hati sibuah hatinya sedang gelisah... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu sibuk di subuh hari untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sibuah hatinya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengajariku untuk menjadi bijaksana,... Yang selalu mengajariku untuk selalu dekat dengan Sang Khalik... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu turut merasakan kesusahanku,.. Yang selalu barusaha memenuhi kebutuhanku... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengkhawatirkan keadaanku saat ku jauh,.. Yang selalu menanyaiku dengan penuh kasih saat ku murung... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat penyakit itu bersarang ditubuhnya dan kubisikan: mama izinkan aku untuk merawatmu dan menjagaimu... Perempuan itu ku panggil Mama Yang yang terbaring lamah di pembaringan... Perempuan itu ku panggil Mama Yang dengan lemah berusaha duduk di pembaringan dan mengatakan pesan terakhirnya kepadaku: "RIS MARI BERBAGI DENGAN MAMA DALAM HIDUPMU"... Perempuan itu ku panggil Mama Yang di saat-saat terakhir hidupnya masih memintaku untuk bernyanyi memuju Sang Khalik serta bertelut dan berdoa untuknya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang malam itu tarikan napasnya semakin berat.... Perempuan itu ku panggil mama Yang saat itu kubertelut di kakinya sambil memanjatkan doa: TUHAN KUMOHON KEBESARAN KASIHMU DAN MUJIZATMU UNTUK KESEMBUHAN DAN MEMBERI PANJANG UMUR BAGI MAMAKU TERCINTA... Perempuan itu ku panggil Mama Yang disaat-saat terakhir hidupnya ku bersujud di kakinya sambil menangis dan memeohon ampun atas semua dosa dan kesalahan yang pernah kubuat selama hidupku bersamanya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang mengatakan kepadaku: RIS MAMA CAPEK DAN MAMA INGIN ISTIRAHAT... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kubisikan: MAMA, KALAU MAMA CAPEK BERISTIRAHATLAH MAMA......... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat detik - detik terakhir tarikan napasnya, aku masih tetap besujud di kakinya sambil meneteskan air mataku ke kakinya sambil berkata: MAMAKU, TOLONG RASAKAN BETAPA AKU SANGAT MENYAYANGI MAMA LEWAT HANGATNYA AIR MATAKU YANG MENETES DI KAKI MAMA INI... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kasih sayangku kepadanya dikalahkan oleh kasih sayang Sang khalik kepada mamaku, sehingga saat itu juga mamaku menghembuskan napasnya yang terakhir untuk pergi menghadap Sang Khalik, untuk pergi meninggalkan kami selamanya dan untuk mengakhiri segala penderitaan hidupnya di dunia ini... Perempuan itu ku panggil Mama yang disaat tubuhnya terbujur kaku dan dingin, kucium mamaku sambil berbisik: MAMAKU TERSAYANG, KASIH SAYANG MAMA KEPADAKU AKAN TETAP MENJADI BINTANG DI DALAM HATIKU YANG AKAN TETAP BERSINAR DAN SINAR KASIH SAYANG ITU AKAN TETAP KUPANCARKAN KEPADA SEMUA ADIK - ADIKU, SAUDARA - SAUDARAKU, DAN SEMUA ORANG YANG BERADA DI SEKITARKU AGAR MEREKA TAHU BAHWA MAMAKU ADALAH FIGUR YANG TERBAIK DAN YANG TELAH MENDIDIKKU MENJADI MANUSIA YANG BIJAKSANA... Perempuan itu ku panggil Mama yang selalu menyebut namaku di dalam setiap doanya Perempuan itu kupanggil Mama Yang kini menetap disurga bersama Sang Khalik yang mengasihinya... TERIMA KASIH MAMAKU TERCINTA, ATAS SEMUA KEHIDUPAN YANG INDAH, YANG TELAH KAU HADIRKAN SELAMA ENGKAU BERSAMAKU DI DUNIA INI........ LIWAT HEMBUSAN NAPASKU SERTA DOAKU, KU TITIPKAN CIUM YANG PALING MANIS UNTUK MAMA DI SURGA SANA....... (Untuk mengenang mamaku yang meninggal tanggal 5 Mei 2009 di Ambon) Anakmu Richard Sahetapy yang Kau panggil RIS

SENG ADA MAMA LAI

SU SENG ADA MAMA LAI PAR BIKING COLO - COLO SU SENG ADA MAMA LAI PAR TUANG PAPEDA DI SEMPE SU SENG ADA MAMA LAI PAR ATOR MAKAN DI MEJA MAKAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR CUCI BETA PUNG PAKIAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR DENGAR BETA PUNG SUSAH SU SENG ADA MAMA LAI PAR JAGA BETA WAKTU SAKIT MAMAE.... PAR APA LAI BETA PULANG KA RUMAH TUA KALO MAMA SU SENG ADA PAR LIA BETA PAR APALAI BETA DUDU DI MEJA MAKAN KALO MAMA PUNG TAMPA GARAM SU SENG ADA PAR SAPA LAI BETA MAU MANYANYI KALO MAMA SU SENG ADA PAR DENGAR... SIOOO MAMA E.... MAMA SU JAUH DARI BETA DENG BASUDARA MAMA SU TENANG DI TETEMANIS PUNG PANGKO TAPI MAMA PUNG PASANG DENG MAMA PUNG DOA TETAP JADI BINTANG YANG BERSINAR DI BETA PUNG HATI SELAMA HIDOP DI DUNIA. JUST FOR MY LOVE MAMA

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

Yesus Manis