25 Juli 2011

JOHN G. PATON

Sumber : Elia Stories Care
Berikut ini adalah Biografi dari seorang misionari, John Paton, diterjemahkan dari Heroes of Faith on Pioneer Trails yang ditulis oleh Myers Harrison. Kiranya kisahnya menjadi pelajaran berharga bagi kita.

Utusan Kristus kepada Orang-orang Kanibal di Hibrida Baru

Waktu itu hari Tahun Baru 1861, di pulau Tanna, kepulauan Hibrida Baru. Para misionari telah menghabiskan hari itu membawa obat-obatan, makanan dan air kepada penduduk desa, karena ratusan penduduk terkena penyakit campak yang mematikan. Banyak dari mereka yang mengambil obat-obat itu dan mengikuti instruksi dan kemudian sembuh, namun banyak orang lebih suka mencoba eksperimen mereka sendiri. Puluhan orang, yang tersiksa dengan rasa terbakar dan panas, meloncat ke dalam laut mencari kelegaan dan mati dengan segera. Yang lainnya menggali lobang di tanah, sepanjang tubuh mereka dan beberapa kaki dalamnya, dan berbaring di dalam sana, karena tanah yang dingin membuat mereka merasa nyaman. Dalam usaha yang sia-sia ini ratusan orang meninggal, di dalam kubur yang mereka gali sendiri, dan langsung dikuburkan di tempat mereka berbaring.

Pada sore hari, para misionari berlutut di rumah misi dan berdoa mengabdikan seluruh hidup mereka kepada Kristus dan juga untuk keselamatan para kanibal yang tinggal dekat mereka. Mereka dengan sepenuh hati mempercayakan keamanan diri mereka sendiri pada perlindungan Alah, tidak tahu bahwa bahkan pada saat itu juga, rumah itu sedang dikepung oleh para kanibal yang kejam, bersenjatakan pentung, batu tajam dan senapan angin, berketetapan untuk membunuh dan memakan para pendatang, yang memiliki Allah, yang menurut mereka, telah mendatangkan penyakit, topan, dan berbagai kesusahan lainnya atas mereka.

Setelah selesai berdoa, seorang misionari yang muda melangkah keluar dari pintu untuk menuju rumahnya sendiri dekat situ.


Dengan cepat dia dipukul dan jatuh ke tanah sambil berteriak, "Awas! Mereka mencoba membunuh kita!"

Misionari yang lebih tua berlari menuju pintu dan berseru kepada orang kanibal itu, "Allah Yehova melihat kalian dan akan menghukum kalian karena mencoba untuk membunuh hamba-Nya." Dua orang hitam mengayunkan tongkat mereka yang berat kepadanya, namun tidak kena, dan karenanya seluruh gerombolan itu melarikan diri menuju semak-semak.

Orang berkulit putih yang lebih muda sedemikian kagetnya, sehingga beberapa hari ini dia tidak dapat tidur. Bahkan, susunan sarafnya terganggu karena peristiwa pemukulan itu, dia selalu membayangkan ketakutan akan dibunuh dan dimakan oleh para kanibal itu, dan tiga minggu kemudian dia meninggal. Misionari yang lebih tua telah sering mengalami serangan seperti itu selama hidupnya dan masih akan hidup melewati lebih banyak lagi. John G. Paton–itulah namanya–menemukan bahwa penyertaan Allah adalah obat penawar ketakutannya dan jaminan bahwa nyawanya abadi hingga pekerjaannya selesai. "Selama krisis itu," ia tulis dalam biografinya, "saya merasakan ketenangan dan kekuatan jiwa, berdiri tegak dan seluruh diri saya bertumpu pada janji, `Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.' Janji yang tak ternilai! Betapa saya mengasihi Yesus karena janji ini dan bersukacita di dalamnya! Terpujilah nama-Nya!"

Janji yang murni! Rahasia jiwa yang tenang! Rahasia hati yang penuh sukacita! Janji yang dapat diandalkan! Janji yang dapat menanggung seluruh beban seseorang! "Aku menyertai kamu senantiasa."

Matius 28:20 adalah kata-kata terus bernyanyi, terus mengiang dalam setiap peristiwa yang berubah-ubah, setiap pengujian yang bertubi-tubi dan setiap pencapaian yang monumental dari John G. Paton. Mengenai nats ini, David Livingstone pernah mengatakan: "Ini adalah janji dari seorang Pribadi yang terhormat dan kata-katanya adalah titik." Ini adalah teks yang membuat sejarah karena nats ini berbicara mengenai Hadirat yang membuahkan pekerjaan yang ajaib dan tidak pernah gagal.


AYAT PEGANGAN JOHN G. PATON BERBICARA MENGENAI HADIRAT YANG MENGGUBAHKAN
John G. Paton lahir di sebuah peternakan dekat Dumfries, Skotlandia, pada tanggal 24 Mei 1824. Dia adalah anak sulung dari 11 bersaudara. Setelah belajar singkat pendidikan dasar dia mempersiapkan diri untuk belajar bisnis ayahnya dalam memproduksi kaos kaki. Selama 14 jam sehari ia bekerja di bengkel ayahnya dan sisa 2 jam yang seharusnya waktu makan, kebanyakan ia habiskan untuk belajar.

John pertama kali mempelajari indahnya dan ajaibnya Matius 28:20 di tengah-tengah kesederhanaan dan kesucian rumahnya di Skotlandia. Dengan kata-kata yang luar biasa indah, dia pernah mendeskripsikan ayahnya, James Paton, sebagai seorang laki-laki yang saleh, yang pergi tiga kali sehari ke `kamar doa' dan keluar dengan wajah yang bersinar seperti salah satu dari mereka yang berada di gunung dimana Yesus dimuliakan. "Dunia luar mungkin tidak mengetahui, tetapi kita sebagai anak-anaknya mengetahui dari mana datang terang yang bahagia itu yang selalu merekah dari wajah ayahku: itu adalah cerminan dari Hadirat Ilahi di dalam kesadaran yang dia hidupi," katanya.

Enam puluh tahun kemudian, putranya memberikan penghargaan yang mengesankan kepada kekuatan doa ayahnya: "Tidak pernah, di dalam gereja, di atas gunung atau di dalam lembah, saya dapat berharap untuk merasakan bahwa Tuhan Allah lebih dekat, lebih secara nyata berjalan dan berbicara kepada manusia, selain di bawah rumah yang atapnya terbuat dari jerami dan anyaman pohon oak tersebut. Meskipun segala sesuatu yang lain di dalam kepercayaan saya dapat terhapus dari ingatan oleh musibah yang tidak terbayangkan atau terhapus dari pengertian saya, jiwa saya akan menggembara ke masa lampau dan menutup dirinya sekali lagi di kamar doa itu, dan masih mendengar gaungan dari seruan-seruan ayahku kepada Allah, dan itu akan membuang seluruh keraguan dengan seruan penuh kemenangan. `Dia dapat berjalan dengan Allah, mengapa saya tidak?'"

Pendoa ini membayangkan dirinya bagaikan imam di keluarganya, yang urusan utamanya adalah untuk hidup di dalam kemuliaan dan untuk memimpin anak-anaknya kepada Hadirat Ilahi sebagai realitas yang sanggup mengubah seseorang. Bahwa anak-anak Paton menerima penuh warisan suci ini dapat dilihat dari perkataan John: "Ketika ayah saya berlutut dan semua dari kami berlutut mengelilingi dia di dalam ibadah keluarga, dia menuangkan seluruh jiwanya dengan air mata untuk pertobatan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah supaya mereka dapat melayani pelayanan Yesus, dan untuk setiap kebutuhan masing-masing pribadi dan keluarga, kami semua merasakan bahwa kami berada di dalam Hadirat Juru Selamat yang hidup, belajar mengenal dan mengasihi Dia sebagai Sahabat Ilahi kami. Ketika kami bangkit dari lutut kami, saya biasa memandang cahaya di wajah ayah saya dan berharap saya akan seperti dia di dalam roh."

Cahaya di wajah sang ayah: pandangan yang mengubah!

Untuk mengenal dan mengasihi Dia: Itu adalah hidup yang berubah!

Kehadiran dari Juru Selamat yang hidup: Tuhan yang telah dimuliakan!

Bukan para pelayan Tuhan atau penginjil atau Guru Sekolah Minggu yang memimpin John G. Paton kepada pertobatan, tetapi ayahnya sendiri. Setelah melihat nats Matius 28:20 dinyatakan melalui keagungan karakter ayahnya dan setelah merasakan sendiri nikmatnya yang tiada tara, ia terjun ke dalam sebuah pekerjaan yang akan menguji ketepatan dari janji `Aku menyertai kamu senantiasa' membuka matanya akan keagungan dari Matius 28:20.


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENUNTUN
Sebagai seorang muda, John mendengar suara Tuhannya berkata, "Seberangilah lautan sebagai pembawa berita kasihku; dan lihatlah Aku menyertai engkau." Kristus sedang memimpinnya kepada pekerjaan dan latihan dengan cakupan yang lebih luas dan ia memutuskan untuk ikut. Sulit untuk meninggalkan rumahnya yang menyenangkan tetapi akhirnya hari perpisahan tiba. Jarak ke Kilmarnock sekitar 40 mil, di mana ia akan naik kereta menuju Glasgow. Perjalanan ke Kilmarnock hanya bisa ditempuh jalan kaki karena ia tidak sanggup membiayai perjalanan menggunakan kereta kuda. Semua miliknya dibundel jadi satu di dalam sebuah sapu tangan yang besar, tapi dia tidak berpikir dirinya adalah orang miskin, karena Alkitabnya dan Tuhannya besertanya.

Ayahnya berjalan bersamanya sejauh 6 mil dari rumah. Nasihat-nasihat dan air mata dan percakapan dengan ayahnya dalam perjalanan perpisahan itu tidak pernah dilupakan oleh sang putra. Di suatu ketika dalam perjalanan, mereka berdua terdiam. Ayahnya memegang topi di tangannya dan rambut pirangnya terurai di atas bahunya sementara tetesan air mata bercucuran dan doa-doa dipanjatkan dalam hati. Setelah tiba di tempat perpisahan, mereka saling berjabat tangan dan sang ayah berkata dengan penuh perasaan, "God bless you, my son! Allah ayahmu membuat engkau berhasil dan menjagamu dari semua kejahatan!"



Ayahnya sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, bibirnya tetap bergerak dan berdoa di dalam hatinya; dengan penuh tetesan air mata, mereka berpelukan dan berpisah.

John menyelusuri jalan melewati sebuah belokan, mendaki sebuah tanggul untuk mendapatkan pandangan terakhir dan ternyata ia melihat ayah yang juga mendaki sebuah tanggul, berharap sekali lagi dapat melihat putranya. Orang tua itu mencari dengan sia-sia, karena matanya telah buram, kemudian ia turun dan mulai pulang ke rumah, pikirannya masih kosong dan hatinya menaikkan permohonan yang tulus. "Saya melihat dengan penuh air mata sampai ayah tidak terlihat lagi; dan kemudian, saya buru-buru melanjutkan perjalanan, berjanji dengan sungguh-sungguh, dengan pertolongan Allah, untuk hidup dan berlaku agar tidak mendukakan dan tetap menghormati ayah dan ibu yang telah Allah berikan kepada saya. Di masa-masa pengujian yang sulit pada tahun-tahun berikutnya, wujud sang ayah muncul di hadapan John dan bertindak sebagai malaikat penjaga," kata sang putra di buku Autobiografi-nya.

Pada tahun-tahun berikutnya, ia sangat sibuk menyebarkan traktat-traktat, mengajar di sekolah, dan bekerja sebagai misionari di salah satu bagian kota Glasgow. Dia menyadari bahwa perjalanan menyeberangi samudra tidak akan, seperti sulap, merubah dia menjadi seorang misionari, dan menjadi misionari, di atas semua yang lainnya, berarti menjadi seorang pemenang jiwa, sebab itu dia terus menerus berusaha memenangkan orang-orang yang terhilang di sekitarnya.

Salah satu orang yang ia coba selamatkan adalah seorang dokter yang adalah seorang pemabuk dan kafir. Setelah menjalin persahabatan dengan dokter itu, ia meminta dokter itu untuk berlutut dan berdoa pada suatu hari. Dokter itu menjawab, "Saya terkutuk, saya tidak dapat berdoa. Biarkan saya berdiri dan saya akan mengutuki Allah di depan muka-Nya." Pada akhirnya orang kafir yang jahat itu bertobat dan menghidupi kehidupan Kristen yang bersinar.

Sementara mengejar studi teologi dan medisnya, Paton muda tetap mendengar tangisan orang-orang tak percaya di Lautan Selatan yang akan binasa. Selama 2 tahun, gereja di mana ia menjadi anggota jemaatnya, Gereja Reform Presbiterian Skotlandia, sedang mencari seorang misionari untuk pergi ke kepulauan Hibrida Baru untuk bergabung dengan Rev. John English dalam pekerjaannya di daerah yang parah itu. Ketika Paton menawarkan dirinya untuk pelayanan ini, Dr. Bates, sekretaris dari Heathen Mission Committe, bersorak kegirangan.

Hampir setiap orang berpikir bahwa sangat bodoh bagi seorang anak muda yang menjanjikan untuk pergi dan tinggal bersama penduduk asli dari Pulau-pulau Pasifik Selatan yang kejam dan tidak memiliki peradaban. Satu orang tua berseru, "Orang-orang kanibal! Kamu akan dimakan oleh orang-orang kanibal!"

"Tn. Dixon, kamu sudah tua sekarang dan engkau sendiri segera terbaring dalam kubur, dimakan oleh ulat-ulat. Saya mengaku kepadamu jika saya dapat, saya ingin hidup dan mati melayani dan menghormati Tuhan Yesus, tidak menjadi masalah bagi saya apakah tubuh saya akan dimakan oleh kanibal atau ulat," jawab misionari muda yang ditunjuk.

Pada tanggal 16 April 1859, John G. Paton, ditemani oleh istrinya dan oleh Tn. Joseph Copeland, mengucapkan selamat tinggal kepada Skotlandia dan berlayar menuju Laut Pasifik Selatan. Di dalam hatinya sebuah lagu terus menerus berkumandang dan bunyi reff lagu itu adalah `Lo, I am with you all the way' "Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa."

"Aku menyerahkan masa depanku kepada Tuhan Allah ayahku, yakin di dalam lubuk hati saya, saya ingin melayani Dia dan mengikuti Juru Selamat." katanya.

Bersambung ke Bagian #2

JOHN G. PATON

Sumber : Elia Stories Care
Sambungan Dari Bagian #1


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGUATKAN
Setelah singgah di pulai Aneityum, di mana usaha misi sepertinya sudah ada sedikit hasil, orang Skotlandia muda itu mendarat beserta istrinya di Tanna, 5 November 1858, dan mulai membangun sebuah rumah di Pelabuhan Resolution. Pada hari-hari itu, pulau itu murni kanibalistik, dan iman sang orang kulit putih pada ayat hidupnya segera dicobai dengan hebat. Dia dan Nyonya Paton dikelilingi orang-orang biadab yang berlumuran cat, yang terperangkap dalam tahayul dan kekejaman yang selalu menyertai penyembahan berhala. Para lelaki dan anak-anak berjalan dalam kondisi telanjang sementara para wanita memakai cawat dari rumput atau daun yang sangat minim. Segera setelah mendarat, mereka melihat puluhan orang bersenjata melewati mereka dengan bersemangat, dengan bulu-bulu di rambut mereka yang kusut dan muka mereka dicat secara mengerikan. Suara senapan meletus di semak-semak dekat mereka dan teriakan para biadab mengisyaratkan bahwa orang-orang itu sedang ada dalam pertempuran sengit. Hari berikutnya, sang misionari diberitahu bahwa lima orang telah terbunuh, dimasak, dan dimakan oleh pihak yang menang.



Pada sore harinya, keheningan terpecahkan oleh raungan liar dan panjang yang kedengaran tidak manusiawi. Paton diberitahu bahwa salah satu dari orang yang terluka, yang baru pulang dari pertempuran, baru saja mati, dan mereka telah mencekik jandanya supaya rohnya dapat menemani prajurit itu ke dunia berikutnya dan menjadi pelayannya di situ, sama seperti dia menjadi pelayannya di sini. Nasib wanita di Kepulauan Hebrida Baru (New Hebrides) sungguh buruk. Wanita tidak lebih dari budaknya lelaki. Dia yang melakukan semua pekerjaan kasar, sementara sang lelaki menganggap bertempur adalah bisnis utamanya. Jika sang wanita menyinggung suaminya dengan cara apapun, ia akan memukulinya sebanyak yang ia inginkan, dan tidak ada yang akan berpikir untuk melerai. Sangat sedikit sekali rasa kekeluargaan di antara mereka, dan karenanya, orang-orang tua yang tidak dapat bekerja dibiarkan mati kelaparan atau bahkan dibunuh.

Warga Tanna memiliki begitu banyak patung dan jimat, yang sangat mereka takuti. Sungguh, penyembahan mereka adalah penyembahan ketakutan, yang intinya adalah untuk mendapatkan belas kasih roh jahat tertentu, atau untuk mencegah bencana atau mendatangkan pembalasan atas musuh tertentu. Mereka juga sering memberikan hadiah bagi orang suci, penyihir, atau nenek sihir mereka, yang mereka percaya dapat menghilangkan penyakit atau mendatangkan penyakit melalui Nahak atau mantra.

Dalam pertempuran suatu hari, tujuh orang terbunuh, dan janda mereka dicekik, dan semua dimasak dan dimakan oleh para prajurit dan teman-teman mereka. Ketika kepala suku Nouka sakit keras, tiga orang wanita dikorbankan agar ia sembuh.

Hati para misi dipenuhi horor dan rasa kasihan, dan mereka hampir putus asa, Paton menulis: "Apakah saya telah meninggalkan pekerjaan saya yang sangat saya cintai, juga teman-teman saya di Glasgow, dengan segala hal yang menyenangkan, hanya untuk membaktikan hidup saya bagi makhluk-makhluk hina ini? Apakah mungkin untuk mengajari mereka benar dan salah, untuk mengkristenkan mereka, atau membuat mereka beradab?" Namun, ia segera diingatkan bahwa ia tidak mengambil tugas ini oleh karena dirinya sendiri dan bahwa ia memiliki di tangannya sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan tugas besar ini. "Kami sadar," dia meneruskan, " bahwa Tuhan Yesus kami selalu dekat dengan kami dan melaluiNya kami menjadi kuat untuk tugas apapun yang telah Ia berikan atau akan Ia berikan."

Diberi kuasa dan keberanian yang sedemikian, ia mulai memberitahu para pribumi pulau tentang kebejatan mereka, dan menunjukkan pada mereka Domba Allah yang dapat menyelamatkan dari dosa dan dengan segala upaya berusaha memperlihatkan kepada mereka perbedaan antara kebejatan mereka dan hidup Kristiani. Kapan saja ada dua pihak yang hendak berperang, ia akan berlari ke tengah mereka dan berteriak agar mereka mundur. Bagaimanakah ia dapat menghadapi bahaya yang demikian di hadapan para biadab yang gila kebencian dan berteriak untuk darah? Mari kita lihat jawabannya sendiri: "Imanku memampukan saya untuk menggenggam dan merealisasikan janji itu, `Lihatlah, aku menyertai kamu senantiasa.' Dalam Yesus saya merasa tidak dapat disakiti. Saat-saat itu adalah saat saya merasakan Juruselamat saya paling dekat, mengilhami dan menguatkan saya."

