1 November 2010

Kumpulan Artikel II

LA ILAHA ILLA ALLAH
Kategori: Artikel – Pengetahuan

Rekan-rekan member, Jika menginginkan artikel-artikel lama, silahkan kirim permintaan Anda dengan menyebut JUDUL yang dimaksud dan kirim ke support@elia-stories.com
Para member Elia’s Stories bisa berkumpul dan bergabung di friendster http://www.friendster.com/39537228

Ingin berlangganan gratis “Elia’s Stories” kirimkan email kosong ke elia-stories-subscribe@yahoogroups.com atau click Sign Up, selanjutnya, ‘reply’ balasan dari yahoogroups sebagai konfirmasi

"Membaca atau mendengar judul diatas, tentulah kita segera akan mengatakan bahwa itu adalah bagian pertama dari Syahadat (Credo/Pengakuan Iman) agama Islam seperti tertulis dalam QS 47:19."

Benar! Tetapi perlu diketahui bahwa kalimat itu sudah diucapkan oleh umat Kristen Arab jauh sebelum kehadiran agama Islam dengan Al-Qurannya yang lahir pada abad VII! (yang kemudian ditulis dalam Alkitab dalam bahasa Arab), yaitu ketika mereka membaca surat rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus yang aslinya dalam bahasa Yunani berbunyi: "oudeis theos eimee heis" dan diucapkan oleh umat Kristen Arab seperti judul diatas, dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai 'tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa' (1 Kor 8:4).

Berbeda dengan anggapan orang bahwa Allah itu nama Tuhannya Islam, nama dewa masa Jahiliah, atau nama dewa bulan Babilonia, penggunaan nama Allah di kalangan Yahudi keturunan Abraham dan umat Kristen sejak pertobatan orang Arab Kristen awal (Kis 2:11) sudah ada sejak awal berkembangnya dialek Arab lisan kemudian tulisan dan ditujukan kepada El/Elohim/Eloah Ibrani.

Seperti diketahui dari sejarah, bangsa Arab diturunkan rumpun Semitik melalui nenek-moyang Yoktan (anak Eber keturunan Aram, Kej 10:22-29), Ismail (anak Abraham-Hagar, Kej 25:13-16), dan Keturah (isteri Abraham, Kej 25:1-4). Juga dalam sejarah diketahui bahwa nenek-moyang orang Arab yang dikenal sebagai Hanif (jmk. hunafa) terutama suku-suku Ibrahimiyah dan Ismaelliyah tetap melestarikan ibadat kepada Allah Ibrahim (El Abraham, ingat 'Idul Adha').

Data arkaeologi menemukan inskripsi sekitar masa Ezra (abad VI SM) dikalangan suku Lihyan yang bertuliskan nama 'Allah.' Suku Lihyan adalah keturunan suku Dedan keturunan Dedan cucu Ketura isteri Abraham. Pada masa itu Kitab Ezra dan Daniel (PL) juga sebagian ditulis dalam bahasa Aram dan menulis El/Elohim/Eloah dengan Elah/Alaha (Elah Yisrael, Ezr 5:1;6:14), dan nama Allah Lihyan berasal dari nama Aram Alaha (dialek/bahasa Arab berkembang dari Nabatea Aram). Pada masa percakapan lisan sebelum berkembang bahasa tulisan, orang tidak mempersoalkan apakah menggunakan huruf 'l' tunggal atau jamak atau membedakan ejaan 'e' atau 'a,' demikian juga tidak jelas pembedaan antara nama diri atau sebutan/gelar.

Alkitab mencatat orang Arab yang masuk Kristen sudah ada sejak hari Pentakosta (Kis 2:11). Sejak itu nama Allah sudah digunakan umat Kristen Arab, bahkan dalam Konsili Efesus (431 M) ada uskup Arab Harits bernama 'Abdullah' (Abdi Allah). Di kalangan Kristen ditemukan inskripsi Zabad (512 M) yang diawali kalimat 'Bism al-Ilah' (dengan/dalam nama Allah, bandingkan dengan 'Bismillah ' di Al-Quran dengan 'Beshem Elohim ' (Mzm 20:6) dan 'Beshum Elah ' (bahasa Aram, Ezr 5:1) dalam Tanakh, dan inskripsi Umm al-Jimmal (abad VI M) diawali ucapan 'Allahu Gafran' (Allah mengampuni).

Ibadat kepada 'Allah' bukan milik agama Islam, bahkan Muhammad yang oleh pengikutnya diterima sebagai 'nabi' dan 'rasul Allah' berkata bahwa dalam sinagoga Yahudi, gereja Nasrani dan di Mesjid pada masa hidupnya sudah disebut 'Tuhan kami Allah' (QS 22:40), maka logisnya nama itu sudah digunakan kedua agama pendahulu Islam itu sebelum ditulis dalam Al-Quran.

Sesudah kehadiran Islam di abad VII M, Palestina dikuasai kerajaan Islam berbahasa Arab (Arab, Mesir, Turki) dimana bahasa Aram sebagai bahasa percakapan sehari-hari orang Yahudi Palestina digantikan dengan bahasa Arab (Bahasa Ibrani hanya digunakan dalam salin-menyalin Tanakh). Baik orang Yahudi berbahasa Arab yang beragama Yahudi, Kristen, maupun Islam, dalam ibadat mereka semua menyebut 'nama Allah'. Penjajahan berlangsung selama 13 abad (VII-XX M) sampai Israel berada dibawah kekuasaan Inggris dengan mandat Liga Bangsa-Bangsa di tahun 1917. Sejak bangkitnya Zionisme pada akhir abad XIX, bahasa Ibrani modern dihidupkan kembali sebagai bahasa tulisan dan percakapan dikalangan orang Yahudi, sekalipun begitu pengaruh budaya Arab selama 13 abad tidak hilang dan orang Yahudi sekarang masih banyak yang berbahasa Arab juga.