Iman yang memampukan!

Dukungan yang membuat tidak dapat disakiti!

Janji yang pasti!

Kehadiran yang menguatkan!

"Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa, sampai kepada akhir zaman."

Suatu hari, saat fajar, Paton bangun dan menemukan bahwa rumahnya telah dikelilingi oleh orang-orang bersenjata, yang bergumam dengan bengis bahwa mereka datang untuk membunuh dia saat itu juga. Karena mereka tidak pandai berkata-kata, para warga Tanna itu menunggu hingga seorang kepala suku datang dan memberikan pidato berikut: "Missi, kami mencintai cara kami jalan bapa leluhur kami. Kami telah membunuh para pengajar dari Aneityum dan membakar rumah mereka. Kini kami telah memutuskan untuk membunuhmu, karena kamu sedang mengubah adat istiadat kami dan kami membenci penyembahan Yehova.

"Karena saya sepenuhnya ada dalam tangan mereka," kata Paton, "saya berlutut dan menyerahkan tubuh dan jiwa saya kepada Tuhan Yesus, sepertinya untuk terakhir kalinya di bumi ini." Para biadab secara mengherankan menjadi sunyi, memperhatikan dia, sambil dia berdiri dan menceritakan kasih sang Juruselamat yang besar, dan mereka pergi, sambil bergumam bahwa dia pasti akan dibunuh kalau dia tidak meninggalkan pulau itu segera.

Beberapa hari berikutnya, sekelompok besar biadab berkumpul, dan salah satunya menyerang Paton dengan membabi buta menggunakan kapak dan berusaha membunuh dia. Keesokan harinya, seorang kepala suku yang bermuka garang mengikuti dia selama empat jam, dan sering membidikkan senapan anginnya pada Paton seolah-olah akan menembak. Sambil berdoa dalam hati, sang misionari meneruskan pekerjaannya. Apakah rahasianya hati yang sedemikian berani? Adalah ayat itu dan hadirat itu. Ia memberitahu kita: "Kehidupan dalam kondisi seperti ini membuat saya berpegang erat pada Tuhan Yesus. Dengan tangan yang gemetar saya memegang tangan yang pernah dipakukan di Kalvari, yang kini memegang tongkat kerajaan alam semesta ini, dan ketenangan serta damai memasuki jiwaku. Pencobaan dan keluputan yang nyaris-nyaris semuanya telah membuat imanku kuat dan seolah mempersiapkan saya untuk lebih banyak lagi pencobaan. Tanpa kesadaran yang terus menerus akan hadirat dan kuasa Tuhan dan Juruselamatku, tidak ada apapun di dunia ini yang dapat memelihara saya dari kegilaan dan kematian. Kata-katanya, `Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa, bahkan sampai ke ujung bumi,' telah menjadi sangat riil bagiku, dan saya merasakan kuasanya yang mendukung saya. Saya mendapatkan kilasan yang paling bernilai dan berharga akan wajah dan senyum Tuhanku justru pada saat-saat mengerikan ketika senapan, atau pentung, atau tombah sedang dibidikkan atas nyawaku."

Demikianlah, melalui pencobaan yang penuh api, sang misionari belajar akan Allah yang dapat dipercaya, dan kuasa kata-kata emas itu, "Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa."


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGHIBUR
Di tengah-tengah begitu banyak pengalaman yang menakutkan dan berbahaya, Paton terlihat kesepian, namun kesedihan yang paling menyedihkan akan segera datang. Ketika dia dan istrinya berlabuh di Tanna, keduanya dalam keadaan sehat dan penuh antusias, sebagaimana mereka mengharapkan hidup yang bahagia bersama-sama sambil memperjuangkan keselamatan dari saudara-saudara mereka yang rusak akhlaknya. Tiga bulan kemudian seorang putra lahir bagi mereka. Dan pulau tempat di mana mereka mengasingkan diri penuh sukacita. Tetapi kegembiraan itu segera pudar karena demam tropis membawa kematian, dan misionari yang tertimpa kedukaan itu harus menggali kuburan untuk istrinya yang muda dan putranya yang masih bayi dengan tangannya sendiri. "Biarlah mereka yang pernah melalui kegelapan serupa seperti di tengah-tengah malam turut bersimpati dengan saya. Saya terpana dan logika saya nampaknya sudah hampir hilang. Saya membangun sebuah tembok karang sekitar kubur dan menutupi bagian atasnya dengan karang-karang putih yang indah, yang dipecahkan kecil-kecil menjadi seperti kerikil; tempat itu menjadi tugu saya yang suci dan seringkali saya kunjungi sepanjang tahun, sambil di tengah-tengah kesulitan, bahaya-bahaya dan kematian-kematian, saya bekerja untuk keselamatan dari penduduk pulau yang biadab ini," katanya.

Dua dari ksatria-ksatria salib yang paling mulia–David Livingstone dan John G. Paton–mempunyai banyak persamaan. Dua-duanya berasal dari Skotlandia. Dua-duanya pergi sebagai misionari. Dua-duanya menghadapi kematian yang tidak terhitung dan bertahan dengan sabar terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dideskripsikan di dalam pengejaran misi mereka. Masing-masing dari mereka memiliki seorang istri bernama Mary dan mereka yang menguburkannya dengan tangannya sendiri, di kuburan yang asing. Dan keduanya menemukan kekuatan mereka dan penghiburan dalam teks yang sama yaitu Matius 28:20.

"Jangan tinggalkan aku, Tuhanku, di dalam waktu-waktu kesedihan," seru Livingstone di samping kuburan yang baru dibuatnya di bawah pohon Baobab di Shupanga.

"Saya tidak pernah sama sekali ditinggalkan," kata Paton tentang saat-saat Getsemaninya. "Tuhan yang Pengampun menopang saya untuk membaringkan debu yang berharga dari orang-orang yang saya kasihi dalam kuburan yang sama yang tenang. Kalau bukan Yesus, dan persekutuan yang Ia berikan kepada saya di sana, saya pasti telah jadi gila dan meninggal di samping kubur yang sepi itu!" Beberapa minggu setelahnya, George Augustus Selwyn, Penilik (Bishop) pertama di Islandia baru, dan James Coleridge Patteson, Penilik dari Melanesia yang belakangan akan mati martir, mempunyai kesempatan untuk mengunjungi pulau itu. Di sana telah terjadi sebuah peristiwa yang pasti membuat surga dan bumi meneteskan air mata. "Berdiri bersama dengan aku di samping kubur seorang ibu dan anak," kata Paton, "saya menangis dengan keras di sebelah kanannya, dan Patteson menangis sesengukan di sebelah kirinya, sementara Penilik Selwyn yang baik menuangkan isi hatinya kepada Allah di tengah-tengah tangisan dan air mata, ketika ia meletakkan tangannya di atas kepalaku dan memohon penghiburan terkaya dari sorga dan berkat atas diriku dan jerih payahku."

"Tidak pernah sama sekali ditinggalkan!" – Hadirat yang tidak pernah gagal.

"Tuhan menopang saya!" – Hadirat yang menopang.

"Kalau bukan karena Yesus, saya pasti telah menjadi gila!" - Hadirat yang memberikan kekuatan.

"Penghiburan terkaya dari sorga!" - Hadirat yang menghiburkan.

"Aku besertamu senantiasa, bahkan sampai ke ujung dunia."

Di dalam kebutuhannya yang amat sangat, misionaris itu menyandarkan seluruh bebannya atas nats tersebut, dan penghiburan dari sorga menyertai jalannya.

Walaupun dengan sakit yang pedih sekali dalam hatinya dan keputusasaan di sekeliling, Paton melanjutkan tugasnya, mendeklarasikan kekayaan kasih Kristus saat dia pergi dari desa ke desa. Dia juga mengalihkan perhatiannya pada proyek memproduksi dan menerjemahkan, setelah menciptakan bentuk tertulis dari bahasa penduduk setempat. Dia memiliki sebuah mesin cetak yang kecil, sehingga ketika dia selesai menerjemahkan sebagian kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Tanessa, dia memulai pekerjaan yang sulit, yaitu menyiapkannya untuk dicetak. Akhirnya lembar pertama keluar dari mesin pencetak–pasal pertama dari Firman Allah yang pernah tercetak dalam bahasa Tannesa! Walaupun saat itu sudah jam 1 subuh, dia berseru kegirangan.

Pada tahun 1862 sebuah krisis baru muncul. Hiruk pikuk ratusan penduduk asli menyumpahi kematian misionari tanpa penundaan. Nowar, seorang kepala suku yang bersahabat, menyarankannya untuk melarikan diri ke dalam semak-semak di bawah kegelapan dan bersembunyi di sana bawah cabang pohon chestnut yang besar dan rindang. Dari tempat persembunyian itu dia melihat dan mendengar orang-orang hitam memukuli semak-semak dengan semangat untuk menemukan dia. Mengenai pengalaman yang menakutkan pada malam itu, Paton menuliskan: "Saya banyak kali mendengar suara tembakan senapan musket dan teriakan dari orang-orang biadab itu. Saya duduk di sana di atas salah satu cabang pohon, aman dalam tangan Yesus! Tidak pernah, dalam seluruh penderitaan saya, Tuhanku terasa lebih dekat pada saya selain saat itudan Dia berbicara kepada jiwa saya. Sendiri, namun tidak sendiri! Andai saja saya tidak mengenal Yesus dan doa, akal budi saya tentunya sudah pasti hancur, namun sebaliknya, kenyamanan dan sukacita muncul dari janji, "Aku menyertaimu senantiasa."

Paton mengakhiri cerita tentang insiden itu dengan memberikan sebuah pertanyaan yang harus direnungkan setiap hati dengan keseriusan penuh: "Jika anda sendirian, sangat sendirian, dalam kesunyian di tengah malam, di atas cabang pohon, pada ambang kematian itu sendiri, apakah anda memiliki seorang Teman yang tidak akan membiarkan anda?"

John G. Paton memiliki seorang Teman dan dalam Hadirat-Nya ada penghiburan yang melimpah sesuai kebutuhannya.

Bersambung ke Bagian #3

KESAKSIAN MOHAMMED AHMED HEGAZY

Sumber : Elia Stories Care
Sumber: http://www.siaranalhayat.com/2010/03/04/kesaksian-mohammed-ahmed-hegazy-mantan-muslim-mesir/



Description: muhammed.ahmed.hegazi.indonesia.jpg

ISTANBUL, October 10 (Compass Direct News) – Pengacara-pengacara Islam konservatif datang untuk mendukung Pemerintah Mesir minggu lalu dalam acara pengadilan seorang Muslim yang ingin beralih memeluk agama Kristen. Murtadin bernama Mohammed Ahmed Hegazy menuntut Pemerintah Mesir ke pengadilan dengan tuduhan melarang dirinya mengganti nama agama Islam di KTP jadi agama Kristen. Tindakannya menghebohkan seluruh negara. Pengacara-pengacara Islam yang berhubungan erat dengan imam radikal Youssef al-Badry menghadiri acara dengar kasus di tanggal 2 Oktober di Kairo dan secara resmi bergabung membela pihak Pemerintah, demikian dilaporkan Hegaqy pada Compass. Pengacara Hegazy membenarkan bahwa Magdy al-Anany dan setidaknya tiga pengacara Muslim fundamentalis mengajukan diri mendukung Pemerintah. Al-Badry adalah seorang dari beberapa imam di Mesir yang menyatakan pada media nasional Mesir agar Hegazy dibunuh. Hal ini terjadi setelah Hegazy mengumumkan kasusnya di awal bulan Agustus. Islamis radikal ini juga menuntut pengacara Hegazy yang lama, yakni Mamdouh Nakhla, dengan tuduhan menyebabkan perpecahan. Karena kritik dan ancaman mati dari publik, Nakhla menarik kembali kasus Hegazy beberapa hari sebelum diumumkan. Muslim-muslim fanatik mulai mengganggu Hegazy dan istrinya yang lagi hamil, yang juga merupakan seorang murtadin. Mereka menerima telpon penuh amarah sehingga keduanya menyembunyikan diri.



‘Hal ini sangatlah sensitif,’ kata pengacara Hegazy yang baru, Rawda Ahmad, kepada Compass melalui penerjemah. ‘Untuk pertama kalinya Muslim beralih ke Kristen ingin mengubah nama agama di KTPnya.’



Meskipun hukum Islam tidak melarang peralihan kepercayaan dari Islam ke Kristen, tapi tidak ada UU yang mengijinkan perubahan nama agama secara resmi. Muslim yang beralih ke Kristen biasanya menyembunyikan identitas diri agar tidak disiksa dan dipaksa balik ke Islam lagi oleh sanak saudaranya sendiri dan polisi.



‘Saya sakit hati karena di negaraku sendiri, masyarakat telah jadi begitu radikal sehingga aku tidak berhak murtad,’ kata Hegazy pada Compass minggu ini.



Hegazy dan istrinya yang bernama Zeinab berharap bahwa anak pertama mereka yang akan lahir di bulan Januari, akan lahir dengan akte kelahiran beragama Kristen. Mereka terpaksa menjalani perkawinan dengan cara Islam, karena status resmi mereka tetap Muslim. Hegazy dan istri tahu bahwa dengan memiliki KTP Kristen, maka anak mereka dapat mengambil mata pelajaran Kristen di sekolah, menikah di gereja, dan terang-terangan menghadiri kebaktian Kristen tanpa takut dijahati. Saat ini, ancaman-ancaman dari fanatik-fanatik Muslim telah memaksa keduanya untuk tetap bersembunyi, dan bahkan Hegazy sendiri jadi tidak bisa datang ke pengadilan untuk mendengarkan kasusnya minggu lalu. Pasangan murtadin ini mengatakan pada Compass bahwa dia dan istri sehat-sehat saja, tapi frustasi karena dikurung di rumah.



‘Rasanya seperti dipenjara dan tidak ada jalan ke luar,’ katanya.



Hegazy berkata bahwa dia tidak percaya polisi tahu di mana dia bersembunyi. Dia berkata pada Compass bahwa polisi telah menahan beberapa murtadin di dua bulan terakhir, mengintrogasi mereka untuk tahu di mana Hegazy bersembunyi. Media Islam mengritik Hegazy di beberapa bulan terakhir, dengan menyatakan dia murtad gara-gara uang, ancaman, dan tekanan luar negeri untuk mengacaukan Mesir.



‘Media pro Pemerintah sangat menyerang Hegazy,’ demikian dikatakan wakil Informasi Hak Azasi Manusia Jaringan Arab (HAMI) hari ini. ‘Hal ini tentunya berakibat buruk pada kasusnya, membuatnya jadi lebih ke keputusan politik.’



Tapi anehnya, pengadilan dengar kasus minggu lalu tidak disorot media Mesir.Acara dengar kasus di distrik Kairo bernama al-Doqi berjalan singkat. Hakim Muhammad Husseini menunda kasus sampai tanggal 13 November, dan ini memberi waktu bagi pengacara baru untuk mengambil alih kasus dari pengacara lama. Ahmad dan Gamal Eid dari HAMI harus punya ijin resmi dari Hegazy untuk mewakili kasusnya atau mengajukan tuntutan baru, demikian dikatakan juru bicara HAMI. Di bulan April, hakim Husseini menolak 45 kasus orang-orang Kristen yang jadi mualaf, tapi lalu balik lagi ke Kristen. Kasus-kasus mereka sekarang masih tertahan di pengadilan. Sejak tahun 2004, beberapa lusin Kristen Koptik yang beralih jadi mualaf telah menang kasus pengadilan sehingga bisa balik lagi memeluk agama Kristen. Tapi Hegazy merupakan Muslim Mesir pertama yang menuntut perubahan hukum.



Diajarkan untuk Membenci Orang-Orang Kristen

Sekarang Hegazy berusia 24 tahun. Dia berkata bahwa dia pertama kali mengambil keputusan untuk jadi Kristen di usia 16 tahun.



‘Ayahku adalah Muslim KTP, tapi dia benci banget sama orang-orang Kristen dan Yahudi karena dia percaya begitulah yang diajarkan oleh Islam,’ kata Hegazy dalam pernyataan di sebuah website.‘Sewaktu kecil, aku diajar untuk tidak mengasihi dan tidak menghormati orang-orang Kristen, tapi malah mengancam mereka dengan keras karena Tuhan benci mereka.’



Sebagai remaja, Hegazy masuk sekolah tinggi untuk dilatih menjadi Imam Islam tapi dia tidak suka dengan hukum Islam terhadap wanita dan berbagai hal. Sewaktu menginjak usia 16 tahun, dia masuk kelas yang memiliki tujuh murid Kristen. Saat itulah dia mulai berpikir serius tentang agama Kristen.



‘Itulah saat pertama kali aku hidup dekat dengan orang-orang Kristen, dan hidup mereka bagaikan sinar terang bagi diriku,’ kata Hegazy. Suatu hari dia meminjam sebuah buku Kristen dari rekan kelasnya dan membaca pertobatan Saulus. Kisahnya membangkitkan minat dalam dirinya untuk mengetahui lebih jauh tentang agama Kristen. Hegazy berkata bahwa dia dengan cepat yakin akan kebenaran Kristen dan ingin memeluk agama tsb.



‘Yesus muncul padaku beberapa kali sewaktu aku membaca Alkitab,’ katanya. ‘Ayahku sangat marah ketika mengetahui aku pergi ke gereja dan membaca buku-buku Kristen.’



Polisi keamanan negara segera menangkapnya dan menyiksanya selama tiga hari. Mereka bahkan menggunakan seorang pendeta Koptik Ortodoks untuk membujuknya kembali ke Islam, tapi usaha itu gagal. Akhirnya dia dikembalikan ke rumahnya, dan ayahnya mengira dia telah kembali jadi Muslim. Hegazy berkata dia terus aktif dengan iman Kristennya, menulis dan menerbitkan puisi-puisinya. Polisi kembali menangkapnya di tahun 2002 dan menahannya selama 10 minggu di kamp konsentrasi di mana dia bertemu para murtadin lainnya.



Konsekuensi Nyata

Hegazy tahu bahwa perjuangannya akan berat.



‘Aku letakkan keyakinanku dalam Tuhan, dan aku merasa aku harus teguh,’ kata Hegazy. ‘Ini adalah kewajibanku terhadap diriku, keluargaku, semua Muslim yang murtad dan memeluk Kristen, dan semua Kristen.’



Tapi meskipun ada kemungkinan kasusnya menang di Mesir, hal ini bisa mendatangkan akibat buruk bagi masyarakat Kristen Mesir. Untuk membuat kasus pindah agamanya jadi resmi di mata hukum, maka orang-orang Kristen harus membuat dokumen gereja di pengadilan. Hal ini berbahaya bagi orang-orang Kristen yang membantunya jadi murtad.

‘Aku hanya bisa berkata bahwa aku punya dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa aku dan istri telah dibaptis, dan aku bisa menunjukkannya di pengadilan,’ katanya. Dia tidak mau memberitahu di gereja mana dia dibaptis dan menunjukkan dokumen tersebut.



Meskipun tidak ada laporan resmi, jumlah Koptik Kristen Mesir mencapai 8 sampai 15% dari populasi Mesir. Jumlah yang murtad ke Kristen tidak diketahui.

JOHN G. PATON

Sumber : Elia stroies Care
Sambungan Dari Bagian #2


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENJAMIN
Sebagaimana dinyatakan di atas, orang-orang biadab dari Aneityum telah menerima Kekristenan dengan kerelaan dan ketulusan. Bahkan, banyak dari mereka telah pergi ke pulau-pulau lain dan banyak menderita untuk Kristus dan injil bahkan hingga martir, dalam sejumlah contoh. Beberapa dari orang Kristen Aneityum menolong Paton dalam usahanya untuk menginjili orang Tannese.

Suatu hari ia menerima informasi bahwa ia dan guru-guru Aneityumnya dipersiapkan untuk menjadi korban untuk perayaan yang dipersiapkan oleh orang-orang pribumi. Mereka melihat keluar jendela dan melihat sekelompok besar pembunuh-pembunuh bersenjata mendekat. Mengetahui bahwa mereka tidak dapat terjangkau oleh pengharapan manusia, mereka berdoa. Selama banyak jam mereka mendengar orang-orang biadab itu berderap di sekeliling rumah, mengancam untuk masuk atau membakar tempat itu. Ketika mereka berdoa, hati mereka ditenangkan dengan jaminan bahwa Dia yang ada untuk mereka lebih besar dari semua musuh-musuh mereka. Paton berkata: "Keamanan kami bergantung dalam permohonan kami kepada Tuhan yang mulia yang telah menempatkan kami di sana, yang kepada-Nya telah diberikan seluruh kuasa baik di surga maupun di bumi. Inilah kekuatan, inilah kedamaian–mempunyai persekutuan yang manis bersama-Nya. Saya tidak dapat mengharapkan sesuatu yang lebih berharga untuk para pembaca selain hal itu."

Pemberita salib yang gigih itu sedang memikirkan Matius 28:18-20 dan Hadirat yang menjaminkan itu memberikan informasi kepadanya: "Segala kuasa baik di surga dan di bumi diberikan kepada-Ku. Oleh karena itu, pergilah kalian ... dan Aku bersamamu."

Tangan yang menenangkan misionari itu menahan musuh, dan pada akhirnya para pembunuh itu pergi tanpa menyelesaikan tujuan mereka.

Paton menyimpan beberapa kambing sebagai sumber persediaan susu. Suatu hari dia mendengar embikan yang janggal di antara para kambing, seolah-olah mereka sedang dibunuh atau disiksa. Ia bergegas ke kandang kambing. Tiba-tiba sekelompok orang bersenjata muncul dari semak-semak, mengelilingi dia dan menaikkan pentungan mereka. Dia telah masuk ke dalam perangkap mereka! "Kamu telah melarikan diri banyak kali," kata mereka, "tetapi kami sekarang akan membunuhmu!" Kemudian dia menaikkan tangan dan matanya ke arah surga, Paton menyerahkan hidupnya kepada Tuhan yang ia layani. Ketika dia berdoa, Hadirat Ilahi menaunginya, hatinya dipenuhi oleh jaminan yang lembut dan kanibal-kanibal itu pergi satu per satu. "Sesungguhnya Yesus menahan mereka sekali lagi" tegas sang misionari. "Janjinya adalah sebuah realitas; Dia ada bersama dengan pelayan-pelayan-Nya untuk mendukung dan memberkati mereka, bahkan sampai ke ujung dunia!"

Janji yang selalu di bibirnya!

Hadirat yang selalu di hatinya!

Janji yang memegangnya!

Hadirat yang menjaminnya!

Aku besertamu senantiasa!



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MELINDUNGI
Pada suatu ketika, saat Paton sedang berkhotbah di salah satu desa, tiga orang penyihir berdiri dan mengumumkan bahwa mereka dapat membunuhnya dengan Nahak (sejenis ilmu sihir), jika saja mereka dapat memperoleh sisa buah atau makanan yang dimakan oleh Paton. Ditantang sedemikian rupa, maka ia meneguhkan hati, dengan bantuan Tuhan, untuk melancarkan pukulan terhadap kuasa kegelapan yang besar yang dimiliki oleh para penyihir tersebut. Setelah menggigit tiga buah plum, ia memberikan satu plum ke masing-masing penyihir. Pada penduduk asli sangat kaget akan tindakannya dan mengantisipasi bahwa dia sebentar lagi akan jatuh tergeletak ketika para penyihir memulai mantra-mantra mereka. Dengan banyak gerakan dan erangan, mereka membungkus ketiga buah plum itu ke dalam daun dan membuat api "suci" dan membakar buah-buah itu. "Cobalah buat dewamu membantumu," Paton memberi semangat. "Saya tidak terbunuh. Bahkan, saya sehat walafiat."

Setelah sekian lama, para penyihir mengatakan bahwa mereka akan memanggil seluruh penyihir yang ada dan mereka akan membunuh Missi (nama sebutan Paton, singkatan dari "misionari") sebelum hari Sabat berikutnya tiba. Paton memberitahu rakyat bahwa ia akan menemui mereka pada tempat yang sama Sabtu pagi berikutnya. Keseruan yang besar melanda pulau itu. Setiap hari, pembawa berita dari berbagai pelosok datang dan menanyakan apakah orang putih itu sakit. Pada Sabtu pagi, ia muncul di hadapan rakyat dalam keadaan sehat, dan berkata, "Kini kalian harus mengakui bahwa dewa kalian tidak memiliki kuasa atas diriku dan saya dilindungi oleh Allah yang benar dan hidup. Ia adalah satu-satunya Allah yang dapat mendengar dan menjawab doa. Ia mengasihi umat manusia, walaupun manusia begitu jahat, dan Ia mengutus AnakNya yang terkasih, Yesus, untuk menyelamatkan semua yang percaya dan mengikuti Dia dari dosa." Mulai dari hari itu, dua penyihir menjadi bersahabat dengan dia, tetapi yang lainnya tetap menjadi musuh bebuyutannya dan menghasut orang-orang pribumi untuk semakin memusuhinya.

Sekitar waktu itu, beberapa kejadian yang berdarah mencuat di pulau Erromanga. Pada tahun 1839, John Williams, dan teman sekerjanya yang muda, Harris, dipukuli hingga mati dan dimakan oleh penduduk Erromanga. Namun setelah beberapa waktu, mereka digantikan oleh misionari lain yang gagah berani. Kini, setelah empat tahun penuh pengabdian, Tuan dan Nyonya Gordon dipukuli dan dibunuh.

Ketika para penduduk Tannessa mendengar kejahatan tersebut, mereka berteriak seorang kepada yang lain: "Kami salut dan kasih pada orang-orang Erromanga! Mereka orang-orang berani. Mereka membunuh Missi mereka dan istrinya, sedangkan kita hanya bisa berbicara saja."

Karena seringnya mereka diserang dan diancam nyawanya, dan juga pembunuhan salah seorang dari mereka, semua guru-guru Injil dari Aneityum, kecuali Abraham, pulang ke pulau mereka sendiri. Abraham ini, yang dulunya seorang biadab yang haus darah, adalah seorang pahlawan salib yang sejati. Menghadapi kematian yang hampir pasti, ia bersikukuh untuk tinggal bersama misionari di tempat tugas dan bahaya. Sementara ratusan kanibal yang marah menyerukan kematian mereka, keduanya berlutut dalam doa. "O Tuhan," Abraham berdoa, "buatlah kami berdua kuat bagi-Mu dan pekerjaan-Mu, dan jika mereka membunuh kami, biarlah kami mati berdua dalam pekerjaan-Mu yang baik, seperti hamba-Mu, Missi Gordon dan istrinya."

Para biadab mengelilingi mereka dalam lingkaran maut dan menyemangati satu sama lain untuk menghantamkan pukulan pertama atau menembakkan tembakan pertama. Akhirnya, sebuah batu perang, yang dilemparkan dengan kekuatan yang besar, menyerempet pipi Abraham. Santo tua yang manis itu mengalihkan pandangannya pada langit dan berkata, "Missi, saya hampir pergi pada Yesus."

"Di saat yang mengerikan itu," tulis Paton, "Saya melihat kata-kata Kristus sendiri, seperti huruf-huruf yang terukir dari api di awan-awan di langit: `Dan apa pun juga yang kamu minta dalam namaKu, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan dalam Anak.'" (Yoh. 14:13) Ketika ia sedang berdiri berdoa, ia bagaikan melihat Tuhan Yesus mengambang di dekatnya, memperhatikan pemandangan yang terjadi, dan suatu jaminan datang padanya, bagaikan jika ada suara dari surga, bahwa tidak ada satu senapanpun akan ditembakkan, tidak ada satu pentungan akan memukul, tidak satu pun tombak akan meninggalkan tangan yang telah bergetar untuk melemparnya, tidak satu anak panah akan lepas dari panahnya, atau satu batu pun terlontar dari jari-jari, tanpa izin dari Yesus Kristus, yang memerintah atas seluruh alam semesta dan yang menahan bahkan para biadab di Laut Selatan. Bagaimanakah para biadab itu dapat dicegah untuk tidak melaksanakan niat pembunuhan mereka? Hal itu adalah suatu mujizat, yang mengalir keluar dari hadirat Tuhannya yang melindungi. "Jika ada pembaca yang heran bagaimana mereka dicegah," ia berkata, "saya lebih heran lagi, kecuali bahwa saya percaya tangan yang sama yang menahan para singa untuk tidak menjamah Daniel, telah menahan para biadab dari menyakiti saya."

Ketika menutup kisah tentang episode yang satu itu, ia kembali lagi, untuk kesekian ribu kalinya, kepada teks yang menyanyi, dan menangis, dan bersorak bersama dia di sepanjang hidupnya. Ia menulis: "Saya tidak pernah ditinggalkan tanpa mendengar janji itu dalam segala kuasanya yang menghibur dan menyokong melalui segala kegelapan dan kesedihan. "Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa."

Teks yang menyokongnya!

Janji yang menghiburnya!

Hadirat yang melindunginya!

"Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa!"



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MELUPUTKAN
Pada beberapa kesempatan kapal-kapal berlabuh ke dermaga yang bernama Resolution dan para misionari dianjurkan untuk pergi menyelamatkan diri. Pada setiap kejadian ini dia menolak, sambil berharap bahwa dia dapat memenangkan penduduk Tannese bagi Kristus. Dan akhirnya, ketika rumah misi dibobol dan setiap barang yang dia miliki tercuri ataupun hancur, dia menyadari bahwa jika dia tinggal lebih lama berarti nasib yang sangat menakutkan – yaitu dibunuh dan dimakan oleh para kanibal atau mati karena kelaparan. Setelah memutuskan untuk meninggalkan Tanna untuk sementara waktu, dia berjalan melintasi pulau tersebut, di tengah-tengah penderitaan yang tak terlukiskan dan bahaya yang tak terhitung, pergi ke stasiun misi yang ditempati oleh Tn. dan Ny. Mathieson.

Melewati perjalanan yang melelahkan, Paton pun tertidur lelap. Sekitar jam 10 anjing kecilnya yang setia, Clutha, hanya anjing ini yang tersisa dari semua miliknya, melompat tanpa suara ke atasnya dan membangunkannya. Memandang keluar, dia melihat bahwa rumah itu telah dikepung oleh para orang biadab, beberapa dengan obor yang menyala, dan tangan yang lain memegang senjata yang berbeda-beda. Dengan cepat mereka membakar gereja yang ada di dekat situ dan kemudian pagar tanaman yang menghubungkan gereja dengan rumah tempat tinggal. Dalam beberapa menit rumah itu juga mulai terbakar sementara orang-orang yang marah menunggu untuk membunuh para misionari ketika mereka berusaha untuk lari. Secara manusiawi, mereka tidak ada harapan. Bertulut, mereka menyerahkan diri mereka sendiri, tubuh maupun jiwa, kepada Tuhan Yesus, memohon Hadirat-Nya dan janji pertolongan-Nya: ". . Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau . . ." (Mazmur 50:15).

Membuka pintu, Paton keluar dengan terburu-buru untuk memotong pagar tanaman itu. Dengan segera dia dikepung oleh para biadab dengan pentungan yang terangkat dengan seruan, "Bunuh dia! Bunuh dia!" "Mereka berseru dalam marah," kata Paton, "namun Allah yang tak terlihat menahan mereka dan meluputkan saya. Saya berdiri tanpa dapat diserang di bawah perisai-Nya yang tak terlihat."

Hadirat Allah yang tak terlihat!

Perlindungan dari perisai yang tak terlihat!

Pelepasan dari Hadirat Ilahi!

Pas pada saat itu, suatu suara yang menderu dan berisik datang dari arah selatan. Sebuah angin tornado yang mengerikan dan hujan deras mendekat! Jika itu datang dari utara, api yang membakar gereja itu dapat dengan cepat menyebar dan membakar rumah misi itu. Namun, angin itu meniup api itu menjauh dari rumah dan kemudian hujan deras pun turun. Dengan hati penuh ketakutan, penduduk asli di sana melarikan diri sambil berseru: "Ini adalah hujan dari Yehova! Sungguhlah Allah mereka berperang untuk mereka dan membantu mereka."

Walaupun demikian, ketakutan mereka tidak berlangsung lama. Pagi hari berikutnya, mereka kembali untuk melanjutkan pekerjaan berdarah yang mereka lancarkan pada malam sebelumnya. Dengan tawa yang liar mereka mendekati rumah itu. Tiba-tiba, di tengah-tengah teriakan dan kegemparan yang makin keras, para misionari mendengar seruan, "Berlayar! Berlayar!" Mereka takut untuk percaya pada telinga mereka, tetapi itu nyata: sebuah kapal berlayar menuju pelabuhan ketika semua harapan terlihat sirna. Para misionari kemudian diselamatkan dan dibawa ke Aneityum.

"Dalam sukacita kami menyatukan puji-pujian kami," kata Paton. "Sungguh, Yesus kami yang berharga memiliki segala kuasa. Saya sudah sering menangis mengingat kasih dan kemurahanNya dalam pertolonganNya waktu itu."

Yesus–sumber semua kekuatan!

Yesus–sumber kasih dan belas kasihan!

Yesus–pencipta setiap keluputan!

Yesus berkata, "Segala kuasa diberikan kepada-Ku" dan berjanji, "Lihatlah, saya akan menyertai Engkau senantiasa." Melalui banyak pengalaman yang penuh dengan keajaiban dalam kehidupan John G. Paton, perkataan Kristus terbukti secara melimpah-limpah.



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENYEDIAKAN
Di Aneityum Paton bermaksud untuk melanjutkan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Tanna dan kemudian kembali ke Tanna saat jalan mulai terbuka. Namun setelah berbincang-bincang dengan misionari yang lain, dia setuju untuk pergi ke Australia dulu, kemudian ke Skotlandia untuk membangkitkan ketertarikan yang lebih besar pada pekerjaan di Hibrida Baru dan untuk merekrut misionari baru dan khususnya untuk mengumpulkan sejumlah besar dana untuk pembangunan dan pemeliharaan kapal layar yang digunakan untuk membantu para misionari dalam penginjilan di pulau-pulau. Kemudian dia mengumpulkan cukup banyak dana yang digunakan untuk membuat sebuah kapal uap misi.

Kenangan akan pengalaman masa kecil mendorongnya untuk menjalankan misi ini. Waktu itu merupakan tahun yang sulit. Panen kentang gagal dan panen-panen yang lain juga jelek. Keluarga Paton, seperti para petani yang lain, berada dalam kekurangan yang besar. Saat ayah sedang dalam perjalanan bisnis, baik makanan dan uang habis sama sekali. Ibu yang beriman membawa masalah ini kepada Tuhan dalam doa dan menyakinkan anak-anaknya bahwa Dia akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka pada pagi hari. Benarlah, satu keranjang makanan tiba entah dari mana keesokan harinya. Anak-anaknya berkumpul dekatnya, ibu berkata, "Anak-anak yang terkasih, kasihi Allah yang ada di surga. Beritahu Dia semua kebutuhanmu dalam iman dan doa, dan Dia pasti akan menyediakannya, maka itu akan digunakan untuk kebaikanmu dan kemuliaan-Nya."

Paton percaya bahwa Allah yang menjaga, melindungi dan meluputkannya dengan sangat hebat selama hari-harinya di Tanna, juga akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan materi yang dibutuhkan misi ini, seperti juga Dia telah menyediakan kebutuhan materi keluarganya saat dia masih muda. Dia memiliki keyakinan yang sering diekspresikan oleh Hudson Taylor: "Pekerjaan Allah yang dikerjakan sesuai kehendak-Nya tidak akan pernah kekurangan penyediaan-Nya." Meresponi pesan Paton yang mengharukan, sumbangan berdatangan. Uang itu banyak yang berasal dari puluhan ribu anak-anak remaja yang menjadi pemegang saham kapal yang akan dibuat itu, dengan satu saham seharga enam pence. Dia menghubungkan kesuksesan pengumpulan dana in dengan Hadirat Allah yang menyediakan. "Malaikat Hadirat-Nya mendahului saya," katanya, "dan secara ajaib menggerakkan umat-Nya untuk ambil bagian."

Bersambung ke Bagian #4

JOHN G. PATON

Sumber : Elia stroies Care
Sambungan Dari Bagian #2


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENJAMIN
Sebagaimana dinyatakan di atas, orang-orang biadab dari Aneityum telah menerima Kekristenan dengan kerelaan dan ketulusan. Bahkan, banyak dari mereka telah pergi ke pulau-pulau lain dan banyak menderita untuk Kristus dan injil bahkan hingga martir, dalam sejumlah contoh. Beberapa dari orang Kristen Aneityum menolong Paton dalam usahanya untuk menginjili orang Tannese.

Suatu hari ia menerima informasi bahwa ia dan guru-guru Aneityumnya dipersiapkan untuk menjadi korban untuk perayaan yang dipersiapkan oleh orang-orang pribumi. Mereka melihat keluar jendela dan melihat sekelompok besar pembunuh-pembunuh bersenjata mendekat. Mengetahui bahwa mereka tidak dapat terjangkau oleh pengharapan manusia, mereka berdoa. Selama banyak jam mereka mendengar orang-orang biadab itu berderap di sekeliling rumah, mengancam untuk masuk atau membakar tempat itu. Ketika mereka berdoa, hati mereka ditenangkan dengan jaminan bahwa Dia yang ada untuk mereka lebih besar dari semua musuh-musuh mereka. Paton berkata: "Keamanan kami bergantung dalam permohonan kami kepada Tuhan yang mulia yang telah menempatkan kami di sana, yang kepada-Nya telah diberikan seluruh kuasa baik di surga maupun di bumi. Inilah kekuatan, inilah kedamaian–mempunyai persekutuan yang manis bersama-Nya. Saya tidak dapat mengharapkan sesuatu yang lebih berharga untuk para pembaca selain hal itu."