Dalam Al-Quran yang diterjemahkan ke bahasa Ibrani, nama 'Allah' diterjemahkan 'Elohim' (Al-Qur'an Tirgem Avrit). Sebaliknya Tanakh Ibrani, dalam Alkitab bahasa Arab, 'El/ Elohim/Eloah Tanakh dan Theos diterjemahkan 'Allah' (saat ini ada 4 versi Alkitab berbahasa Arab dan semuanya menyebut 'nama Allah'). Memang dikalangan tertentu di Malaysia ada yang menggugat penggunaan nama Allah dikalangan Kristen, pada bulan Februari 2009 pengadilan Malaysia menolak gugatan itu dengan pertimbangan 'Nama Allah sudah digunakan oleh orang Kristen sebelum ada Islam.'

Sikap penolakan terhadap nama 'Allah' timbul karena ketidak tahuan dan provokasi kalangan Barat (a.l. buku Robert Morey 'Islamic Invasion') dan Yahudi (yang trauma terhadap 13 abad penjajahan Arab-Islam) yang cenderung menggeneralisasikan anti-Arab dan anti-Islam. Mereka mengabaikan bahwa sejak lama sudah ada orang Arab beragama Yahudi dan sesudah hari Pentakosta sudah banyak orang Arab beragama Kristen, bahkan masa kini orang-orang berbahasa Arab yang menganut agama Kristen tercatat 29 juta banyaknya, dan semuanya menyebut 'nama Allah.'

Morey menyebut 'Allah' adalah nama dewa bulan Babilonia seperti terlihat dalam lambang diatas mesjid dan bendera negara Islam, kenyataan sebenarnya lambang bulan sabit baru muncul di Turki pada abad XV sebagai peringatan kemenangan dalam perang Byzantium karena kemunculan bulan sabit secara tiba-tiba. Muhammad sendiri mengemukakan bahwa: "Wahai bulan sabit yang indah dan bulan sabit petunjuk, keyakinanku teguh kepada Dia yang menciptakanmu" (Ensiklopedia Islam, hlm. 64), Al-Quran juga menyebut: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan, niscaya mereka menjawab: Allah" (QS 29:61).

Bila dalam Tanakh tercatat nama Elah/Alaha dikitab Ezra (4:8 - 6:18; 7:12 - 26) dan Daniel (2:4 - 7:28) yang ditulis dalam bahasa Aram. Dalam Perjanjian Baru, Yesus tidak pernah menyebut nama YHWH tetapi di kayu salib Ia memanggil dalam bahasa Aram nama 'El' (Mat 27:46; Mrk 15:34) yang merupakan kependekan Elah/Alaha Aram. Saat ini orang Yahudi, Kristen dan Arab kalau berbahasa Arab menyebut 'nama Allah,' dan di Kairo, ada gereja 'Al-Mu'alaqqah' yang dipintunya ditulis 'Allah Mahabah' (Allah itu kasih), dan dipintu lainnya 'Ra'isu al-Hikmata Makhaafatu Ilah' (Permulaan Hikmat Adalah Takut kepada Allah), dan dari situ ada sinagoga 'Ben Ezra' dimana disebut bahwa dahulu di situ Rabbi 'Moshe Ben Ma'imun' menulis buku 'Al-Mishnah' dan 'Dalilat el-Hairin' dalam bahasa Ibrani dan Arab dimana 'El/Elohim diterjemahkan Allah'.

Al-Quran dan Alkitab berbicara mengenai 'Allah' yang sama sebagai tujuan penyembahan dalam agama Yahudi, Kristen maupun Islam berbahasa Arab, Allah yang disembah oleh Abraham yang diceritakan dalam Tanakh dan PB atau Ibrahim dalam Al Quran. Allah (dalam bahasa Arab) sebagai sesembahan ketiga pengikut agama Semitik (Yahudi, Kristen, Islam) dapat menjadi titik pijak bersama yang baik untuk melakukan dialog dan percakapan misi dengan penganut agama Islam. Sekalipun sama sebagai nama 'El Abraham' (Allah Ibrahim), Nama yang sama disembah itu tidak mengandung pengajaran/aqidah (teologi) yang sama tergantung pengajaran dalam kitab suci masing-masing. Dalam pengajaran, El/Elohim/Eloah Tanakh (Yang tidak menerima Yesus) ada samanya dan tidak samanya dengan Theos PB (Yang percaya Yesus itu Tuhan), demikian juga tidak sama dengan Allah Al-Quran (Yang menerima Muhammad sebagai nabi terakhir). Yang harus dibandingkan bukan 'God' Kristen dan 'Allah' Islam, tetapi 'Allah Kristen Arab' dibanding 'Allah Islam Arab.'

Umat Kristen perlu dengan kasih, kesabaran dan mendoakan mereka yang dipengaruhi oleh ketidak-tahuan mereka dan dipengaruhi orang lain, sebab 'menolak nama Allah' secara tidak langsung sama halnya dengan 'menolak YHWH' yang salah satu namanya 'El' dalam dialek Arab 'Allah' yang sudah menjadi kosa-kata bahasa Indonesia ditolak/dilecehkan sebagai nama berhala.

(Tanggapan-1)
Apakah sumber keimanan Nasrani itu berakar Arab atau Ibrani sehingga Alkitab menggunakan kata Arab "Allah'? Akar kita adalah Yudaik/Ibrani.

(Diskusi-1)
Perlu disadari bahwa bahasa hanyalah alat komunikasi, dan tidak dapat menjadi ukuran kebenaran. Kata 'Allah' sekalipun berasal bahasa Arab sudah menjadi kosa-kata bahasa Indonesia karena bahasa Arab sudah dibawa saudagar Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII sebelum Kristen masuk pada abad XVI dan dalam pembentukan bahasa Melayu kemudian Indonesia banyak kata Arab dimasukkan termasuk kata Allah. Alkitab Melayu pertama (1629) sudah memuat kata Allah. Perlu disadari bahwa bahasa Arab berasal dari Nabatea Aram jadi termasuk rumpun bahasa Semitik. Sebaliknya kita tidak perlu mengkultuskan bahasa Ibrani, karena bahasa itu juga berkembang awalnya dari bahasa Aram kemudian ketika Abraham yang berbahasa ibu Aram masuk ke Kanaan, ia mengadopsi bahasa Kanaan. Ketika keturunan Israel menetap di Mesir, mereka masih disebut orang Aram (Ul 26:5) dan berbahasa Kanaan (Yes 19:18). Ketika umat israel bertambah banyak, dialek Kanaan-Arami dari keturunan Israel inilah yang menjadi cikal bakal bahasa Ibrani, bahkan bahasa Ibrani Kuno (Ketav Ashurit) tidak lain adalah dialek Kanaan yang masih menggunakan abjad Kanani-Funisia (sejak abad XII SM) sebelum diganti dengan Ibrani Kitab Suci (Ketav Meruba) yang terpengaruh bentuk pesegi abjad Aram (masa Ezra abad-VI SM). Amanat Yesus (Mat 28:19-20) dan Pesan Pentakosta bukanlah kembali ke akar yahudi, tetapi 'Injil bagi bangsa-bangsa lain' (ta panta ethne) dan Roh Kudus sendiri menterjemahkan khotbah Petrus ke bahasa pendengar, termasuk Arab (Kis 2:11).