Pemberita salib yang gigih itu sedang memikirkan Matius 28:18-20 dan Hadirat yang menjaminkan itu memberikan informasi kepadanya: "Segala kuasa baik di surga dan di bumi diberikan kepada-Ku. Oleh karena itu, pergilah kalian ... dan Aku bersamamu."

Tangan yang menenangkan misionari itu menahan musuh, dan pada akhirnya para pembunuh itu pergi tanpa menyelesaikan tujuan mereka.

Paton menyimpan beberapa kambing sebagai sumber persediaan susu. Suatu hari dia mendengar embikan yang janggal di antara para kambing, seolah-olah mereka sedang dibunuh atau disiksa. Ia bergegas ke kandang kambing. Tiba-tiba sekelompok orang bersenjata muncul dari semak-semak, mengelilingi dia dan menaikkan pentungan mereka. Dia telah masuk ke dalam perangkap mereka! "Kamu telah melarikan diri banyak kali," kata mereka, "tetapi kami sekarang akan membunuhmu!" Kemudian dia menaikkan tangan dan matanya ke arah surga, Paton menyerahkan hidupnya kepada Tuhan yang ia layani. Ketika dia berdoa, Hadirat Ilahi menaunginya, hatinya dipenuhi oleh jaminan yang lembut dan kanibal-kanibal itu pergi satu per satu. "Sesungguhnya Yesus menahan mereka sekali lagi" tegas sang misionari. "Janjinya adalah sebuah realitas; Dia ada bersama dengan pelayan-pelayan-Nya untuk mendukung dan memberkati mereka, bahkan sampai ke ujung dunia!"

Janji yang selalu di bibirnya!

Hadirat yang selalu di hatinya!

Janji yang memegangnya!

Hadirat yang menjaminnya!

Aku besertamu senantiasa!



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MELINDUNGI
Pada suatu ketika, saat Paton sedang berkhotbah di salah satu desa, tiga orang penyihir berdiri dan mengumumkan bahwa mereka dapat membunuhnya dengan Nahak (sejenis ilmu sihir), jika saja mereka dapat memperoleh sisa buah atau makanan yang dimakan oleh Paton. Ditantang sedemikian rupa, maka ia meneguhkan hati, dengan bantuan Tuhan, untuk melancarkan pukulan terhadap kuasa kegelapan yang besar yang dimiliki oleh para penyihir tersebut. Setelah menggigit tiga buah plum, ia memberikan satu plum ke masing-masing penyihir. Pada penduduk asli sangat kaget akan tindakannya dan mengantisipasi bahwa dia sebentar lagi akan jatuh tergeletak ketika para penyihir memulai mantra-mantra mereka. Dengan banyak gerakan dan erangan, mereka membungkus ketiga buah plum itu ke dalam daun dan membuat api "suci" dan membakar buah-buah itu. "Cobalah buat dewamu membantumu," Paton memberi semangat. "Saya tidak terbunuh. Bahkan, saya sehat walafiat."

Setelah sekian lama, para penyihir mengatakan bahwa mereka akan memanggil seluruh penyihir yang ada dan mereka akan membunuh Missi (nama sebutan Paton, singkatan dari "misionari") sebelum hari Sabat berikutnya tiba. Paton memberitahu rakyat bahwa ia akan menemui mereka pada tempat yang sama Sabtu pagi berikutnya. Keseruan yang besar melanda pulau itu. Setiap hari, pembawa berita dari berbagai pelosok datang dan menanyakan apakah orang putih itu sakit. Pada Sabtu pagi, ia muncul di hadapan rakyat dalam keadaan sehat, dan berkata, "Kini kalian harus mengakui bahwa dewa kalian tidak memiliki kuasa atas diriku dan saya dilindungi oleh Allah yang benar dan hidup. Ia adalah satu-satunya Allah yang dapat mendengar dan menjawab doa. Ia mengasihi umat manusia, walaupun manusia begitu jahat, dan Ia mengutus AnakNya yang terkasih, Yesus, untuk menyelamatkan semua yang percaya dan mengikuti Dia dari dosa." Mulai dari hari itu, dua penyihir menjadi bersahabat dengan dia, tetapi yang lainnya tetap menjadi musuh bebuyutannya dan menghasut orang-orang pribumi untuk semakin memusuhinya.

Sekitar waktu itu, beberapa kejadian yang berdarah mencuat di pulau Erromanga. Pada tahun 1839, John Williams, dan teman sekerjanya yang muda, Harris, dipukuli hingga mati dan dimakan oleh penduduk Erromanga. Namun setelah beberapa waktu, mereka digantikan oleh misionari lain yang gagah berani. Kini, setelah empat tahun penuh pengabdian, Tuan dan Nyonya Gordon dipukuli dan dibunuh.

Ketika para penduduk Tannessa mendengar kejahatan tersebut, mereka berteriak seorang kepada yang lain: "Kami salut dan kasih pada orang-orang Erromanga! Mereka orang-orang berani. Mereka membunuh Missi mereka dan istrinya, sedangkan kita hanya bisa berbicara saja."

Karena seringnya mereka diserang dan diancam nyawanya, dan juga pembunuhan salah seorang dari mereka, semua guru-guru Injil dari Aneityum, kecuali Abraham, pulang ke pulau mereka sendiri. Abraham ini, yang dulunya seorang biadab yang haus darah, adalah seorang pahlawan salib yang sejati. Menghadapi kematian yang hampir pasti, ia bersikukuh untuk tinggal bersama misionari di tempat tugas dan bahaya. Sementara ratusan kanibal yang marah menyerukan kematian mereka, keduanya berlutut dalam doa. "O Tuhan," Abraham berdoa, "buatlah kami berdua kuat bagi-Mu dan pekerjaan-Mu, dan jika mereka membunuh kami, biarlah kami mati berdua dalam pekerjaan-Mu yang baik, seperti hamba-Mu, Missi Gordon dan istrinya."

Para biadab mengelilingi mereka dalam lingkaran maut dan menyemangati satu sama lain untuk menghantamkan pukulan pertama atau menembakkan tembakan pertama. Akhirnya, sebuah batu perang, yang dilemparkan dengan kekuatan yang besar, menyerempet pipi Abraham. Santo tua yang manis itu mengalihkan pandangannya pada langit dan berkata, "Missi, saya hampir pergi pada Yesus."

"Di saat yang mengerikan itu," tulis Paton, "Saya melihat kata-kata Kristus sendiri, seperti huruf-huruf yang terukir dari api di awan-awan di langit: `Dan apa pun juga yang kamu minta dalam namaKu, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan dalam Anak.'" (Yoh. 14:13) Ketika ia sedang berdiri berdoa, ia bagaikan melihat Tuhan Yesus mengambang di dekatnya, memperhatikan pemandangan yang terjadi, dan suatu jaminan datang padanya, bagaikan jika ada suara dari surga, bahwa tidak ada satu senapanpun akan ditembakkan, tidak ada satu pentungan akan memukul, tidak satu pun tombak akan meninggalkan tangan yang telah bergetar untuk melemparnya, tidak satu anak panah akan lepas dari panahnya, atau satu batu pun terlontar dari jari-jari, tanpa izin dari Yesus Kristus, yang memerintah atas seluruh alam semesta dan yang menahan bahkan para biadab di Laut Selatan. Bagaimanakah para biadab itu dapat dicegah untuk tidak melaksanakan niat pembunuhan mereka? Hal itu adalah suatu mujizat, yang mengalir keluar dari hadirat Tuhannya yang melindungi. "Jika ada pembaca yang heran bagaimana mereka dicegah," ia berkata, "saya lebih heran lagi, kecuali bahwa saya percaya tangan yang sama yang menahan para singa untuk tidak menjamah Daniel, telah menahan para biadab dari menyakiti saya."

Ketika menutup kisah tentang episode yang satu itu, ia kembali lagi, untuk kesekian ribu kalinya, kepada teks yang menyanyi, dan menangis, dan bersorak bersama dia di sepanjang hidupnya. Ia menulis: "Saya tidak pernah ditinggalkan tanpa mendengar janji itu dalam segala kuasanya yang menghibur dan menyokong melalui segala kegelapan dan kesedihan. "Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa."

Teks yang menyokongnya!

Janji yang menghiburnya!

Hadirat yang melindunginya!

"Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa!"



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MELUPUTKAN
Pada beberapa kesempatan kapal-kapal berlabuh ke dermaga yang bernama Resolution dan para misionari dianjurkan untuk pergi menyelamatkan diri. Pada setiap kejadian ini dia menolak, sambil berharap bahwa dia dapat memenangkan penduduk Tannese bagi Kristus. Dan akhirnya, ketika rumah misi dibobol dan setiap barang yang dia miliki tercuri ataupun hancur, dia menyadari bahwa jika dia tinggal lebih lama berarti nasib yang sangat menakutkan – yaitu dibunuh dan dimakan oleh para kanibal atau mati karena kelaparan. Setelah memutuskan untuk meninggalkan Tanna untuk sementara waktu, dia berjalan melintasi pulau tersebut, di tengah-tengah penderitaan yang tak terlukiskan dan bahaya yang tak terhitung, pergi ke stasiun misi yang ditempati oleh Tn. dan Ny. Mathieson.

Melewati perjalanan yang melelahkan, Paton pun tertidur lelap. Sekitar jam 10 anjing kecilnya yang setia, Clutha, hanya anjing ini yang tersisa dari semua miliknya, melompat tanpa suara ke atasnya dan membangunkannya. Memandang keluar, dia melihat bahwa rumah itu telah dikepung oleh para orang biadab, beberapa dengan obor yang menyala, dan tangan yang lain memegang senjata yang berbeda-beda. Dengan cepat mereka membakar gereja yang ada di dekat situ dan kemudian pagar tanaman yang menghubungkan gereja dengan rumah tempat tinggal. Dalam beberapa menit rumah itu juga mulai terbakar sementara orang-orang yang marah menunggu untuk membunuh para misionari ketika mereka berusaha untuk lari. Secara manusiawi, mereka tidak ada harapan. Bertulut, mereka menyerahkan diri mereka sendiri, tubuh maupun jiwa, kepada Tuhan Yesus, memohon Hadirat-Nya dan janji pertolongan-Nya: ". . Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau . . ." (Mazmur 50:15).

Membuka pintu, Paton keluar dengan terburu-buru untuk memotong pagar tanaman itu. Dengan segera dia dikepung oleh para biadab dengan pentungan yang terangkat dengan seruan, "Bunuh dia! Bunuh dia!" "Mereka berseru dalam marah," kata Paton, "namun Allah yang tak terlihat menahan mereka dan meluputkan saya. Saya berdiri tanpa dapat diserang di bawah perisai-Nya yang tak terlihat."

Hadirat Allah yang tak terlihat!

Perlindungan dari perisai yang tak terlihat!

Pelepasan dari Hadirat Ilahi!

Pas pada saat itu, suatu suara yang menderu dan berisik datang dari arah selatan. Sebuah angin tornado yang mengerikan dan hujan deras mendekat! Jika itu datang dari utara, api yang membakar gereja itu dapat dengan cepat menyebar dan membakar rumah misi itu. Namun, angin itu meniup api itu menjauh dari rumah dan kemudian hujan deras pun turun. Dengan hati penuh ketakutan, penduduk asli di sana melarikan diri sambil berseru: "Ini adalah hujan dari Yehova! Sungguhlah Allah mereka berperang untuk mereka dan membantu mereka."

Walaupun demikian, ketakutan mereka tidak berlangsung lama. Pagi hari berikutnya, mereka kembali untuk melanjutkan pekerjaan berdarah yang mereka lancarkan pada malam sebelumnya. Dengan tawa yang liar mereka mendekati rumah itu. Tiba-tiba, di tengah-tengah teriakan dan kegemparan yang makin keras, para misionari mendengar seruan, "Berlayar! Berlayar!" Mereka takut untuk percaya pada telinga mereka, tetapi itu nyata: sebuah kapal berlayar menuju pelabuhan ketika semua harapan terlihat sirna. Para misionari kemudian diselamatkan dan dibawa ke Aneityum.

"Dalam sukacita kami menyatukan puji-pujian kami," kata Paton. "Sungguh, Yesus kami yang berharga memiliki segala kuasa. Saya sudah sering menangis mengingat kasih dan kemurahanNya dalam pertolonganNya waktu itu."

Yesus–sumber semua kekuatan!

Yesus–sumber kasih dan belas kasihan!

Yesus–pencipta setiap keluputan!

Yesus berkata, "Segala kuasa diberikan kepada-Ku" dan berjanji, "Lihatlah, saya akan menyertai Engkau senantiasa." Melalui banyak pengalaman yang penuh dengan keajaiban dalam kehidupan John G. Paton, perkataan Kristus terbukti secara melimpah-limpah.



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENYEDIAKAN
Di Aneityum Paton bermaksud untuk melanjutkan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Tanna dan kemudian kembali ke Tanna saat jalan mulai terbuka. Namun setelah berbincang-bincang dengan misionari yang lain, dia setuju untuk pergi ke Australia dulu, kemudian ke Skotlandia untuk membangkitkan ketertarikan yang lebih besar pada pekerjaan di Hibrida Baru dan untuk merekrut misionari baru dan khususnya untuk mengumpulkan sejumlah besar dana untuk pembangunan dan pemeliharaan kapal layar yang digunakan untuk membantu para misionari dalam penginjilan di pulau-pulau. Kemudian dia mengumpulkan cukup banyak dana yang digunakan untuk membuat sebuah kapal uap misi.

Kenangan akan pengalaman masa kecil mendorongnya untuk menjalankan misi ini. Waktu itu merupakan tahun yang sulit. Panen kentang gagal dan panen-panen yang lain juga jelek. Keluarga Paton, seperti para petani yang lain, berada dalam kekurangan yang besar. Saat ayah sedang dalam perjalanan bisnis, baik makanan dan uang habis sama sekali. Ibu yang beriman membawa masalah ini kepada Tuhan dalam doa dan menyakinkan anak-anaknya bahwa Dia akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka pada pagi hari. Benarlah, satu keranjang makanan tiba entah dari mana keesokan harinya. Anak-anaknya berkumpul dekatnya, ibu berkata, "Anak-anak yang terkasih, kasihi Allah yang ada di surga. Beritahu Dia semua kebutuhanmu dalam iman dan doa, dan Dia pasti akan menyediakannya, maka itu akan digunakan untuk kebaikanmu dan kemuliaan-Nya."

Paton percaya bahwa Allah yang menjaga, melindungi dan meluputkannya dengan sangat hebat selama hari-harinya di Tanna, juga akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan materi yang dibutuhkan misi ini, seperti juga Dia telah menyediakan kebutuhan materi keluarganya saat dia masih muda. Dia memiliki keyakinan yang sering diekspresikan oleh Hudson Taylor: "Pekerjaan Allah yang dikerjakan sesuai kehendak-Nya tidak akan pernah kekurangan penyediaan-Nya." Meresponi pesan Paton yang mengharukan, sumbangan berdatangan. Uang itu banyak yang berasal dari puluhan ribu anak-anak remaja yang menjadi pemegang saham kapal yang akan dibuat itu, dengan satu saham seharga enam pence. Dia menghubungkan kesuksesan pengumpulan dana in dengan Hadirat Allah yang menyediakan. "Malaikat Hadirat-Nya mendahului saya," katanya, "dan secara ajaib menggerakkan umat-Nya untuk ambil bagian."

Bersambung ke Bagian #4

JOHN G. PATON

Sumber : Elia stories Care
Sambungan Dari Bagian #3


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MEMAMPUKAN
Saat di Skotlandia, Paton menikah dengan Margaret Whitecross, dan mereka bersama-sama berlayar ke Laut Selatan. Mereka tiba di Aneityum pada bulan Agustus 1866, dan dia mendengar bahwa Abraham tua yang setia telah mendapatkan upahnya di surga. Abaraham pernah diberi dan dihadiahi sebuah jam mahal oleh teman misionarinya yang mengirimnya dari Australia. Ketika dia akan meninggal, dia berkata, "Berikan itu kepada Missi Paton dan beritahukannya bahwa saya harus pergi kepada Yesus, di sana waktu mati."

Tn. dan Ny. Paton mendirikan sebuah badan misi baru di Aniwa, pulau terdekat dengan Tanna, untuk memimpin orang-orang Aniwa kepada Kristus sambil menantikan hari ketika dia dapat kembali ke tempat yang merupakan harapan dan penderitaannya dulu. Mereka membangun sebuah rumah untuk mereka sendiri tinggali dan dua rumah untuk anak-anak yatim piatu. Kemudian sebuah gereja, rumah produksi dan beberapa bangunan didirikan. Mereka menyadari bahwa penduduk Aniwa sebenarnya sama bejatnya dengan penduduk Tanna. Ketahyulan yang sama, kekejaman dan kebejatan kanibal yang sama, mental barbar yang sama, kurang memikirkan kepentingan orang lain adalah buktinya. Barang-barang milik para misionari terkadang dicuri dan banyak usaha yang dilakukan untuk membunuh mereka. Semua jenis pengalaman, dari yang lucu sampai mengerikan, masuk ke dalam kehidupan mereka.

Pertama-tama Paton tinggal di pondok penduduk yang kecil. Saat dia sibuk dalam pembangunan sebuah rumah yang agak jauh sedikit, kapaknya terjatuh dan mengiris dalam pergelangan kakinya. Dia mendesak beberapa pribumi untuk mengantarkannya ke gubuknya. Ketika mereka meminta pembayaran, dia memberikan beberapa kail ikan, yang memang sangat dibutuhkan, dan memberikan beberapa kepada salah satu dari orang-orang itu. Orang ini mengantarkannya beberapa langkah, kemudian membaringkannya dan meninggalkannya. Orang kedua dibayar serupa dan setelah beberapa langkah membaringkannya sama seperti orang yang pertama; demikian pula orang ketiga dan seterusnya. Sementara itu, Paton menderita amat sangat dan mengalami perdarahan yang serius.

Setelah sembuh dan kembali membangun rumah, dia menyadari bahwa suatu hari dia membutuhkan beberapa alat yang ada di gubuk. Menuliskan sebuah catatan di atas kayu, kemudian ia menyerahkan kepada seseorang kepala suku, bernama Namakei, dan memintanya untuk memberikan catatan itu kepada Ny. Paton. "Tetapi apa yang kamu inginkan?" tanya kepala suku tua itu dengan heran.

"Kayu itu akan memberitahu dia," jawabnya.

Namakei berpikir bahwa hal tersebut adalah semacam gurauan, tetapi melakukan segala yang diminta. Kemudian dia sangat terkejut ketika Ny. Paton mengirim apa yang suaminya minta. Misionari itu mengambil keuntungan dari kejadian itu untuk menceritakan kepada dia tentang Alkitab, yang melaluinya dia dapat mendengar Allah "berbicara" kepadanya. Sebuah keinginan yang menggebu-gebu terbangunkan di dalam jiwa orang tua itu untuk melihat Firman Allah yang tercetak dalam bahasanya sendiri, dan membuat dia memberikan pertolongan yang besar dalam pernerjemahan, yang juga menginspirasikan dia untuk belajar membaca. Ketika bagian pertama dari Alkitab telah dicetak ia bertanya dengan sungguh-sungguh: "Missi, dapatkah Firman itu berbicara? Apakah itu berbicara dalam bahasa saya?"

"Ya, itu dapat."

"O Missi, buatlah itu berbicara kepada saya!"

Paton membacakannya beberapa ayat dan kepala suku itu berseru dengan girang, "Ayat itu berbicara! Ayat itu berbicara dengan kata-kata saya! Tolong berikan itu kepada saya!" Setelah mendekapnya, ia menyerahkannya kembali dengan kecewa dan berkata, "Missi, ia tidak berbicara kepada saya!"

Paton menjelaskan bahwa dia harus terlebih dahulu belajar untuk membaca, barulah ia membuat buku itu berbicara. Mengetahui bahwa penglihatan kepala suku itu sangat buruk, dia menemukan sepasang kacamata yang cocok dengannya dan Namakei menangis bahagia, "Saya telah mendapat kembali penglihatan yang saya miliki ketika saya masih muda. O Missi, buatlah buku itu berbicara kepada saya sekarang!

Dia diberi tiga huruf pertama dalam alphabet. Kemudian dia menghafal ketiga huruf itu dan berlari kepada misionari tersebut dan katanya: "Saya telah menghafal A, B, C. Sekarang itu sudah ada dalam otak saya. Berikan kepada saya tiga huruf lagi."

Namakei belajar dengan rajin.


Saat dia dapat membaca, dia berkata kepada masyarakat yang ada di sana: "Datang dan saya akan membiarkan kamu mendengar bagaimana Firman Allah berbicara dalam bahasa kita. Dengarkanlah perkataan yang indah ini, yang memberitahukan mengapa Missi datang untuk hidup di antara kita orang celaka dan tentang teman-Nya Yesus, yang selalu pergi berserta dengannya, untuk membuatnya kuat dalam segala usahanya."

Dia membaca dengan terbata-bata Firman itu: "Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa."

Seperti Nebudkadnezar mengobservasi Orang Keempat, yang seperti Anak Allah, dalam tungku perapian bersama Sadrakh, Mesakh dan Abednego, demikianlah orang-orang biadab yang ada di Hibrida Baru melihat bahwa misionari itu tidak sendirian dan tidak berdiri di atas kekuatannya sendiri.



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGUBAH
Melalui keputusasaan dan pencobaan yang bertubi-tubi, para misionari terus bekerja, tahu bahwa Dia yang bersama dengan mereka adalah Allah yang penuh kuasa dalam penyelamatan dan penuh kuasa untuk mengubah. Paton bersaksi: "Dalam dunia penyembah berhala, setiap orang yang sungguh bertobat otomatis menjadi seorang misionari. Hidup yang berubah, bersinar di tengah-tengah kegelapan, adalah sebuah kabar baik dalam huruf cetak besar yang dapat dibaca semua orang."

Namakei berubah menjadi sebuah bukti yang mengesankan akan "ciptaan baru di dalam Kristus," walaupun memerlukan cukup banyak waktu untuk berpindah dari masa memuji Yesus hingga akhirnya masuk ke dalam masa memiliki dan menjadikan-Nya Raja dalam kehidupannya. Berkaitan dengan kelangkaan akan air yang hebat di Aniwa dan banyaknya penyakit akibat meminum air kotor, Paton memutuskan untuk menggali sebuah sumur. Ketika ide itu diusulkan ke Namakei, kepala suku tua itu berpikir Missi telah kehilangan pikirannya. Tetapi pria putih itu bekerja keras selama berhari-hari, meskipun teriknya matahari tropis bersinar menyinari tubuhnya. Ketika sumur itu runtuh pada satu malam, ia menggalinya lagi dengan sepenuh tenaga. Namakei berusaha untuk membujuknya untuk berhenti dari usahanya yang gila dan bodoh, memberitahunya bahwa air hanya datang dari atas dan jika ia menemukan air ia akan jatuh menuju ke laut dan dimakan oleh hiu-hiu. Akhirnya pria putih itu keluar dari sumur Yehova dengan seember penuh air. Namakei dengan ragu mengambilnya dan merasakan airnya dan kemudian berseru: "Hujan! Ini adalah hujan!


Dunia menjadi terbalik semenjak Yehova datang ke Aniwa." Dengan hati-hati ia dan orang-orang lainnya mengintai ke dalam sumur untuk melihat "Hujan Yehova" memancar dari bawah.

"Apakah sumur ini hanya untuk anda dan keluargamu?" tanya mereka.

"Tidak, kalian semua boleh datang dan minum sebanyak yang kamu perlukan."

Dengan sangat gembira, orang-orang berlarian untuk menyebarkan berita itu. Tetapi Namakei berkata, "Missi, bolehkah saya menolongmu di pelayanan Sabat berikutnya? Saya mau berkhotbah tentang sumur." Missi itu langsung setuju.

Mendengar apa yang telah terjadi, sekumpulan massa besar berkumpul di dalam gereja Sabat berikutnya. Namakei menyampaikan sebuah pesan yang berkuasa dan mengesankan, penutupannya adalah sebagai berikut: "Teman-teman Aniwa, sesuatu di dalam hatiku memberitahuku bahwa Allah yang tidak kelihatan itu ada dan aku akan melihat Dia suatu hari ketika timbunan debu yang sekarang membutakan mata tuaku dihilangkan, persis seperti kita melihat air itu yang begitu lama tidak terlihat, ketika lumpur dan batu dihilangkan dalam proses pembuatan sumur. Mulai hari ini, rakyatku, saya harus menyembah Allah yang telah membukakan bagi kita sumur itu. Biarlah setiap orang yang berpikir seperti saya sekarang pergi dan membawa berhala Aniwa sehingga mereka dapat dihancurkan. Biarlah kita berdiri untuk Allah Yehova yang mengirim Putra-Nya Yesus untuk mati bagi kita dan membawa kita ke surga." Khotbah ini, bersamaan dengan contoh kegigihan kepala suku, membuat banyak orang berbalik dari berhala-berhala kepada Allah yang sejati.

Setelah banyak permintaan, Namakei mendapatkan izin untuk pergi ke Aneityum dengan Paton untuk menghadiri pertemuan tahunan para misionari. Dia sekarang sangat tua dan rapuh. Di pertemuan ia gembira mendengar bagaimana orang-orang dari berbagai macam pulau menerima Injil dan berbalik dari jalan penyembahan berhala. "Missi," katanya, "saya mengangkat kepala saya seperti sebuah pohon. Saya bertumbuh semakin tinggi dengan sukacita."

Setelah beberapa hari di Aneityum, kepala suku tua itu merasa sakit ketika dia sedang beristirahat di bawah bayangan pohon Banyan. "O Missi," dia berbisik, "Saya hampir mati! Beritahu rakyatku supaya terus menyenangkan Yesus. O Missi, biarkanlah aku mendengar kata-katamu di dalam doa. Missiku yang terkasih, aku akan bertemu dengan kamu di rumah Yesus."

Peristiwa itu adalah kematian yang penuh kemenangan dari seseorang yang dulunya kanibal, tetapi yang telah datang di bawah sentuhan yang mengubahkan dari Tuhan yang Hidup.

Orang kudus lainnya, yang diubahkan dari seorang yang tidak beradab dan brutal, adalah Naswai. Dia adalah seorang guru dari sebuah sekolah di desanya dan sangat bersemangat di dalam hal-hal yang berhubungan dengan Kristus. Dalam satu peristiwa, sekelompok orang datang dari Fotuna untuk melihat bagi diri mereka sendiri apa yang telah Injil lakukan di Aniwa. Naswai membuat penyampaian yang sangat kuat, ia berkata: "Orang-orang Fotuna, ketika kamu kembali, beritahu orang-orangmu bagaimana kami orang-orang Aniwa berubah. Sebagai orang-orang yang tidak mengenal Allah, kami bertengkar, membunuh, dan saling memakan. Kami tidak memiliki kedamaian, tidak ada sukacita, di dalam hati atau di rumah atau di negeri kami. Sekarang Yehova telah mengubah seluruh hati kami yang gelap dan kami sebagai saudara/i seiman, dalam kedamaian dan kebahagiaan."

Putri Namakei, Litsi, telah dilatih semenjak kanak-kanak oleh para misionari. Ia menjadi sebuah contoh yang mulia tentang wanita Kristen. Menjadi seorang putri dari kepala suku yang paling penting di pulau itu, ia disebut "Ratu Aniwa." Pada waktunya, ia menikahi seorang pria bernama Mungaw. Suatu malam, Mungaw ditembak oleh Nasi, kepala suku dari pulau Tanna. Beberapa waktu kemudian, Litsi pergi ke Tanna karena digerakkan oleh rasa dendam yang teramat sangat dan kudus. Dia pergi sebagai seorang misionari kepada orang-orang yang kepala sukunya telah membunuh suaminya. Orang-orang Kristen lain dari Aniwa bergabung dengannya, dan mereka menyebarkan Injil yang mulia ke negeri yang gelap itu. Demikianlah akhirnya, beberapa orang yang telah ditobatkan Paton di Aniwa memberitakan Kristus kepada orang-orang miskin dan hina di pulau berdarah di mana ia telah diasingkan bertahun-tahun sebelumnya.

Demikianlah sedang dijawab, doanya yang begitu sering ia panjatkan di tempat yang suci itu, dimana ia menguburkan istrinya dan bayinya yang berumur 3 bulan setelah mencapai Tanna. Ia berkata: "Kapanpun Tanna berbalik kepada Tuhan dan dimenangkan bagi Kristus, orang-orang akan menemukan kenangan dari tempat itu masih hijau. Disanalah saya mengklaim bagi Allah negeri tempat saya menguburkan keluargaku yang telah meninggal dalam iman dan pengharapan."

Iman apa? Pengharapan apa? Iman di dalam janji! Pengharapan di dalam Alkitab! "Lihatlah, Aku besertamu senantiasa." Diyakinkan oleh Hadirat yang manis dan menyertai itu, ia mengetahui bahwa perubahan-perubahan luar biasa akan terjadi – orang-orang biadab itu akan menjadi orang kudus, para pembunuh akan menjadi para misionari, orang egois menjadi pelayan, dan semua penghuni kekejaman dan kegelapan akan bersuara bersamaan dengan puji-pujian sang Penebus.



AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENCUKUPI DAN TAK PERNAH GAGAL
Adalah hari yang bersejarah ketika Paton mengunjungi kembali Tanna. Nowar yang tua, kepala suku yang bersahabat itu, sangat gembira melihatnya dan Mrs. Paton, dan meminta mereka untuk tinggal. Dia berjanji akan menyediakan makanan dan perlindungan. Namun sepertinya dia menyadari, bahwa apa yang dapat ia berikan sama sekali tidak cukup dan juga tidak diperlukan, karena para misionari memiliki sumber kuasa yang lebih besar daripada semua tipu muslihat manusia. Dia mengingat kejadian-kejadian yang tak terhitung banyaknya, ketika kebenaran ini sungguh nyata. "Kemudian," Paton bercerita, "dia memimpin kami ke cabang pohon chestnut dimana saya berlindung saat malam yang sepi ketika semua harapan sudah tidak ada lagi, dan ia berkata kepada Mrs. Paton dengan tulus, `Allah yang melindungi Missi dalam pohon ini akan selalu menyertaimu!'" Bahkan mata para biadab dapat melihat bahwa misionari tersebut memiliki Hadirat Allah Mahakuasa yang tak pernah gagal.

Pada umurnya yang ke-83, John G. Paton meninggal di Australia pada tanggal 28 Januari 1907. Tubuhnya dibaringkan di Boroondara Cemetery dan di nisan kuburnya tertulis ayat yang mengubah seluruh hidupnya.

Mengenai ayat ini, anaknya, F.H. Paton menuliskan: "Dalam percakapan pribadi maupun ceramah umum, ayahku selalu saja mengutip kata-kata ini, `Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa' sebagai inspirasi akan ketenangan dan keyakinannya pada masa genting, dan pengharapannya saat menghadapi situasi yang mustahil. Betapa hal ini disadari oleh keluarganya, sehingga kami memutuskan untuk menuliskan ayat ini pada batu nisannya yang di Boroondara Cemetery. Bagi kami semua, ayat ini sepertinya menyimpulkan semua elemen inti dalam imannya dan sumber keberanian dan ketabahannya."

Ayat yang terdapat pada bibirnya!

Ayat yang terdapat dalam hatinya!

Ayat yang terdapat di atas batu nisannya!

Inspirasi dari keyakinannya!

Elemen inti dalam imannya!

Sumber keberanian dan ketabahannya!

"Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman!"

"Sampai kepada akhir zaman."

Kalimat terakhir pada volume kedua buku Autobiografi misionari hebat ini berbunyi: "Marilah kita bersekutu bersama lagi, dalam Hadirat dan kemuliaan Sang Penebus." Hadirat Allah yang mencukupi dan tak pernah gagal ada bersama dengan John G. Paton "sampai kepada akhir" perjalanan hidupnya dan sampai kehidupan yang tak terlukiskan di surga. Ia tidak memasuki tempat itu sebagai orang asing. Ia hanya memperbaharui persekutuan yang telah dia miliki dan yang mempermuliakan hari-hari hidupnya dibumi ini. Ia telah masuk ke dalam "hadirat dan kemuliaan sang Penebus," di mana kesenangan berlanjut selamanya.

Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah!

SACRED NAME MOVEMENT

Sumber : Elia stories Care
Berbeda dengan tiga gerakan utama kultus abad XIX yaitu 'Mormon,' '7th-day Adventist,' dan Jehovah Witnesses' yang berbentuk organisasi yang solid dengan doktrin yang solid pula, pada akhir abad XIX bersemi pula aliran sempalan dari Adventisme yang kemudian terpecah-belah dalam banyak kelompok yang berdiri sendiri-sendiri dengan doktrin yang berbeda-beda. Gerakan ini disebut Sacred Name Movement (SNM / Gerakan Nama Suci) karena memiliki kesamaan dengan mengutamakan nama YHWH (tetragrammaton) yang dianggap Nama Suci yang harus dipulihkan.

SNM adalah gerakan yang menggeser keyakinan kekristenan yang berpusat Yesus Kristus dan ajaran trinitarian (Tritunggal) kearah sekte yahudi yang berpusat nama YHWH dengan ajaran yang menganut faham unitarian/binitarian/arian. Disebut 'yahudi' karena mengubah tradisi kristen yang inklusif yang bersifat menyebar ke bangsa-bangsa lain (Mat.28:19, ta panta ethne) kembali ke tradisi yahudi yang eksklusif yang berpusat ke agama dan bahasa Ibrani, dan disebut 'sekte' karena SNM mengganggap dirinya yang benar dan agama yahudi orthodox sebagai aliran mainstream orang yahudi salah dan tidak selamat karena tidak menyebut nama YHWH melainkan menggantinya dengan Adonai. Umumnya kelompok SNM menolak peringatan hari Natal dan Paskah (kebangkitan) sama halnya dengan Jehovah Witnesses, dan ada yang merayakan Pasah Yahudi (Exodus).

Pada abad-19, sejalan dengan semangat nasionalisme yang timbul di mana-mana, ada gerakan internasional kebangkitan Yahudi yang kala itu hidup dalam diaspora di Eropah. Bangsa Yahudi/Israel sepanjang sejarah mengalami diaspora, dan di perantauan tidak merasakan hidup damai dan sejahtera, karena situasi itulah mereka rindu untuk kembali berkumpul di tanah yang dijanjikan yaitu Palestina, tanah perjanjian yang dijanjikan para nabi. Sejalan dengan meningkatnya anti-semitisme di Eropah di abad XIX, Yahudi perantauan mulai berduyun-duyun kembali ke Palestina dan banyak yang mengidap fanatisme 'bangsa terpilih' (chosen people) sekaligus 'sentimen anti Arab/Islam' mengingat Palestina diduduki kerajaan Islam selama 13 abad (abad VII - XX).

Semangat kembali ke akar yahudi (hebraic roots) diiringi keinginan menghidupkan bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan (Eliezer ben Yehuda) dan gerakan politik 'kembali ke Zion' (Zionism, Theodor Herzl). Gerakan ini bertujuan mendirikan negara Yahudi di tanah Palestina (Eretz Yisrael). Dalam Zionisme ada beberapa aliran dengan kepentingan berbeda, ada yang bermotif sosialis (Labor Zionism), liberal (Liberal Zionism, paling dominan), revisionis (Revisionist Zionism), dan ada yang menekankan kehidupan keagamaan Yahudi (Religious Zionism, Abraham Isaac Kook). Kebanyakan Yahudi perantauan tidak lagi mempedulikan agama dan menjadi sekuler, namun Yahudi ortodok berpendapat bahwa 'Zionisme harus dicapai dengan mengembalikan orang Yahudi kepada akar yudaik agama dan bahasa mereka.'

Semangat 'hebraic roots' juga menyebar ke Amerika Serikat dimana lobi yahudi kuat dan berpengaruh, semangat mana kemudian menjadi gerakan hebraic roots movement (HRM) yang juga didukung kalangan kristen tertentu dan mempengaruhi Adventisme. Dalam gerakan ini ada pula sekte yahudi yang ingin memulihkan Nama Suci YHWH (Sacred Name Movement / SNM. Yahudi ortodok tidak demikian). Di abad XIX di Amerika Serikat, terjadi kekosongan rohani yang luar biasa disebabkan Perang Saudara (Civil War) dan industrialisasi yang materialistis yang mengabaikan aspek rohani manusia. Di tengah kekosongan itu, banyak sekte baru tumbuh di kalangan Kristen yang menekankan perhitungan Akhir Zaman, yaitu 'Adventis' (1844) dan 'Jehovah Witnesses' (1874). Kedua aliran ini kemudian terkena imbas lobi Yudaisme yang bergerak di Amerika Serikat sejak abad XIX.

Imbas HRM mempengaruhi '7th Day Adventist' (1860) yang mulai menjalankan Sabat Yahudi dan menekankan kembali kesucian makanan sesuai taurat, itulah sebabnya gereja ini dijuluki '20th-century Judaism'. Berbeda dengan '7th-day Adventist' yang menganut Trinitarian, 'Jehovah Witnesses' (JW / Saksi-Saksi Yehuwa) terpengaruh Arianisme/Unitarianisme yang menganggap bahwa Tuhan itu esa bernama Jehovah dan Yesus ciptaan lebih rendah, dan roh kudus adalah tenaga aktif Allah.

Dari Adventisme lahir juga 'Church of God, 7thday.' Berbeda dengan 7th-day Adventist yang trinitarian dan mengganggap Ellen G. White sebagai nabiah, 'COG,7th-day' menolaknya. COG,7th-day kemudian menganut faham Binitarian dan Arian, dimana Yesus dianggap Tuhan tapi lebih rendah dari Bapa dalam ranking dan roh kudus hanya daya batin Allah. COG, 7th-day menerbitkan majalah 'The Hope of Israel.'