(T-2)
Bahasa Ibrani adalah bahasa Semitik, maka karena bangsa Arab bukan keturunan Sem, bahasa Arab adalah bahasa Hamitik keturunan Kanaan keturunan Ham karena bangsa Arab adalah keturunan Ismael anak Hagar orang Mesir.

(D-2)
Sejujurnya, dengan ukuran yang sama kita juga harus mengakui Ishak sebagai keturunan Aram karena ibunya Sara orang Aram, Israel (Yakub) pun anak Ribkah orang Aram (band. Ul 26:5). Pada D-1 sudah jelas bahwa bahasa Arab lebih dekat dengan bahasa Aram sedangkan bahasa Ibrani justru berkembang dari bahasa Aram bercampur Kanaan. Disini kelihatan bahwa bahasa Arab lebih dekat dengan Aram (band. elah/alaha dengan ilah/allah) daripada bahasa Ibrani yang merupakan campuran Kanaan-Aramik. Ingat Ismael menurut garis patriarchat adalah anak Abraham jadi termasuk semitik juga. Efraim dan Manasye disebut orang Israel sekalipun ibu mereka orang Mesir, demikian juga anak-anak Musa disebut orang Israel sekalipun ibu mereka orang Arab Median keturunan Ketura. Perlu juga diingat bahwa setidaknya ada 3 jalur nenek-moyang orang Arab selain dari Ismael, yaitu keturunan Ketura (Kej 25:1-4), keturunan Yoktan keturunan Eber (Kej 10:23-25), dan keturunan Aram, semuanya termasuk rumpun Semitik. Sekalipun bahasa Ibrani sangat diistimewakan kita perlu menyadari selain asalnya dari Kanaan-Aram, pada masa pembuangan zaman Ezra bahasa ini kembali banyak dipengaruhi bahasa Aram kemudian Yunani sampai kehadiran Islam pada abad VII dimana bahasa percakapan orang Yahudi Palestina adalah Arab karena Israel dijajah negara-negara berbahasa Arab (Mesir, Arab, Turki) selama 13 abad. Nama YHWH pun bukan asli Ibrani dan dianggap berasal akar kata Arab 'hwy' sedangkan ucapan Yahweh bukan ejaan Ibrani karena dalam bahasa Ibrani tidak ada ucapan huruf 'w.' Akar Yahudi/Ibrani sama halnya dengan akar Arab adalah Mesopotamia dimana nama pencipta langit dan bumi disebut El/Il.

(T-3)
Kitab suci menyebut bahwa Ismael tidak boleh disebut keturunan Abraham, karena tertulis "yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak" (Kej 21:12).

(D-3)
Menafsirkan Alkitab, jangan hanya sepotong dan mengartikannya secara harfiah di luar konteks. Kitab suci harus dibaca dalam kaitan konteksnya agar kita tidak memutar-balikkanartinya (band. 2 Ptr 3:14-16). Bacalah ayat ke-13, yang berbunyi: "Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu." (Kej 21:13). Pada pasal 25 baik Ishak maupun Ismail disebut 'anak Abraham': "Inilah keturunan Ismael, anak Abraham, yang telah dilahirkan baginya oleh Hagar, perempuan Mesir, hamba Sara itu. . Inilah riwayat keturunan Ishak, anak Abraham." (Kej 25:12,19), dan jauh sesudahnya keduanya tetap disebut anak Abraham: "Anak-anak Abraham ialah Ishak dan Ismael." (1 Taw 1:28). Kalau kita berbicara mengenai bangsa, dalam masyarakat patriarchat hal itu ditentukan oleh keturunan darah-daging dari garis ayah, jadi yang dimaksudkan dalam Kej 21:12 adalah keturunan 'Perjanjian': "Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga." (Kej 17:20-21). Rasul Paulus menyebut Hagar, ibu Ismael, sebagai Gunung Sinai di tanah Arab yang melahirkan anak darah-daging Abraham." (Gal 4:21-31).

(T-4)
Artikel menyebut bahwa 'Allah dalam agama Yahudi, Kristen dan Islam, ada samanya, bukankah ketiganya berbeda karena pengakuan Al-Quran menyebut 'Allah itu Dzat' ?

(D-4)
Akan jelas bila merenungkan peristiwa 'Abraham mengorbankan anaknya.' Kisah ini tertulis dalam Tanakh (PL, Kej 22:1-2. Dalam agama Yahudi dirayakan sebagai 'Akedah'), dalam Perjanjian Baru (Ibr 11:17, lihat ayat 17-19), dan dalam Al-Quran (QS 37:102, baca juga 99-113. Di kalangan Islam setiap tahun dirayakan sebagai 'Idul Adha'). Ketiganya ada kesamaannya dan ada ketidak samaannya. Kesamaannya, ketiganya menyembah El/Theos/Allah yang sama, dan tokohnya bernama Abraham (PL+PB) dan Ibrahim (Al-Quran). Ketidak samanya adalah ajaran/akidah yang berkembang darinya, yaitu PL dan PB mengakui anak yang dikurbankan adalah Ishak, sedangkan Al-Quran tidak disebut siapa nama anak itu (sekalipun dalam ay. 112-113 ada petunjuk mengenai Ishak, tradisi islam menganggap Ismail yang dikorbankan karena ia anak sulung). Sedang perbedaan antara Tanakh dan PB adalah bahwa dalam PB, peristiwa itu merupakan typos pengorbanan Anak Allah yang mencurahkan darahnya di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia, hal ini tidak diakui agama Yahudi. Jadi, tidak ada salahnya dengan nama 'El/Theos/Allah' karena dalam bacaan itu ketiganya tertuju pada sesembahan Abraham yang mencipta langit dan bumi, yang berbeda adalah ajaran/akidah mengenai El/Theos/Allah yang sama itu.