SNM mendapat momentum penting di tahun 1920/30-an dimana Religious Zionism meningkatkan kegiatannya di Amerika Serikat. Charles Taze Russel yang pertama terkena imbas SNM dan penerusnya menggunakannya sebagai nama aliran 'Jehovah Witnesses' (1931). Kemudian ada tiga tokoh dibelakang SNM kalangan COG, 7th-day, yang mendirikan 'COG, 7th-day, Salem' (1933), yaitu Andrew N. Dugger, Clarence O. Dodd dan Herbert W. Armstrong. Dodd karena pandangan yudaiknya yang kental dikeluarkan dari COG, 7th-day, Salem, lalu mendirikan 'Assembly of Yahweh' yang memulihkan kembali nama Yahweh, merayakan hari Sabat dan hari-hari raya yahudi, dan menerbitkan majalah 'The Faith' (1937) untuk menyebar-luaskan pandangan HRM dan SNM.

Assembly of Yahweh menekankan 'kembali ke akar yudaik' dimana mereka mengaku sebagai 'Israel yang benar' (True Israel) dan memulihkan doktrin dan ritual taurat yang berdasarkan Tanakh Yahudi (Kitab Suci Ibrani atau PL) seperti yang diajarkan oleh Yahshua yang adalah nabi dan Mesias. Mereka menolak Paulus sebagai rasul, itulah sebabnya banyak jemaat SNM yang lahir kemudian umumnya menjadikan surat-surat Paulus dalam Perjanjian Baru kurang berotoritas atau bahkan ada yang menolaknya sama sekali. Dari 'Assembly of Yahweh' berpecah-belah banyak kelompok SNM baru seperti 'House of Yahweh' yang menolak pre-eksistensi Yahshua. 'The Assembly of Yahvah' lebih memilih nama Yahvah dan 'The Assemblies of Yah' memilih nama Yah daripada Yahweh.

A. B. Traina, murid Dodd, menolak surat-surat Paulus, kemudian dengan dasar King James Bible mengganti nama 'LORD' dengan Yahweh, 'God' dengan Elohim, dan 'Jesus' dengan Yahshua dan dinamakan Holy Name Bible (PB-1950 dan PL&PB-1963), ini sejalan dengan terbitnya New World Translation (NW) dari Jehovah Witnesses (PB-1950 dan PL&PB-1961) yang memunculkan nama Jehovah. John Briggs, murid Traina mempopulerkan nama Yahshua sebagai pengganti Jesus dan mendirikan 'Assembly of YHVH' kemudian diganti 'Yahveh Beth Israel.' Murid Traina, Jacob O Meyer melepaskan diri dari Assembly of Yahweh dan mendirikan 'Assemblies of Yahweh' yang pecah melahirkan 'Yahweh's Philadelphia Truth Congregation' dan 'The Assembly of Yah.'

Tokoh Assemblies of Yahweh, Donald Mansager lalu mendirikan Yahweh's Assembly in Messiah. Adanya skandal internal mendorong Mansager memisahkan diri dan mendirikan 'Yahweh's New Covenant Assembly,' ini terbagi menjadi 'Yahweh's Assembly in Yahshua' yang dalam situs mereka percaya bahwa "bahasa Ibrani adalah bahasa yang digunakan Yahweh di surga dan di taman Eden dan digunakan dalam penulisan kitab suci PL dan PB. Bahasa Ibrani adalah induk semua bahasa di dunia." Putranya, Alan Mansager berbeda pendapat dengan ayahnya lalu mendirikan 'Yahweh's Restoration Ministry.' Assembly of Yahweh kemudian pecah lagi dan Robert Wirl mendirikan 'Yahweh's Philadelphia Truth Congregation.'

L. D. Snow dalam tulisannya 'A Brief History of the [Sacred] Name Movement in America' mengaku menyukai nama Jehovah sejak bertobat di tahun 1929, sedang C. O. Dodd semula menggunakan nama Jehovah yang digunakan Jehovah Witnesses, kemudian menggantinya menjadi Jahovah, Yahovah, Yahavah, dan beberapa tahun sebelum meninggal (1955) menggunakan nama Yahweh. Pendapat berbeda-beda menghasilkan banyak kelompok baru seperti 'Congregration de Yahweh,' 'Congregation of Yahwah,' 'Congregation of YHWH,' 'Ohol Yaohushua,' dan banyak lainnya.

Banyak perpecahan terjadi dalam SNM menghasilkan banyak kelompok pecahan yang ada kesamaannya namun banyak perbedaannya. Kesamaannya adalah semangat sama dalam memulihkan nama suci YHWH dan kembali keakar yahudi namun tidak sepakat bagaimana mengeja nama suci itu dan bagaimana ajaran/doktrin mengenai nama suci itu. Kelompok-kelompok SNM memiliki tafsiran sendiri mengenai ejaan nama suci itu dan menyalahkan penafsiran lainnya tapi sering menggantinya pula, apalagi pengajaran/doktrin yang dipercayai sangat bervariasi sehingga mustahil terjadi persatuan dalam suatu organisasi yang solid dengan ajaran yang solid pula. Disamping itu banyak kelompok SNM menekankan PL dan memberi nilai rendah pada PB dan ada yang menolak Surat-Surat Paulus.

Yahudi ortodok menganggap bahwa karena nama suci YHWH sudah tidak diketahui ejaannya maka agar tidak menyebutnya sembarangan (Kel.20:7) mereka menyebutnya 'Adonai.' Dalam Perjanjian Lama ada 300 kata 'Adon' yang tertuju kepada tokoh manusia (diterjemahkan 'lord' dalam Bible dan 'tuan' dalam Alkitab), dan 449 kata 'Adonai' yang tertuju kepada Tuhan (diterjemahkan Kurios dalam LXX, Lord dalam Bible dan Tuhan dalam Alkitab), dalam kitab Daniel fasal 9, 'Adonai Elohenu' (ayat 9) sama dengan 'YHWH Elohenu' (ayat 10). Dan sekalipun tertulis ada 6700 nama YHWH dalam PL, nama itu dibaca 'Adonai' oleh Yahudi ortodok yang dianut mayoritas umat (Ini diterjemahkan Kurios dalam LXX, LORD dalam Bible dan TUHAN dalam Alkitab). Dalam Tanakh teks Massoret, keempat huruf tetragrammaton YHWH diberi tambahan tanda baca huruf hidup 'a-o-a' (huruf hidup kata Adonai) dengan maksud agar dibaca sebagai 'Adonai,' dan bila digabung sebagai Adonai YHWH dibaca 'Adonai Elohim' (dalam PL ada 315 X, ini diterjemahkan 'Kurios Theos' dalam LXX, 'Lord GOD' dalam Bible dan 'Tuhan ALLAH' dalam Alkitab).

Sebaliknya SNM menganggap bahwa nama suci YHWH tidak boleh diterjemahkan atau disebut lain dan harus diucapkan sebagai syarat keselamatan, namun mereka tidak sepakat dalam ejaannya satu dengan lainnya. Mereka menyebut nama suci bermacam-macam, a.l. huruf-huruf IHVH, atau JHVH, JHWH, YHVH, YHWH, dan mengejanya menjadi JEHOVAH, JAHAVEH, JAHVAH, JAHVE, JAHVEH, YAHVE, YAHVEH, YAHWE, YAHWEH, YAHWAH, YAHOWAH, dll.

SNM dalam umurnya yang 70 tahun menerbitkan belasan Bible menggunakan terjemahan Bible yang sudah ada sebagai dasar dan hanya mengganti nama LORD dengan variasi nama YHWH itu. Ada yang memberi stigmatisasi pada nama 'God' yang dianggap dewa kuno Jerman 'gott' karena itu diganti dengan 'elohim,' dan ada pula yang memberi stigmatisasi pada nama 'Jesus' yang dianggap berasal nama dewa Yunani 'Anak Zeus' karena itu diganti dengan nama Ibraninya yaitu 'Yahsyua' atau YESHUA, YEHSHUA, YEHOSHU, YEHOWSHUWA, JEHOSHUA, JEHOSHUAH, JOSHUA, YASHUA, YAHSHUA, YAOHUSHUA, dll. Nama 'Kristus' juga diberi stigma sebagai dewa Hindu 'Krishna' karena itu diganti dengan nama Ibraninya 'Hamasiah.'

Di Indonesia dalam 7 tahun SNM menerbitkan 3 versi Kitab Suci yang menggunakan terjemahan Alkitab LAI sebagai dasar (lihat artikel 'Kitab-Kitab Suci Baru' dalam www.yabina.org) namun berbeda pendapat mengikuti kelompok SNM mana di Amerika Serikat yang dianut. Kitab Suci Taurat dan Injil (2000) menggunakan nama 'YAHWE, Yesua, Eloim, Hamasiah.' Namun 'Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan' (2002) untuk kata-kata yang sama menggunakan 'YAHWEH, Yesus, Tuhan, Kristus,' sedang 'Kitab Suci ILT' (2007) menggunakan 'YAHWEH, YESUS, Elohim, Kristus.'

Bila soal nama-nama khususnya YHWH saja kelompok-kelompok SNM tidak bisa sepakat, lebih lagi pandangan kelompok-kelompok SNM mengenai ajaran/doktrin tentang Nama itu juga berbeda-beda. Sekalipun ada yang hanya ikut-ikutan menggunakan nama YHWH dan tetap mengikuti ajaran gereja lama yang trinitarian jumlahnya sangat sedikit, karena pengaruh yudaisme yang kental mendorong SNM pada umumnya menolak ajaran/doktrin Tritunggal (Allah yang Esa dengan tiga pribadi Bapa, Anak, dan Roh Kudus) dan ikut terpengaruh faham Unitarian, Binitarian, atau Arian.

Faham Unitarian menganggap bahwa pribadi YHWH itu hanya satu, disini ada yang menganut Modalisme atau Sabelianisme, yaitu Bapa, Anak dan Roh hanya modus (cara menyatakan) dari yang satu itu, dan ada yang menganut faham bahwa Yeshua adalah YHWH sendiri, dan ada pula yang beranggapan bahwa Bapa itu Pikiran, Yesus itu Karya, dan Roh Kudus itu Daya dari YHWH.

Faham Binitarian menganggap bahwa pribadi YHWH itu hanya dua, Bapa dan Yesus, dan roh kudus itu daya yang keluar dari Bapa dan Anak. Disini ada pula yang beranggapan bahwa Yesus itu Tuhan namun lebih rendah dalam rangking dibanding Bapa (subordinasionisme).

Faham Arian, seperti Unitarian, menganggap bahwa pribadi YHWH itu Satu, Yesus ciptaan lebih rendah dari YHWH, dan roh kudus hanya sekedar daya/tenaga aktif YHWH. Yang pertama mengikuti faham ini adalah Jehovah Witnesses (JW / Saksi-Saksi Yehuwa). Di sini kita melihat bahwa SNM dan Jehovah Witnesses memiliki akar sama dan JW merintis penggunaan nama suci yang kemudian digunakan sebagai nama aliran (1931), dan diikuti kelompok-kelompok SNM yang terpecah-pecah dari induk mereka 'Church of God, 7th-day' (Binitarian-Arian, yang semula melepaskan diri dari 7th-day Adventist yang Trinitarian). Bedanya, di Indonesia Saksi-Saksi Yehuwa tetap menggunakan nama 'Allah' sebagai padanan nama Ibrani 'Elohim,' sedangkan SNM dengan semangat anti Arab/Islam mengkafirkan nama 'Allah' yang dianggap nama berhala, dan ada kelompok SNM seperti Mesianic Evangelical yang menolak sebutan 'Jehovah.'

Dalam hal teologi SNM umumnya mengikuti faham Jehovah Witnesses (Saksi-Saksi Yehuwa) yang anti-trinitarian, mengganggap 'roh kudus' sebagai tenaga batin/aktif YHWH, hanya dalam hal kristologi ada kelompok yang menganut Unitarian-Arian JW, Binitarian-Arian, atau Sabelian. ***



Salam kasih dari Herlianto www.yabina.org

DOA YABES: DIABAIKAN ATAU DIEKSPLOITASI?

Sumber : Elia Stories Care
oleh: Pdt. Drs. Yonky Karman, M.Th., Ph.D.



Akhir-akhir ini doa Yabes dipopulerkan lewat Bruce H. Wilkinson dan pelayanannya. Bukunya Doa Yabes: Menerobos ke Hidup Penuh Berkat amat laris, demikian juga macam-macam aplikasi dari buku itu seperti doa Yabes untuk remaja, untuk pemuda, untuk bahan renungan setiap hari dalam sebulan. Padahal, kisah tentang Yabes di seluruh Alkitab hanya tercatat dalam dua ayat. Selain itu, banyak tokoh lain dalam Alkitab yang doanya dikabulkan. Namun belakangan ini tokoh Yabes diekpos besar-besaran. Di samping itu, banyak juga orang menganggap doa Yabes terlalu dibesar-besarkan. Ron Gleason bahkan tidak merekomendasikan orang lain untuk membaca buku Wilkinson itu. Daripada kita masuk ke dalam pro-kontra yang membingungkan tentang doa Yabes, baiklah kita mempelajari teks Alkitabnya.



1 Tawarikh 4:9-10:

9 Yabes lebih dihormati daripada saudara-saudaranya, Ibunya memanggil namanya Yabes, “Karena aku melahirkan dengan kesakitan.”

10 Namun Yabes berseru kepada Allah Israel, “Semoga engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertaiku, dan menyingkirkan kemalangan supaya aku tidak sakit.” Allah mengabulkan permintaannya.





A. Analisa Struktural, Retorik, dan Bentuk

Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang tokoh Alkitab yang bernama Yabes. Ada yang mengaitkan Yabes dengan nama tempat berdiamnya kaum ahli kitab (1 Tawarikh 2:55; Curtis and Madsen 107). Namun keterkaitan itu diragukan (Williamson 59). Yang jelas Yabes termasuk suku Yehuda, suku Raja Daud. Dan salah satu fokus Kitab Tawarikh adalah dinasti Daud dan silsilahnya. Konteks 1 Tawarikh 4:2-23 adalah silsilah Yehuda dari cabang lain (begitu subjudul yang diberikan penerjemah LAI) dan Yabes termasuk di dalamnya. Struktur kalimat 1 Tawarikh 4:9-10 dapat diuraikan sebagai berikut.

Eksposisi (ay. 9a)

Ucapan langsung dari ibu Yabes (ay. 9b)

Ucapan langsung dari Yabes sendiri (ay. 10a)

Kesimpulan (ay. 10b)



Dalam eksposisi, dijelaskan Yabes istimewa dibandingkan saudara-saudaranya. Ihwal Yabes menjadi istimewa itu dijelaskan dalam kesimpulan, karena Tuhan mengabulkan doanya. Dalam bahasa Ibrani, panjang bagian eksposisi dan kesimpulan adalah sama, masing-masing terdiri atas empat kata yang dimulai dengan imperfek-konsekutif.



Bagian eksposisi dan kesimpulan membungkus bagian yang penting dari perikop itu, yakni ucapan langsung dari ibu Yabes maupun Yabes sendiri (ay. 9b-10a). Kedua ucapan langsung juga memiliki kesejajaran. Keduanya mengandung kata le’mor (“katanya”) dan masing-masing mengandung kata kerja qara’ (har. “memanggil”). Kata kerja itu dipakai ketika sang ibu menamakan anaknya Yabes dan ketika Yabes berseru kepada Allah.



Kembali kepada kesejajaran bagian eksposisi dan kesimpulan. Yabes lebih menonjol dan dihormati daripada saudara-saudaranya disebabkan Tuhan mengabulkan doanya. Itu berarti sebelum itu, Yabes telah berdoa (ay. 10a). Doa Yabes, doa yang dijawab Tuhan, membuat nasib hidupnya lebih baik daripada saudara-saudaranya. Secara retorik, isi doa Yabes mempunyai irama sajak yang diakhiri bunyi -i. Begitulah keistimewaan doa Yabes. Doa sendiri mendapat tekanan khusus dalam Kitab Tawarikh dan penulis Tawarikh meyakini betul khasiat doa (Brown 58; Williamson 59f.). Dalam kerangka itu, doa Yabes merupakan salah satu contoh doa yang dijawab Tuhan.





B. Etimologi Yabes

Terdapat permainan kata yang amat jelas dalam bahasa Ibrani. Ketika lahir, anak itu diberi nama Yabes (#Be[.y:) sebab sang ibu melahirkan dengan kesakitan (‘oseb). Selanjutnya, Yabes mohon supaya dijauhkan dari sakit (akar kata kerja ‘sb). Jadi, nama Yabes pertama-tama untuk mengenang pengalaman sakit sang ibu ketika melahirkan anak itu. Yabes berarti “Ia (Yahweh) membuat sakit.” Mungkin proses persalinan yang dialaminya terlalu lama dan sang ibu mengalami kesakitan yang lama. Tetapi selain sang ibu, Yabes sendiri lahir menderita sakit atau setidaknya di bawah kondisi normal. Tidak dijelaskan bagaimana persisnya kondisi Yabes. Akibat proses persalinan terlalu lama, bayi di dalam perut bisa kekurangan oksigen. Akibatnya, ketika lahir badan bayi biru, tangan dan kakinya terkulai lemah, bayi tidak menangis menjerit-jerit sebagaimana normalnya, nafasnya satu-satu, denyut jantungnya lemah di bawah 100. Pokoknya, profil anak itu ketika lahir tidak menjanjikan masa depan yang cerah.



Pemberian sebuah nama yang ada asal-usulnya disebut etiologi dan biasanya dihubungkan dengan peristiwa yang memunculkan nama itu. Dalam Alkitab, hubungan antara nama dan peristiwa itu terlihat dalam bentuk akar kata yang sama. Nama tempat Bersyeba dikarenakan di tempat itu orang “telah bersumpah” (Kej. 21:31 < [syaba‘]). Betel disebut demikian karena tempat itu ternyata adalah “rumah Allah” (Kej. 28:17-19 < beyt-’el). Kitab I Tawarikh sendiri mengenal banyak etiologi. Nama Peleg dijelaskan sebab pada zamannya penduduk bumi terbagi (1:19 < [palag] “terbagi”). Nama Ahar (sebaiknya “Akar”; bdk. BIS “Akhan”) dijelaskan sebab ia yang mencelakakan orang Israel (2:7 < [‘akar] “mencelakakan”). Nama Yair dijelaskan sebab ia mempunyai 23 perkampungan (2:22 < ‘ir “perkampungan”). Nama Ge Harashim (NIV; TB “Lembah Tukang-Tukang”) dijelaskan sebab penduduknya terkenal berprofesi sebagai tukang (4:14 < harasim “tukang-tukang”). Nama Beria dijelaskan sebab malapetaka telah menimpa keluarga Efraim (7:23 < bera‘ah “malapetaka”).
Nama Yabes juga sebuah etiologi namun ada keistimewaannya. Penjelasannya tidak bersifat asal-usul namun akar kata yang dimaksud tidak persis sama. Secara etimologis, Yabes seharusnya berasal dari akar kata ‘sb (“sakit”). Dua kali akar kata itu muncul (ay. 9, 10) dan pada ayat 9 jelas dimaksudkan sebagai akar kata nama Yabes. Secara etimologis, terdapat kesalahan disengaja dengan mengasalkan Yabes dari akar kata ‘bs dan bukan ‘sb (Japhet 109). Antara ‘bs dan ‘sb perbedaannya adalah huruf kedua dan ketiga bertukar tempat. Pertukaran huruf seperti itu disebut metatesis. Sang ibu rupanya menghindar mengasalkan nama Yabes dari akar kata ‘sb (“kesakitan”)? Adakah maksud terselubung di balik penukaran huruf itu?