(T-5)
Coba tunjukkan kalau dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ada sebutan bahwa Tuhan itu bernama 'Allah.'

(D-5)
Kalau secara eksplisit memang tidak ada kata 'Allah' karena Allah adalah bahasa Arab (yang kemudian diterima sebagai kosa-kata bahasa Indonesia), sedangkan Alkitab PL aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani + Arami, sedangkan PB aslinya ditulis dalam bahasa Yunani + sedikit istilah Ibrani, Latin, dan Aram. Namun padanannya ada, yaitu dalam PL dalam kitab Ezra (4:8 - 6:18;7:12-26) dan Daniel (2:4 - 7:28) yang ditulis dalam bahasa Aram, El/Elohim/Eloah menjadi Elah/Alaha. Dalam PB, dikayu salib, Yesus berseru nama 'El' dalam bahasa Aram (Mat 27:46; Mrk 15:13). Bahasa Arab adalah cabang bahasa Semitik dimana El/Il menjadi Ilah/Allah, dan ada indikasi bahwa bahasa Arab berkembang dari bahasa Nabati-Aram (Inskripsi Lihyan abad-VI SM mengindikasikan nama 'Allah' berasal 'Alaha' Aram). Dalam Alkitab dalam bahasa Arab, El/Elohim/Eloah diterjemahkan Allah, sebaliknya dalam Al-Quran dalam bahasa Ibrani Allah diterjemahkan Elohim (Al-Qur'an Tirgem Avrit). Sebaliknya juga, dalam naskah asli PB juga tidak ada nama YHWH, yang ada hanyalah 'Haleluya' di Wahyu 19, itupun namanya 'Yah' dan merupakan 'nyanyian pujian.'
(Tanggapan-6)
'Allah' adalah nama diri dewa pengairan Arab sebelum Islam, seperti dalam kutipan: Nama 'Allah' telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyukan" (Ensiklopedia Islam, hal. 23); "ALLAH adalah nama DEWA bangsa Arab, yg mengairi bumi" (Passing Over, Muh. Wahyuni Nafis 1998, hal 85), dan "ALLAH adalah nama DEWA yg disembah penduduk MEKKAH" (Agama Manusia, kata pengantar Djohan Effendi, 1985, hal 258).

(Diskusi-6)
Baik Ensiklopedia Islam maupun umum yang ditulis pakar Islam menyebutkan bahwa 'Allah' adalah kontraksi al-Ilah' yang ditujukan kepada pencipta langit dan bumi, sesembahan Ibrahim, dan sama halnya dengan 'elohim' yang bisa untuk menyebut 'pencipta langit dan bumi' atau 'dewa,' demikian juga 'ilah.' Dalam hubungan dengan kutipan yang ditonjolkan, kembali kita perlu sadar bahwa suatu kalimat tidak bisa dicomot lepas dari konteksnya dan ditafsirkan secara harfiah begitu saja. Marilah kita simak ayat selengkapnya (yang digaris dicomot disini digaris-bawahi):

"Kata 'Allah' merupakan sebuah nama yang hanya pantas dan tepat untuk Tuhan, yang melalui kata tersebut dapat memanggil-Nya secara langsung. Ia merupakan kata pembuka menuju Esensi (hakikat) ketuhanan, yang berada di balik kata tersebut bahkan yang tersembunyi di balik dunia ini. Nama 'Allah' telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyukan; misalnya nama Abd al-Allah (hamba Allah), nama Ayah Nabi Muhammad. Kata ini tidak hanya khusus bagi Islam saja, melainkan ia juga merupakan nama yang, oleh ummat Kristen yang berbahasa Arab dari gereja-gereja Timur, digunakan untuk memanggil Tuhan." (Ensiklopedia Islam, hlm.23). Baca juga: "Gagasan tentang Tuhan Yang Esa yang disebut dengan Nama Allah, sudah dikenal oleh Bangsa Arab kuno ... Kelompok keagamaan lainnya sebelum Islam adalah 'hunafa' (tngl.hanif), sebuah kata yang pada asalnya ditujukan pada keyakinan monotheisme zaman kuno yang berpangkal pada ajaran Ibrahim dan Ismail. Menjelang abad ke-7, kesadaran agama Ibrahim di kalangan bangsa Arab ini telah menghilang, dan kedudukannya digantikan oleh pemujaan sejumlah berhala ... dalam waktu 20 tahun seluruh tradisi Jahiliyyah tersebut terhapus oleh ajaran Tuhan yang terakhir, yakni Risalah Islam" (Ibid, hlm.50-51).

"Kata "Allah" sendiri sudah dikenal; jauh sebelum Islam lahir di Arab. Namun "Allah" dalam pengertian orang pra Islam itu berbeda dengan "Allah" dalam Islam. Menurut Winnet, seperti dikutip oleh al-Faruqi dalam The Cultural Atlas of Islam, Allah bagi orang-orang Arab pra-Islam dikenal sebagai dewa yang mengairi bumi sehingga menyuburkan pertanian dan tumbuh-tumbuhan serta memberi minum ternak. Islam datang dengan mengubah konsep Allah yang selama itu diyakini oleh orang Arab. Yaitu Allah dalam Islam dipahami sebagai Tuhan yang Maha Esa, tempat berlindung bagi segala yang ada, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Juga tidak ada satu apa pun yang menyerupai-Nya. Maka ia pun meyakini Tuhan sebagai Pencipta langit dan bumi serta segala yang ada ini. Tergolonglah Ibrahim sebagai penganut agama hanif yang terbebas dari kemusyrikan (menyekutukan Tuhan)" (Passing Over, Muh. Wahyuni Nafis 1998, hal 84-85,87)