Penukaran huruf dalam kasus Yabes mungkin memperlihatkan kesadaran orang kuno akan kekuatan sebuah nama. Dalam tradisi Timur, nama tidak sekadar nama tetapi memiliki makna simbolik. Nama berkaitan dengan hidup sang penyandang nama, bahkan diyakini membentuk nasib orangnya. Lalu apa maksud pemberian nama Yabes yang seharusnya Yaseb? Rupanya sang ibu mengharapkan dengan penukaran huruf itu utusan dewa yang mendatangkan sakit tidak akan mengenali korbannya lagi sehingga loloslah anaknya dari sakit. Dalam bahasa kita, kira-kira daripada memberi nama “Malang,” namanya adalah “Lamang” dan anak itu tidak jadi malang.



Pemberian nama Yabes setidaknya memperlihatkan keyakinan sang ibu bahwa sakit yang dialaminya dan efeknya pada sang anak merupakan peristiwa yang tidak lepas dari tangan Tuhan. Menyadari kondisinya yang tidak normal seperti orang lain, Yabes ketika sudah dewasa berdoa memohon supaya nasibnya tidak malang dan tidak sakit-sakitan, sebuah harapan yang mungkin juga tersirat ketika ibunya memberikan nama Yabes kepadanya.





C. Isi Doa

Berikut adalah lebih jauh lagi dengan isi doa Yabes. Yabes memohon Tuhan memberkatinya. Dalam bahasa Ibrani ’im-barek tebarakeni, adalah gabungan bentuk imperatif dan imperfek dari akar kata yang sama. Biasanya ’im berarti “jika.” Menurut Gesenius, diikuti imperfek arti ’im-tebarakeni adalah menyatakan keinginan (GKC §151e). Bentuk yang sama ditemui dalam Ams. 24:11 (“selamatkan”; BIS Mzm. 139:19 “Kiranya orang jahat Kautumpas”). Maka ’im-barek tebarakeni boleh diterjemahkan “berkati aku, berkatilah!”
Pengulangan akar kata kerja yang sama namun dalam bentuk imperatif dimaksudkan untuk menegaskan permintaan (Brown 56, cat. 10a, “may you indeed bless me”; bdk. BIS “Ya Allah, berkatilah aku”; NJPSV “Oh, bless me!”). Terjemahan TB (“Kiranya Engkau memberkati berlimpah-limpah”) memberikan tekanan pada berkat yang berlimpah-limpah dan urgensi dari permohonan untuk diberkati menjadi luput. Dengan berdoa ’im-barek tebarakeni, seolah-olah Yabes berkata, “Tuhan berkatilah aku, lakukanlah sekarang!” Terselip nada urgensi. Seakan-akan tanpa Tuhan memberkati, Yabes tidak tahu lagi harus mengandalkan siapa. Doa Yabes tidak basa-basi. Doa basa-basi adalah di mulut mengatakan “Tuhan berkatilah aku,” namun doa itu tidak disertai hati yang sungguh-sungguh berharap. Bila diberkati, baik. Bila tidak, juga tidak apa-apa. Sejujurnya orang yang berdoa cuma basa-basi tidak merasa hidupnya bergantung pada berkat Tuhan. Ia masih bisa berharap pada sumber-sumber lain yang kelihatan seperti kekayaan, kepintaran, posisi tinggi, kenalan orang penting, dan seterusnya.



Tetapi Yabes tidak bisa demikian. Tampaknya ia tidak punya pilihan lain. Diberkati Tuhan atau nasibnya akan tetap sakit seperti diisyaratkan dari nama pemberian ibunya. Tidak ada jalan lain selain mengandalkan Tuhan. Ia minta Tuhan memberkatinya. Ia berdoa untuk dirinya sendiri. Itu bukan ungkapan egoisme, tetapi ungkapan iman yang mengandalkan Tuhan. “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yer. 17:7-8).



Kemudian Yabes merinci isi doanya: daerahnya diperluas, tangan Tuhan menyertainya, ia dijauhkan dari kemalangan dan sakit-sakitan.” Ia minta diberkati dalam tiga hal: perluasan daerah, kuasa Allah, dan jauh dari sakit.
Pertama, Yabes minta daerahnya diperluas. Sebagai anggota kaum Israel, ia maupun kaumnya tentu sudah mempunyai batas-batas wilayah sendiri. Namun, ia berdoa untuk wilayah yang lebih luas lagi. Dalam konteks Perjanjian Lama, perluasan wilayah tidak identik dengan penjajahan, melainkan supaya bangsa-bangsa lain mengenal Allah Israel. “Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu” (Mzm. 2:8). Ketika Yosua sudah lanjut usia, Allah berfirman kepadanya, “Engkau telah tua dan lanjut umur, dan dari negeri ini masih amat banyak yang belum diduduki” (Yos. 13:2). Lalu Tuhan menyebutkan beberapa daerah dari Filistin, Sidon sampai daerah orang Amori. Kedua, Yabes minta penyertaan kuasa Allah yang dalam hal ini dilambangkan dengan tangan Tuhan. Permintaan ini terkait dengan permintaan pertama, sebab perluasan wilayah tidak akan berhasil tanpa Allah yang berjalan di depan membuka jalan untuk itu. “Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita” (Mzm. 60:14). “Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami” (Yes. 26:12). Yabes menyadari keharusan bersandar pada kuasa Tuhan untuk perluasan daerahnya.



Akhirnya, isi doa yang ketiga adalah Yabes minta supaya tidak sakit sebagaimana dari namanya sebenarnya ia akrab dengan sakit. Tentu yang dimaksud bukan ia ingin menjadi manusia super yang tubuhnya kebal tidak bisa sakit. Yang dimintanya adalah tidak menderita karena sakit. Sakit dan menderita karena sakit adalah dua hal berbeda. Dalam hal ini, mungkin dapat dibandingkan dengan keinginan sebagian orang untuk tidak hidup lebih dari usia enam puluh tahun karena ia tidak mau tuanya sakit-sakitan. Atau, ada yang berharap lebih baik cepat mati saja daripada sakit-sakitan. Ada juga penderita kanker yang mau mati saja daripada menahan rasa sakit yang begitu hebat. Dalam hal Yabes, tidak jelas macam sakit apa yang mau dihindarinya. Sehubungan dengan permintaannya untuk wilayah yang lebih luas, hal itu baru dapat terjadi bila ia tidak mengalami kemalangan dan sakit macam-macam.





D. Relevansi Doa Yabes

Begitulah Yabes memohon hidupnya diberkati dan itu menjadi kenyataan. Di telinga orang Israel, sungguh aneh orang bernama Yabes yang mestinya akrab dengan sakit-sakitan namun akhirnya menjadi lebih terhormat melebihi saudara-saudaranya. Kenyataan hidupnya paradoks dengan arti namanya. Dan, kunci sukses Yabes adalah karena ia mempunyai doa yang berani dan Tuhan mengabulkan doanya. Hidup Yabes berubah karena Tuhan mengabulkan doanya. Kendati penerapan doa Yabes tidak sama persis untuk masa kini yang konteksnya berbeda, secara prinsip doa Yabes tetap relevan.

1. Prinsip Doa

Ada dua prinsip yang melandasi doanya. Pertama, ia mendoakan diri sendiri. Tindakan itu tidak egois bila ada keperluannya seperti Yabes. Janji pertama Allah kepada Abraham adalah memberkatinya, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat” (Kej. 12:2). Maka, minta diberkati agar hidup dapat menjadi berkat sama sekali tidak salah. Sebelum menjadi berkat, kita harus diberkati dulu.

Kedua, kesederhanaan doa Yabes (minta diberkati) tidak berarti doa adalah perkara yang sederhana. Doa tidak pernah sederhana karena Allah, kepada siapa Yabes berdoa, adalah “Allah Israel.” Dalam Perjanjian Lama sebutan untuk Allah (’elohim) jarang berdiri sendiri, karena kata Ibrani yang sama bisa dipakai juga untuk menyebut allah-allah dari bangsa lain. Maka, sering ada embel-embel lain untuk kata “Allah,” misalnya Allah disebut Allah yang cemburuan, Allah Betel, Allah Yang Mahatinggi. Dalam doanya, Yabes menyapa dengan sebutan “Allah Israel,” sekaligus menggambarkan pengenalannya akan Allah nenek moyangnya, Allah yang dapat melakukan intervensi dalam sejarah hidup umat-Nya, Allah yang hidup dan berkuasa.

Ketika kita berdoa, pengenalan akan Allah adalah penting. Pengenalan itu seharusnya melandasi keyakinan kita dalam berdoa. Doa mesti disertai iman. Dengan iman, kita mengklaim janji Tuhan. Dengan iman, kita percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan doa. Dengan iman, kita bersabar menunggu datangnya jawaban doa. Tuhan sering terhalang untuk mengubah hidup kita, karena kita terpaku pada apa yang ada dan mengabaikan potensi untuk perubahan dalam hidup kita. “Saya dilahirkan dari keluarga yang berantakan, maka sudah nasib kehidupan saya sekarang kacau.” “Saya dulu gagal, itu sebabnya sekarang saya gagal lagi.” Kita lupa bahwa di samping masa lalu ikut mempengaruhi masa sekarang kita, masa depan kita dapat berubah tidak seperti sekarang. Dengan kata lain, manusia sebenarnya tidak terbelenggu pada masa lalu. Tuhan dapat memutuskan belenggu-belenggu masa lalu dan untuk itu tidak ada yang mustahil bagi Allah. Maka yang lebih menentukan bukan masa lalu kita, tetapi apakah Tuhan mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik.

Dalam dunia manajemen berlaku prinsip to make the impossible possible (membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin). Manajemen berupaya untuk menghapus kata “tidak” dari kata “mungkin.” Untuk Allah Yang Maha Kuasa, jauh lebih mudah lagi untuk menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karena itu, kita mesti optimis mengharapkan dari Allah perubahan yang lebih baik dalam hidup kita. Allah jauh lebih besar daripada para manajer. Allah adalah manajer dari alam semesta. Ia meninggikan mereka yang rendah, juga merendahkan mereka yang tinggi.

Tidak salah bila dikatakan bahwa Yabes memiliki ambisi yang secara fisiknya saat itu sebenarnya mustahil. Hanya karena intervensi Tuhan dalam kehidupannya, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Itulah sebuah contoh ambisi yang dikuduskan (Sanders 115-23; Karman). Kata “ambisi” sering mendapat label jelek sebagai sesuatu yang tidak rohani. Dalam salah satu karya Shakespeare, Kardinal Wolsey berkata kepada Cromwell, “Cromwell, kuperintahkan untuk mencampakkan jauh-jauh ambisi; oleh dosa itu para malaikat jatuh.” Tetapi William Carey, bapak misi modern, berkata, “Harapkan perkara-perkara yang besar dari Allah dan lakukan perkara-perkara yang besar bagi Allah.” Sepanjang sebuah ambisi tidak bercita-cita untuk membangun kerajaan dan popularitas diri, tetapi untuk kemuliaan Tuhan, maka Tuhan mempunyai alasan untuk memberkati ambisi itu.


2. Isi Doa

Yabes memohon supaya wilayahnya diperluas. Dalam konteks gereja, doa Yabes itu dapat dihubungkan dengan pesan Tuhan Yesus untuk memperluas kerajaan-Nya. “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk. 16:15). Rasul Paulus belum puas sebelum membawa Injil ke Roma (Rm. 1:10; 15:32), bahkan kalau bisa sampai ke Spanyol (Rm. 15:28), yakni ujung dunianya orang zaman itu. Utusan Injil kepada suku-suku Indian di Amerika, David Brainerd, berkata, “Saya tak peduli di mana atau bagaimana saya hidup, atau kesukaran apa yang saya tanggung, yang penting saya dapat memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus. Ketika saya tidur, saya memimpikan hal itu dan ketika saya terjaga, hal pertama yang saya pikirkan adalah memenangkan jiwa bagi Kristus.” Pengkhotbah besar kebangunan rohani George Whitefield juga mengatakan hal senada, “Jika Allah tidak memberikan saya jiwa-jiwa, saya percaya bahwa saya pasti mati.” Kerinduan supaya orang lain mengenal Tuhan Yesus tidak sama dengan Kristenisasi. Kristenisasi adalah usaha untuk mengkristenkan orang lain. Golnya adalah asal jumlah yang dibaptis banyak. Untuk itu, ditempuh berbagai macam cara dari paksaan seperti pada zaman kolonialisme Barat di Indonesia sampai kepada membujuk orang menjadi Kristen dengan iming-iming materi. Alkitab tidak pernah membenarkan Kristenisasi, tetapi yang dibenarkan adalah memberikan kesaksian tentang Tuhan yang hidup. Memberikan kesaksian adalah ungkapan hidup yang wajar dari seorang Kristen yang sudah mengalami anugrah Tuhan, anugrah yang begitu mahal dan istimewa.

Pada suatu kali Rasul Petrus dan Yohanes ditangkap penguasa majelis agama Yahudi karena pemberitaan mereka tentang Yesus Kristus. Ketika sidang digelar untuk mengadili kesalahan mereka, majelis agama tidak dapat berbuat apa-apa karena kedua rasul itu memaparkan bukti-bukti yang tidak dapat dibantah. Orang sakit yang sudah disembuhkan hadir di sana sebagai kesaksian hidup bahwa Yesus yang diberitakan benar-benar hidup dan berkuasa. Akhirnya, majelis agama melarang Petrus dan Yohanes untuk berbicara atau mengajar dalam nama Yesus. Apa jawab kedua rasul itu? “Tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar” (Kis. 4:20). Meski di bawah ancaman serius, mereka tetap bersaksi tentang Yesus yang sudah mati dan bangkit.

Tanpa kesaksian murid-murid Kristus seperti tercatat dalam Kitab Kisah Para Rasul, gereja tidak akan ada seperti sekarang. Kita sendiri mungkin masih menjadi penganut agama leluhur. Tetapi berkat kesaksian dan keberanian mereka, yang tidak segan-segan mati dalam kesaksiannya sebagai orang Kristen, gereja lahir dan berkembang. Di atas benih darah kaum martir itu gereja bertumbuh, kita disatukan dalam Tubuh Kristus.

Dalam pemberitaan Injil, dibutuhkan kuasa Tuhan. Ketika Yesus mengutus para murid-Nya untuk pergi menjadikan segala bangsa murid-Nya, Ia menjamin mereka dengan kuasa yang diperlukan. “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepada-Mu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:18-20). Tanpa dilengkapi dengan kuasa Tuhan, niscaya kita akan gagal melakukan mission impossible itu. Kuasa Tuhan dibutuhkan bukan untuk pamer tetapi demi efektivitas pelayanan dan hidup yang berbuah lebat bagi Tuhan.

Bencana, sakit, atau halangan dapat membuat kesaksian dan pelayanan kita tidak efektif. Di tengah-tengah berita kecelakaan setiap hari, bukankah suatu mukjizat Tuhan untuk menjauhkan kita dari semua itu. Keadaan baik kita dimaksudkan untuk bisa melayani dan bersaksi bagi Kristus yang hidup. Tidak salah meminta hidup sehat, namun mau apa dengan kesehatan kita? Bila untuk memuliakan Tuhan, untuk melayani orang lain, itu baik sekali.





E. Evaluasi “Doa Yabes”-nya Wilkinson

Kini tiba saatnya kita mengevaluasi buku Wilkinson. Pikiran pokok Wilkinson lebih dijabarkan dalam buku-buku pendampingnya. Inti dari semua yang ditekankannya terangkum dalam prakata buku utamanya, “Saya ingin mengajar Anda bagaimana caranya memanjatkan sebuah doa yang berani yang Tuhan selalu jawab” (2000:3). Wilkinson menawarkan “resep” berdoa yang mujarab. Ia percaya betul kuasa doa, “Dengan doa yang sederhana dan penuh percaya, Anda dapat mengubah masa depan Anda. Anda dapat mengubah apa yang terjadi satu menit dari sekarang” (2000:33).



Tidak mudah sebenarnya menjabarkan pokok-pokok pemikiran Wilkinson karena ia menulis semua bukunya dalam bentuk populer untuk awam. Wilkinson juga sulit mengkritik sebab yang bersangkutan telah menjalani prinsip doa Yabes dalam kehidupan pelayanannya dan pelayanannya sungguh diberkati. Kendati demikian, di balik keyakinan Wilkinson akan kuasa doa atau doa yang mujarab dapat juga kita tarik benang merah yang melandasi pemahamannya atas doa Yabes.

1. Pokok Pikiran Wilkinson

Pertama, Wilkinson menekankan sifat Tuhan sebagai Tuhan yang memberkati. Dalam salah satu ilustrasinya, ia berkata, “Seperti seorang ayah merasa dihormati memiliki anak yang meminta berkatnya, demikian pulalah Bapa Anda senang merespons dengan murah hati saat berkat-Nyalah yang paling Anda dambakan” (2000:30). Allah dalam pemahaman Wilkinson adalah Allah yang penyayang, baik, murah hati, inginnya memberkati anak-anak-Nya, royal dan cepat memberkati.

Kedua, dalam pemahaman Wilkinson Allah sebenarnya menyediakan banyak berkat untuk setiap anak-Nya namun itu hanya sebagian kecil saja dinikmati. Kehidupan Kristen yang normal adalah bila semua berkat yang disediakan itu dinikmati. Wilkinson melihat berkat rohani “di dalam surga” (Ef. 1:3) otomatis sudah dinikmati ketika kita diselamatkan, di antaranya adalah dosa diampuni, memperoleh status sebagai anak Allah, menerima Roh Kudus, menerima hidup kekal. Namun itu baru separuh berkat rohani yang dimaksudkan. Separuh berkat rohani lagi dialami di bumi dan hampir semuanya itu merupakan “berkat-berkat potensial” (2002:22). Menurut Wilkinson, kita tidak boleh terlalu cepat puas dengan keadaan kita karena keberadaan kita belum optimal sesuai rencana dan kehendak Tuhan. Berdoa seperti Yabes adalah menginginkan “bagi diri kita sendiri tidak lebih dan tidak kurang dari apa yang Tuhan inginkan bagi kita” (2000:26) atau “berdoa meminta apa tepatnya yang Tuhan inginkan” (2000:27).