"ALLAH adalah nama DEWA yang disembah penduduk MEKAH. Secara harfiah, Allah berarti "Tuhan yang Satu dan pasti Satu". Bukan suatu Tuhan, karena hanya ada satu Tuhan. Tuhan Yang Esa. Tuhan kemudian menciptakan dunia, dan sesudahnya manusia. Siapakah nama dari manusia pertama ini? Adam. Keturunan Adam kemudian sampai kepada Nuh, yang mempunyai seorang putra yang bernama Shem. Dari sinilah asal-usul kata "Semit". Seorang Semit secara harfiah berarti seorang keturunan Sem. Seperti juga halnya dengan orang Yahudi, orang Arab memandang dirinya sendiri sebagai kaum Semit. Keturunan Shem dapat ditelusuri sampai kepada nabi Ibrahim, dan kita masih dapat menemukan adanya suatu tradisi yang sama". (Agama Manusia, kata pengantar Djohan Effendi, 1985, hal 258, 255).

Pembacaan secara lengkap dengan mengerti konteksnya menghasilkan pengertiannya berbeda tetapi lebih luas, yaitu bahwa 'Allah adalah Pencipta Langit dan Bumi yang dipercayai oleh Ibrahim dan diteruskan oleh penganut Hanif dan juga dipakai oleh gereja-gereja Arab Kristen. Pada masa pra-Islam (jahiliah) di Arabia, pengertian itu merosot ditujukan kepada dewa pengairan, tetapi Islam mengembalikannya kepada kepercayaan Hanif yang sesuai dengan iman Ibrahim. Sebaliknya, YHWH pun ada masanya disembah sebagai dewa anak lembu emas (Kel 32:1-5; 1 Raj 12:28), ini tentu tidak bisa disimpulkan bahwa YHWH nama berhala. YHWH dan Elohim juga sering merosot ditujukan dan disembah bersama dewa Kanaan bernama Baal (Hak 8:33; 1Raj 10:18; Yer 2:8) dan juga Asyera (2 Rj 23:7). Adalah menyesatkan kalau teologi dibangun dari sepotong kalimat yang dicomot lepas dari koteksnya yang ditafsirkan secara harfiah.

(T-7)
Yahweh nama diri Tuhan sedangkan El/Elohim/Eloah adalah sebuah gelar, jadi nama Yahweh tidak boleh diterjemahkan.

(D-7)
Bila kita mempelajari penggunaan dalam Perjanjian Lama, El/Elohim/Eloah banyak juga digunakan sebagai nama diri bahkan sebagai pengganti YHWH, sebagai contoh, bandingkan 'YHWH, Elohe Yisrael' (Kel 32:27; Yos 8:30) dengan 'El, Elohe Yisrael' (Kej 33:20). Sebaliknya YHWH juga tidak murni nama diri. Banyak yang mengemukakan bahwa YHWH adalah kependekan 'Ehyeh Asher Ehyeh,' ada juga yang menyebutkan bahwa YHWH berasal akar kata 'hayah' atau bahkan akar kata Arab 'hwy.' YHWH sendiri berasal dari Sinai (Ul 33:2; Hak 5:4) tempat suku Arab Median keturunan Ketura, sedangkan sebutan Yahweh tidak berbau Ibrani karena dalam bahasa Ibrani tidak ada ucapan huruf 'w.' YHWH sendiri semula ditulis dalam aksara Kanani-Funisia dan pada masa Musa ketika nama itu diwahyukan (Kel 6:1-2) diragukan bahwa bahasa Ibrani sudah dibakukan.

(T-8)
'Barangsiapa yang berseru kepada nama YHWH akan diselamatkan' (Yl 2:32), karena itu kita harus menyebut nama YHWH karena keselamatan ada dalam nama itu.

(D-8)
Sekalipun ada ayat yang bila ditafsirkan secara harfiah seakan-akan begitu, ternyata sejarah menunjukkan lain, soalnya ejaan YHWH sudah tidak dikenal, karena itu agar tidak mengucapkannya sembarangan (Kel 20:7) maka sejak masa Ezra (abad VI SM) orang Yahudi tidak lagi menyebut nama itu melainkan mengejanya dengan nama 'Adonai' atau 'Ha-Syem' dan hanya Imam Besar (Kohen Gadol) yang bisa mengucapkannya setahun sekali sebanyak 10 kali selama upacara Yom Kippur. Ketika di Pembuanganpun orang yahudi sudah tidak mengerti bahasa Ibrani sehingga perlu diterjemahkan ke bahasa Aram. Bagian kitab Ezra (4:8 - 6:18; 7:12-26) dan Daniel (2:4 - 7:28) ditulis dalam bahasa Aram tanpa menyebut nama YHWH melainkan nama elah/alaha. Pada abad III - II SM, Tanakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh 70 tua-tua Israel (Septuaginta) yang diutus Imam Besar di Yerusalem, dimana YHWH diterjemahkan dengan Kurios, hal mana diikuti Perjanjian Baru Yunani, dan kemudian ke bahasa-bahasa lain seperti Inggris (LORD) dan Indonesia (TUHAN). Dari terjemahan demikianlah kekristenan sepanjang abad berkembang dan diberkati Tuhan, karena itu, yang dipertanyakan adalah apakah 'Tulisan huruf nama itu atau pribadi dibalik Nama itu' yang harus dikuduskan? Dalam naskah asli Perjanjian Baru, ayat Yl 2:32 ditulis dalam bahasa Yunani sebagai 'berseru dalam nama KURIOS' (Rm 10:13), demikian juga disebutkan dalam Kisah Para Rasul bahwa 'tidak ada keselamatan diluar IESOUS' (Kis 4:12). Jadi bukan nama dan sebutan harfiah YHWH, KURIOS, atau IESOUS yang menyelamatkan tetapi kasih karunia dari pribadi dibalik nama itu yang harus ditaati dengan dilakukan kehendak-Nya (Mat 7:21)!

(T-9)
Dalam kitab Wahyu (19) ada seruan pujian 'Heleluya' menunjukkan bahwa nama Yah(weh) itu kekal dan harus tetap disebut.