Ketiga, hidup yang penuh berkat tidak sama dengan kaya raya secara materi. Dengan tegas Wilkinson (2000:25f.) berkata bahwa “tidak ada kesamaan sama sekali dengan Injil populer bahwa Anda harus meminta kepada Tuhan sebuah Cadillac, pendapatan dengan enam angka, atau … keuntungan sebanyak-banyaknya.” Sukses kesaksian-kesaksiannya berkisar pada pelayanan, pemberitaan Injil, dan ihwal menjadi berkat bagi mereka yang memerlukan Tuhan. Mukjizat yang dimaksudnya juga bukan dibatasi seperti dalam Kesembuhan Ilahi tetapi mukjizat dalam penginjilan. Pokoknya, Wilkinson mengharapkan orang Kristen tidak puas menjadi orang Kristen biasa-biasa saja. Mukjizat, tidak harus yang spektakuler, harus dialami sehari-hari sebagai bagian hidup yang memang diperuntukkan Tuhan bagi kita. Maka, meminta yang dimaksud Wilkinson tidak asal meminta, tetapi meminta dengan berani, “Tuhan menjawab doa-doa yang berani” (2000:114). Begitulah, untuk pekabaran Injil ia berani meminta banyak kepada Tuhan. Hidupnya sungguh dipakai Tuhan. Ia tidak hanya bicara di depan massa tetapi juga kepada pribadi-pribadi yang ditemuinya di mana saja dalam perjalanan. Doanya adalah agar ia menjadi berkat dipakai Tuhan secara maksimal. Maka, analisanya tentang banyak orang Kristen yang hidupnya miskin kesaksian, disebabkan mereka tidak berani meminta atau kalau pun meminta, meminta terlalu sedikit. Padahal, menurut Wilkinson Tuhan siap mencurahkan berkat secara berlimpah.

Keempat, jalan satu-satunya untuk menikmati “berkat-berkat potensial” adalah memintanya kepada Tuhan, berdoa. Menurut Wilkinson (2000:29f.), kebaikan Tuhan tanpa batas, namun “bila Anda tidak meminta berkat kepada-Nya, Anda tak akan memperoleh semua yang sebenarnya Anda miliki.” Tuhan akan “membuka perbendaharaan surga” karena kita berdoa (2000:105). Bahkan, lebih lanjut lagi ditegaskan bahwa orang Kristen hidup di dunia untuk meminta berkat, “Anda ditebus untuk ini: meminta kepada-Nya yang terbaik menurut ukuran Tuhan yang Ia rencanakan bagi Anda, dan memintanya dengan segenap hati Anda” (2000:115). “Ubahlah kehidupan Anda sekarang dengan meminta … dan meminta lagi” (2002:23).



2. Kritik terhadap Wilkinson

Wilkinson memahami doa Yabes sebagai gabungan antara theologi tentang Allah dan theologi berkat. Tidak ada yang salah dengan konsep tentang Tuhan adalah Tuhan yang memberkati. Tidak ada yang salah juga dengan konsep doa “mintalah, maka akan diberikan kepadamu” (Mat. 7:7). Tanpa mengurangi kesaksian hidup dan pelayanannya yang dinamis, menerobos, sukses, sebagai bukti penerapan doa Yabes dalam praktik hidupnya, saya melihat Wilkinson akhirnya tidak dapat menghindar dari eksploitasi konsep berkat dan jatuh ke dalam beberapa ekstrem.

Pertama, Wilkinson cenderung menekankan sifat Allah yang kompleks menjadi Allah pemberi berkat. Reduksi demikian berbahaya sebab sifat Allah yang lain seperti kudus dan adil, misalnya, tidak mendapat tempat dalam theologi doa Wilkinson.

Kedua, dalam rangka mendorong orang Kristen untuk berani meminta, orang dianjurkan untuk lebih mengejar berkat Tuhan daripada Tuhannya sendiri. Tidak dibedakan oleh Wilkinson antara Pemberi berkat dan berkat-Nya itu sendiri. Padahal, dalam kehidupan Kristen yang semakin dewasa, dari mengejar berkat-berkat Tuhan orang Kristen mencari Tuhan itu sendiri. Tetapi dalam Wilkinson, mengejar berkat Tuhan sama saja dengan mencari Tuhan.

Ketiga, akibat tekanan yang berlebihan pada keberanian untuk meminta, Wilkinson menegaskan bahwa Tuhan punya “favorit” (2000:94f.). Tuhan lebih sayang orang yang berani meminta dengan berani, meminta dengan ambisius, untuk menjadi orang yang “lebih dihormati” seperti Yabes. Pandangan ini tidak sesuai dengan Alkitab. Allah juga menyukai “jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk” (Mzm. 51:19). Meminta yang besar kepada Tuhan adalah baik, tetapi itu tidak berarti tuhan lebih menyukai orang itu dibandingkan orang lainnya.

Keempat, menurut Wilkinson (2000:30) berkat terhalang dikarenakan orang Kristen tidak meminta, “Anda kehilangan berkat-berkat yang datang kepada Anda hanya bila Anda meminta.” Menjelang akhir bukunya ia mengatakan dosalah yang menyebabkan penghalang berkat, “Satu-satunya yang bisa memutus siklus hidup berlimpah ini adalah dosa, karena dosa memutus aliran kuasa Tuhan” (2000:106). Dilihat dari kata-kata yang miring (“hanya,” “satu-satunya”) kesannya Wilkinson menganggap “tidak meminta” sebagai “dosa.” Kalau benar bahwa tidak meminta kepada Tuhan adalah dosa, begitu banyak orang Kristen berdosa karena lalai tidak meminta. Tentu saja ini bertentangan dengan pemahaman biasa yang membedakan antara kehidupan Kristen yang tidak optimal yang belum tentu dosa dan dosa yang terang-terangan melanggar firman Tuhan.

Kelima, doa Yabes dijadikan seperti mantera yang dapat mengubah hidup orang yang mengucapkan doa itu. Ia menuturkan, “Yang penting adalah mengetahui Anda ingin menjadi siapa dan memintanya. Optimisme Wilkinson bahwa kita bisa tahu kondisi optimal kita yang seharusnya, dalam praktiknya justru tidak mudah. Yang lebih realistis untuk kita adalah berusaha melakukan yang terbaik dari kita dan lihat sejauh mana Tuhan memberkati usaha kita. Cara Tuhan memberkati pelayanan kita tidak dibatasi dengan kondisi fixed yang seolah-olah sudah ditakdirkan bagi setiap. Tuhan bisa menambahkan talenta sesuai dengan kebutuhan kita di lapangan. Tuhan juga bisa membuka pintu kesempatan yang lebih luas.

Akhirnya, jangan dilupakan bahwa Yabes berdoa demikian karena keadaannya amat sulit. Dari kesulitannya dan dari masa depannya yang suram itulah, ia berdoa dengan isi doa yang luar biasa. Kebanyakan kita, kondisinya tidak ekstrem seperti Yabes. Apa urgensinya Tuhan menjawab doa kita minta tidak sakit, bila kita punya uang untuk biaya sakit? Apa urgensinya Tuhan menjawab doa kita untuk menjadi kaya sekalipun dengan janji akan mengembalikan separuh kekayaan kita nantinya kepada Tuhan, bila dengan kondisi cukup seperti sekarang kita tidak mengerti memberikan perpuluhan kepada Tuhan? Apa urgensinya Tuhan menjawab doa kita supaya diberikan lima talenta, bila satu talenta yang kita miliki sekarang belum dipakai? Sekadar pertanyaan-pertanyaan untuk direnungkan.




Kepustakaan:

Brown, Roddy. 1 Chronicles. Word Biblical Commentary 14. Waco: Word, 1986.

Curtis, Edward L. and Albert A. Madsen. A Critical and Exegetical Commentary on the Books of Chronicles. International Critical Commentary. Edinburgh: T. & T. Clark, 1910.

Gesenius. Hebrew Grammar. E. Kautzsch (ed.), A. E. Cowley (rev.). Oxford: Clarendon, 1910.

Gleason, Ron. The Prayer of Jabez: Is It for Me? 2 Parts. Magazine Online, Volume 3, Nr 27 July 2-8 and Nr 28 July 9-15 (2000).

Japhet, Sara. I & II Chronicles. Old Testament Library. Louisville: Westminster/John Knox, 1993.

Karman, Yonky. “Ambisi Yang Dikuduskan.” Pelita Zaman 10 (1995) 17-24.

Sanders, J. Oswald. A Spiritual Clinic: A Suggestive Diagnosis and Prescription for Problems in Christian Life and Service. Chicago: Moody, 1958.

Wilkinson, Bruce H. The Prayer of Jabez (Doa Yabes): Menerobos ke Hidup Penuh Berkat. Terj. Jennifer T. Silas. Batam: Interaksara, 2000.

Wilkinson, Bruce H. dan David Kopp. The Prayer of Jabez (Doa Yabes): Renungan. Terj. Jennifer T. Silas. Batam: Interaksara, 2002.

Williamson, H. G. M. 1 and 2 Chronicles. New Century Bible Commentary. Grand Rapids: Eerdmans, 1982.



Sumber: http://www.perkantasjkt.org/ArticleDetail.asp?id=31





Profil Pdt. Dr. Yonky Karman:

Pdt. Drs. Yonky Karman, M.Th., Ph.D. ditahbiskan sebagai pendeta di Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI). Sejak tahun 2003 ia menjadi dosen tetap untuk mata kuliah Perjanjian Lama dan Filsafat di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Cipanas dan kini merangkap sebagai Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan. Beliau meraih gelar Bachelor of Theology (B.Th.) dari Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang pada tahun 1985; Doktorandus (Drs.) dalam bidang filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta pada tahun 1992; Master of Theology (M.Th.) dalam bidang Perjanjian Lama dari Calvin Theological Seminary, Grand Rapids, U.S.A. pada tahun 1993; dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam bidang Perjanjian Lama dari Evangelische Theologische Faculteit, Leuven, Belgia pada tahun 2004.

Sebelum itu, pelayanan penggembalaan yang dipegang adalah di Gereja Kristus Tuhan Jemaat Kediri (1984-1987) dan Gereja Kristen Jakarta Jemaat Kartini (1987-1998); pelayanan dalam dunia pendidikan theologi adalah di STT Bandung (1994-1998). Sejak tahun 1999, ia juga menjadi anggota Tim Revisi Perjanjian Lama untuk Lembaga Alkitab Indonesia dengan tanggung jawab atas Kitab Rut, 1-2 Samuel, 1-2 Raja-raja, dan 1-2 Tawarikh. Beliau menikah dengan dr. Dewi Saraswati Gaduh, Sp.OG., ia dikaruniai seorang putra bernama Adrian.

SURAT PILATUS KEPADA KAISAR TIBERIUS

Ternyata selama masa pemerintahannya sebagai Gubernur Yudea, Pontius Pilatus pernah menulis sebuah surat kepada Kaisar Tiberius di Roma melaporkan mengenai aktivitas dari pelayanan Yesus. Surat ini ditulisnya pada tahun 32 AD. Berikut adalah isi suratnya : Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius ... Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim yang mengutusnya, Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru, dengan perilaku yang rendah hati. Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat untuk melawan pemerintahan Roma. Dugaan saya keliru, Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan orang Romawi daripada dengan orang Yahudi. Suatu hari saya memperhatikan, ada seorang anak muda di antara sekelompok orang, sedang bersandar pada sebatang pohon dan berbicara dengan tenang kepada kumpulan orang banyak yang mengelilingi-Nya. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus. Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya. Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti "Tuhan" (Lord). Ia berumur sekitar 30 tahun, dan saya belum pernah melihat orang dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia. Apa yang membuat Ia kelihatan begitu berbeda dengan orang-orang yang sedang mendengarkan-Nya adalah pada wajah-Nya yang ceria. Karena saya tidak ingin mengganggu-Nya, saya meneruskan perjalanan saya, tetapi saya menyuruh sekretaris saya untuk bergabung dengan mereka dan turut mendengarkan pengajaran-Nya. Kemudian sekretaris saya melaporkan bahwa belum pernah ia membaca karya-karya ahli filsafat manapun yang dapat disejajarkan dengan ajaran Orang itu, dan bahwa Orang itu (Yesus) sama sekali tidak membawa orang ke jalan yang sesat, dan tidak pula menjadi penghasut. Oleh karena itulah kami memutuskan untuk membiarkan-Nya. Ia bebas untuk melakukan kegiatan-Nya berbicara dan mengumpulkan orang. Kebebasan yang tidak terbatas ini menggusarkan orang-orang Yahudi dan menimbulkan kemarahan mereka. Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat. Kemudian saya menulis surat kepada Yesus, meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan. Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba, saya sedang melakukan jalan pagi. Dan ketika saya memperhatikan-Nya, saya begitu tertegun. Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat pada lantai batu pualam. Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat. Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat. Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya. Selama kehadiran-Nya saya menaruh hormat dan respek yang mendalam pada diri-Nya. Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat dan cendekiawan masa kini. Ia meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua karena sikap-Nya yang simpatik, sederhana, rendah hati, dan penuh kasih. Saya telah meluangkan banyak waktu untuk mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini. Pendapat saya adalah : Seseorang yang mampu mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut, tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak. Kami harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah Putra Elohim. Pelayan anda yang setia, Pontius Pilatus. Surat di atas tersimpan di Perpustakaan Kepausan di Vatikan, dan salinannya mungkin dapat diperoleh di Perpustakaan Kongres Amerika. Dari surat di atas, tahulah kita mengapa Pilatus "tidak berani" menjatuhkan vonis hukuman mati atas Yesus (Matius 27:24, Yohanes 18 : 31-40 dan 19 : 4,6 - 16)

PEREMPUAN ITU KU PANGGIL MAMA

Perempuan itu ku panggil Mama Yang setiap malam selalu terjaga saat hati sibuah hatinya sedang gelisah... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu sibuk di subuh hari untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sibuah hatinya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengajariku untuk menjadi bijaksana,... Yang selalu mengajariku untuk selalu dekat dengan Sang Khalik... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu turut merasakan kesusahanku,.. Yang selalu barusaha memenuhi kebutuhanku... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengkhawatirkan keadaanku saat ku jauh,.. Yang selalu menanyaiku dengan penuh kasih saat ku murung... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat penyakit itu bersarang ditubuhnya dan kubisikan: mama izinkan aku untuk merawatmu dan menjagaimu... Perempuan itu ku panggil Mama Yang yang terbaring lamah di pembaringan... Perempuan itu ku panggil Mama Yang dengan lemah berusaha duduk di pembaringan dan mengatakan pesan terakhirnya kepadaku: "RIS MARI BERBAGI DENGAN MAMA DALAM HIDUPMU"... Perempuan itu ku panggil Mama Yang di saat-saat terakhir hidupnya masih memintaku untuk bernyanyi memuju Sang Khalik serta bertelut dan berdoa untuknya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang malam itu tarikan napasnya semakin berat.... Perempuan itu ku panggil mama Yang saat itu kubertelut di kakinya sambil memanjatkan doa: TUHAN KUMOHON KEBESARAN KASIHMU DAN MUJIZATMU UNTUK KESEMBUHAN DAN MEMBERI PANJANG UMUR BAGI MAMAKU TERCINTA... Perempuan itu ku panggil Mama Yang disaat-saat terakhir hidupnya ku bersujud di kakinya sambil menangis dan memeohon ampun atas semua dosa dan kesalahan yang pernah kubuat selama hidupku bersamanya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang mengatakan kepadaku: RIS MAMA CAPEK DAN MAMA INGIN ISTIRAHAT... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kubisikan: MAMA, KALAU MAMA CAPEK BERISTIRAHATLAH MAMA......... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat detik - detik terakhir tarikan napasnya, aku masih tetap besujud di kakinya sambil meneteskan air mataku ke kakinya sambil berkata: MAMAKU, TOLONG RASAKAN BETAPA AKU SANGAT MENYAYANGI MAMA LEWAT HANGATNYA AIR MATAKU YANG MENETES DI KAKI MAMA INI... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kasih sayangku kepadanya dikalahkan oleh kasih sayang Sang khalik kepada mamaku, sehingga saat itu juga mamaku menghembuskan napasnya yang terakhir untuk pergi menghadap Sang Khalik, untuk pergi meninggalkan kami selamanya dan untuk mengakhiri segala penderitaan hidupnya di dunia ini... Perempuan itu ku panggil Mama yang disaat tubuhnya terbujur kaku dan dingin, kucium mamaku sambil berbisik: MAMAKU TERSAYANG, KASIH SAYANG MAMA KEPADAKU AKAN TETAP MENJADI BINTANG DI DALAM HATIKU YANG AKAN TETAP BERSINAR DAN SINAR KASIH SAYANG ITU AKAN TETAP KUPANCARKAN KEPADA SEMUA ADIK - ADIKU, SAUDARA - SAUDARAKU, DAN SEMUA ORANG YANG BERADA DI SEKITARKU AGAR MEREKA TAHU BAHWA MAMAKU ADALAH FIGUR YANG TERBAIK DAN YANG TELAH MENDIDIKKU MENJADI MANUSIA YANG BIJAKSANA... Perempuan itu ku panggil Mama yang selalu menyebut namaku di dalam setiap doanya Perempuan itu kupanggil Mama Yang kini menetap disurga bersama Sang Khalik yang mengasihinya... TERIMA KASIH MAMAKU TERCINTA, ATAS SEMUA KEHIDUPAN YANG INDAH, YANG TELAH KAU HADIRKAN SELAMA ENGKAU BERSAMAKU DI DUNIA INI........ LIWAT HEMBUSAN NAPASKU SERTA DOAKU, KU TITIPKAN CIUM YANG PALING MANIS UNTUK MAMA DI SURGA SANA....... (Untuk mengenang mamaku yang meninggal tanggal 5 Mei 2009 di Ambon) Anakmu Richard Sahetapy yang Kau panggil RIS

SENG ADA MAMA LAI

SU SENG ADA MAMA LAI PAR BIKING COLO - COLO SU SENG ADA MAMA LAI PAR TUANG PAPEDA DI SEMPE SU SENG ADA MAMA LAI PAR ATOR MAKAN DI MEJA MAKAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR CUCI BETA PUNG PAKIAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR DENGAR BETA PUNG SUSAH SU SENG ADA MAMA LAI PAR JAGA BETA WAKTU SAKIT MAMAE.... PAR APA LAI BETA PULANG KA RUMAH TUA KALO MAMA SU SENG ADA PAR LIA BETA PAR APALAI BETA DUDU DI MEJA MAKAN KALO MAMA PUNG TAMPA GARAM SU SENG ADA PAR SAPA LAI BETA MAU MANYANYI KALO MAMA SU SENG ADA PAR DENGAR... SIOOO MAMA E.... MAMA SU JAUH DARI BETA DENG BASUDARA MAMA SU TENANG DI TETEMANIS PUNG PANGKO TAPI MAMA PUNG PASANG DENG MAMA PUNG DOA TETAP JADI BINTANG YANG BERSINAR DI BETA PUNG HATI SELAMA HIDOP DI DUNIA. JUST FOR MY LOVE MAMA

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

Yesus Manis