(D-9)
Benar bahwa Wahyu 19 menyebut 'Haleluya' (Terpujilah Yah), kata itu adalah nyanyian pujian (dalam Tanakh hanya ada dalam Mazmur). Di bagian lain Perjanjian Baru ada ucapan pujian 'Terpujilah Theos' (2 Kor 1:3; Efs 1:3; 1 Ptr 1:3) dan dalam Perjanjian Lama 'Terpujilah Elohim' (Mzm 66:20; 68:36) dan 'Terpujilah Elaha' (Dn 3:28, bagian ini ditulis dalam bahasa Aram). 'Terpujilah Yah, sejajar dengan Theos (yunani)/Elohim (ibrani)/Elaha (aram) yang diterjemahkan 'Terpujilah Allah' (bahasa Arab/Indonesia). Al-Quran bahasa Ibrani, Allah diterjemahkan Elohim (Al-Qur'an Tirgem Avrit), sebaliknya Tanakh bahasa Arab, Elohim diterjemahkan ilah/Allah.

(T-10)
Agnes Monica dicekal di Malaysia karena menyanyikan lagu 'Allah,' bukankah ini menunjukkan bahwa Allah itu nama Tuhannya agama Islam? Jangan sampai Tuhan menggunakan tangan orang lain, baru menuruti perintahnya.

(D-10)
Di Malaysia memang ada sekelompok muslim yang meng'klaim' bahwa Allah itu nama Tuhan mereka dan berusaha melarang orang Kristen/Katolik menggunakan nama itu. Puncaknya, majalah Katolik 'The Herald' dituntut di pengadilan karena majalah itu menggunakan nama 'Allah' dalam edisi Melayu dan dituduh menarik banyak melayu muslim masuk katolik/kristen. Bulan Februari 2009 akhirnya pengadilan memutuskan bahwa 'The Herald' boleh tetap terbit seperti biasanya dengan alasan bahwa 'Nama Allah sudah digunakan orang Kristen Arab jauh sebelum agama Islam lahir' (sejak zaman kuno inskripsi berisi tulisan Arab sudah memuat al-Ilah = Allah dan penggunaannya dipertukarkan termasuk penggunaannya di kalangan Kristen Arab). Perlu disadari bahwa Alkitab melayu pertama (1629) sudah menggunakan nama Allah dan sekarang 'United Bible Society of Malaysia' menerbitkan Alkitab bahasa Melayu yang menyebut nama Allah. Memang ini gejala baru dimana kalau di Timur Tengah mereka yang berbahasa ibu Arab baik yang beragama Islam, Yahudi atau Kristen, menggunakan nama itu bersama-sama untuk menunjukkan kepada 'sesembahan Abraham yang mencipta langit dan bumi' dan tidak mempersoalkannya, aneh kalau sekarang ada orang di Malaysia dan Indonesia yang merasa berhak dan memaksakan kehendak untuk mengatur mana yang benar dan mana yang salah dalam bahasa Arab, bahasa yang bukan bahasa mereka. Muhammad & Al-Quran sendiri mengakui kebersamaan itu:

"(Yaitu) orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mereka mengatakan: Tuhan kami Allah. Jikalau tiadalah pertahanan Allah terhadap manusia, sebagian mereka terhadap yang lain, niscaya robohlah gereja-gereja pendeta dan gereja-gereja Nasrani dan gereja-gereja Yahudi dan mesjid-mesjid, di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa". (QS 22:40)

Karena ayat itu ditulis semasa kelahiran Islam, maka tentulah penggunaan nama 'Allah' di sinagoga Yahudi dan gereja Nasrani sudah lama terjadi sebelumnya. Di Indonesia nama Allah sudah digunakan oleh umat Kristen sejak agama Kristen masuk ke Indonesia pada abad XVI karena nama itu sudah tiga abad digunakan dan diserap mahasa Melayu. Apakah kasus Agnes merupakan petunjuk bahwa 'Tuhan menggunakan tangan orang lain?,' rasanya orang Malaysia (karena ketakutan menjadi pengikut Kristus) justru melanggar kehendak Tuhan, soalnya Tuhan memperkenankan orang Arab (baik yang beragama Yahudi, Kristen maupun Islam) sejak bangsa Arab lahir untuk menyebut nama dirinya dengan dialek Arab 'Al-Ilah/Allah' maka apa hak mereka mengatur Tuhan yang memiliki nama itu? Bahkan, tidak dapat disangkal Roh Kudus sendiri menerjemahkan khotbah Petrus tentang 'Alaha/theos' menjadi nama 'Allah' yang didengar orang Arab (Kis 2:11). Kehendak politik sekelompok orang fanatik tidak bisa menentukan dan mengatur bahasa Arab sedangkan orang Arab sendiri yang punya bahasa itu tidak mempersoalkannya. Sekalipun penduduk Indonesia mayoritas menganut Islam, Agnes menyanyikan lagu yang sama di Indonesia dengan bebas, soalnya orang islam di Indonesia sudah cukup dewasa untuk menggunakan nama itu bersama-sama dengan umat Kristen selama 5 abad.

Salam kasih dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Sumber: www.yabina.org


Apakah Istilah “Allah” Hanya Milik Umat Islam?
Oleh Ulil Abshar Abdalla
Masalahnya adalah bahwa sebagian umat Islam sendiri melakukan sejumlah tindakan yang justru membuat citra Islam itu menjadi buruk. Menurut saya, pendapat ulama dan sikap pemerintah Malaysia itu adalah salah satu contoh tindakan semacam itu. Jika umat Islam menginginkan agar umat lain memiliki pandangan yang positif tentang agama mereka, maka langkah terbaik adalah memulai dari “dalam” tubuh umat Islam sendiri. Yaitu dengan menghindari tindakan yang tak masuk akal.
SEORANG perempuan beragama Kristen saat ini sedang menggugat pemerintah Malaysia dengan alasan telah melanggar haknya atas kebebasan beragama (baca International Herald Tribune, 29/11/2008). Mei lalu, saat balik dari kunjungan ke Jakarta, Jill Ireland, nama perempuan itu, membawa sejumlah keping DVD yang berisi bahan pengajaran Kristen dari Jakarta. Keping-keping itu disita oleh pihak imigrasi, dengan alasan yang agak janggal: sebab dalam sampulnya terdapat kata “Allah”.
Sejak tahun lalu, pemerintah Malaysia melarang penerbitan Kristen untuk memakai kata “Allah”, sebab kata itu adalah khusus milik umat Islam. Umat lain di luar Islam dilarang untuk menggunakan kata “Allah” sebagai sebutan untuk Tuhan mereka. Pemakaian kata itu oleh pihak non-Muslim dikhawatirkan bisa membingungkan dan “menipu” umat Islam (Catatan: Sedih sekali ya, umat Islam kok mudah sekali tertipu dengan hal-hal sepele seperti itu?)
Pertanyaan yang layak diajukan adalah: apakah kata “Allah” hanyalah milik umat Islam saja? Apakah umat lain tidak boleh menyebut Tuhan yang mereka sembah dengan kata “Allah”? Apakah pandangan semacam ini ada presedennya dalam sejarah Islam? Kenapa pendapat seperti itu muncul?
Sebagai seorang Muslim, terus terang saya tak bisa menyembunyikan rasa geli, tetapi juga sekaligus jengkel, terhadap pandangan semacam ini. Sikap pemerintah Malaysia ini jelas bukan muncul dari kekosongan. Tentu ada sejumlah ulama dan kelompok Islam di sana yang menuntut pemerintah mereka untuk memberlakukan larangan tersebut.
Di Indonesia sendiri, hal serupa juga pernah terjadi. Beberapa tahun lalu, ada seorang pendeta Kristen di Jakarta yang ingin menghapus kata “Allah” dalam terjemahan Alkitab versi bahasa Indonesia. Menurut pendeta itu, istilah “Allah” bukanlah istilah yang berasal dari tradisi Yudeo-Kristen. Nama Tuhan yang tepat dalam tradisi itu adalah Yahweh bukan Allah.
Jika usulan untuk melarang penggunaan kata Allah berasal dari dalam kalangan Kristen, tentu saya, sebagai orang luar, tak berhak untuk turut campur. Tetapi jika pendapat ini datang dari dalam kalangan Islam sendiri, maka saya, sebagai seorang Muslim dan “orang dalam”, tentu berhak mengemukakan pandangan mengenainya.
Pandangan bahwa istilah Allah hanyalah milik umat Islam saja, menurut saya, sama sekali tak pernah ada presedennya dalam sejarah Islam. Sejak masa pra-Islam, masyarakat Arab sendiri sudah memakai nama Allah sebagai sebutan untuk salah satu Tuhan yang mereka sembah. Dalam Quran sendiri, bahkan berkali-kali kita temui sejumlah ayat di mana disebutkan bahwa orang-orang Arab, bahkan sebelum kedatangan Islam, telah mengakui Allah sebagai Tuhan mereka (baca QS 29:61, 31:25, 39:37, 43:87). Dengan kata lain, kata Allah sudah ada jauh sebelum Islam sebagai agama yang dibawa Nabi Muhammad lahir di tanah Arab.
Begitu juga, umat Kristen dan Yahudi yang tinggal di kawasan jazirah Arab dan sekitarnya memakai kata Allah sebagai sebutan untuk Tuhan. Para penulis Kristen dan Yahudi juga memakai kata yang sama sejak dulu hingga sekarang. Seorang filosof Yahudi yang hidup sezaman dengan Ibn Rushd di Spanyol, yaitu Musa ibn Maimun (atau dikenal di dunia Latin sebagai Maimonides [1135-1204]) menulis risalah terkenal, Dalalat al-Ha’irin (Petunjuk Bagi Orang-Orang Yang Bingung). Kalau kita baca buku itu, kita akan jumpai bahwa kata Allah selalu ia pakai untuk menyebut Tuhan.
Semua Bibel versi Arab memakai kata Allah sebagai nama untuk Tuhan. Ayat pertama yang terkenal dalam Kitab Kejadian diterjemahkan dalam bahasa Arab sebagai berikut: Fi al-bad’i khalaqa Allahu al-samawati wa al-ard (baca Al-Kitab al-Muqaddas edisi The Bible Society in Lebanon). Dalam terjemahan versi Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), ayat itu berbunyi: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”.
Tak seorangpun sarjana Islam yang memakai bahasa Arab sebagai bahasa ibu mereka, entah pada masa klasik atau modern, yang mem-beslah atau keberatan terhadap praktek yang sudah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun itu. Tak seorang pun ulama Muslim yang hidup sezaman dengan Maimonides yang memprotes penggunaan kata Allah dalam buku dia di atas.
Polemik antara Islam dan Kristen sudah berlangsung sejak masa awal Islam, dan, sejauh pengetahuan saya, tak pernah kita jumpai seorang “mutakallim” atau teolog Muslim yang terlibat perdebatan dengan teolog Kristen atau Yahudi karena memperebutkan kepemilikan atas kata Allah. (Survei terbaik tentang sejarah polemik Islam-Kristen sejak masa awal Islam hingga abad ke-4 H/10 M adalah buku karangan Abdul Majid Al-Sharafi, “Al-Fikr al-Islami fi al-Radd ‘Ala al-Nashara“, 2007).
Dalam perspektif historis, pandangan sejumlah ulama Malaysia yang kemudian diresmikan oleh pemerintah negeri jiran itu, jelas sangat aneh dan janggal sebab sama sekali tak ada presedennya. Dipandang dari luar Islam, pendapat ulama Malaysia itu juga bisa menjadi bahan olok-olok bagi Islam. Sebab, pandangan semacam itu tiada lain kecuali memperlihatkan cara berpikir yang sempit di kalangan sebagian ulama. Jika para ulama di Malaysia itu mau merunut sejarah ke belakang, kata Allah itu pun juga bukan “asli” milik umat Islam. Kata itu sudah dipakai jauh sebelum Islam datang. Dengan kata lain, umat Islam saat itu juga meminjam kata tersebut dari orang lain.
Yahudi, Kristen, dan Islam adalah tiga agama yang lahir dari rahim yang sama, yaitu dari tradisi Ibrahim. Islam banyak sekali mewarisi tradisi dan ajaran dari kedua agama itu. Karena asal-usul yang sama, dengan sendirinya sudah lumrah jika terjadi proses pinjam-meminjam antara ketiga agama itu. Selama berabad-abad, ketiga agama itu juga hidup berdampingan di jazirah Arab dan sekitarnya. Tak heran jika terjadi proses saling mempengaruhi antara ketiga tradisi agama Ibrahimiah tersebut. Tradisi Kristiani, misalnya, mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan Islam, terutama dalam tradisi pietisme atau mistik (baca, misalnya, buku karangan Tarif Khalidi, “The Muslim Jesus: Saying and Stories in Islamic Literature“, 2001).
Quran sendiri banyak meminjam dari tradisi lain, termasuk dalam konteks istilah-istilah yang berkaitan dengan peribadatan. Hampir semua istilah-istilah ritual yang ada dalam Islam, seperti salat (sembahyang), saum (puasa), hajj, tawaf (mengelilingi ka’bah), ruku’ (membungkuk pada saat salat) dsb., sudah dipakai jauh sebelum Islam oleh masyarakat Arab.
Dengan kata lain, proses pinjam-meminjam ini sudah berlangsung sejak awal kelahiran Islam. Pandangan ulama Malaysia itu seolah-olah mengandaikan bahwa semua hal yang ada dalam Islam, terutama istilah-istilah yang berkenaan dengan doktrin Islam, adalah “asli” milik umat Islam, bukan pinjaman dari umat lain. Sebagaimana sudah saya tunjukkan, pandangan semacam itu salah sama sekali.
JIKA demikian, bagaimana kita menjelaskan pendapat yang janggal dari Malaysia itu? Saya kira, salah satu penjelasan yang sederhana adalah melihat masalah ini dari sudut dinamika internal dalam tubuh umat Islam sendiri sejak beberapa dekade terakhir. Sebagaimana kita lihat di berbagai belahan dunia Islam manapun, ada gejala luas yang ditandai oleh mengerasnya identitas dalam tubuh umat. Di mana-mana, kita melihat suatu dorongan yang kuat untuk menetapkan batas yang jelas antara Islam dan non-Islam. Kekaburan batas antara kedua hal itu dipandang sebagai ancaman terhadap identitas umat Islam.
Penegasan bahwa kata “Allah” hanyalah milik umat Islam saja adalah bagian dari manifestasi kecenderungan semacam itu. Pada momen-momen di mana suatu masyarakat sedang merasa diancam dari luar, biasanya dorongan untuk mencari identitas yang otentik makin kuat. Inilah tampaknya yang terjadi juga pada umat Islam sekarang di beberapa tempat. Kalau kita telaah psikologi umat Islam saat ini, tampak sekali adanya perasaan terancam dari pihak luar. Teori konspirasi yang melihat dunia sebagai arena yang dimanipulasi oleh “kllik” tertentu yang hendak menghancurkan Islam mudah sekali dipercaya oleh umat. Teori semacam ini mudah mendapatkan pasar persis karena bisa memberikan justifikasi pada perasaan terancam itu.
Keinginan untuk memiliki identitas yang otentik dan “beda” jelas alamiah belaka dalam semua masyarakat. Akan tetapi, terjemahan keinginan itu dalam dunia sehar-hari bisa mengambil berbagai bentuk. Ada bentuk yang sehat dan wajar, tetapi juga ada bentuk yang sama sekali tak masuk akal bahkan lucu dan menggelikan. Pandangan ulama Malaysia yang kemudian didukung oleh pemerintah negeri itu untuk melarang umat Kristen memakai istilah “Allah” adalah salah satu contoh yang tak masuk akal itu. Sebagaimana saya sebutkan di muka, secara historis, pandangan semacam ini sama sekali tak ada presedennya. Selain itu, proses saling meminjam antara Islam, Kristen dan Yahudi sudah berlangsung dari dulu.
Bayangkan saja, jika suatu saat ada kelompok Yahudi yang berpikiran sama seperti ulama Malaysia itu, lalu menuntut agar umat Islam tidak ikut-ikutan merujuk kepada nabi-nabi Israel sebelum Muhammad — apakah tidak runyam jadinya. Orang Yahudi bisa saja mengatakan bahwa sebagian besar nabi yang disebut dalam Quran adalah milik bangsa Yahudi, dan karena itu umat Islam tak boleh ikut-ikutan menyebut mereka dalam buku-buku Islam. Sudah tentu, kita tak menghendaki situasi yang “lucu” dan ekstrem seperti itu benar-benar terjadi.
Selama ini umat Islam mengeluh karena umat lain memiliki pandangan yang negatif tentang Islam, dan karena itu mereka berusaha sekuat mungkin agar citra negatif tentang agama mereka itu dihilangkan. Masalahnya adalah bahwa sebagian umat Islam sendiri melakukan sejumlah tindakan yang justru membuat citra Islam itu menjadi buruk. Menurut saya, pendapat ulama dan sikap pemerintah Malaysia itu adalah salah satu contoh tindakan semacam itu. Jika umat Islam menginginkan agar umat lain memiliki pandangan yang positif tentang agama mereka, maka langkah terbaik adalah memulai dari “dalam” tubuh umat Islam sendiri. Yaitu dengan menghindari tindakan yang tak masuk akal.
Tak ada gunanya umat Islam melakukan usaha untuk mengoreksi citra Islam, sementara mereka sendiri memproduksi terus-menerus hal-hal yang janggal dan tak masuk akal.[]
Caveat: Mohon maaf kepada teman-teman dan pembaca Malaysia, jika tulisan saya ini terlalu kritis pada pemerintah Malaysia dalam isu yang spesifik ini. Saya sama sekali tidak berpandangan bahwa sikap pemerintah Malaysia itu mewakili sikap seluruh umat Islam di sana. Saya tahu, banyak kalangan Islam di sana yang tak setuju dengan sikap ulama dan pemerintah Malaysia itu.

Tidak ada komentar:

SURAT PILATUS KEPADA KAISAR TIBERIUS

Ternyata selama masa pemerintahannya sebagai Gubernur Yudea, Pontius Pilatus pernah menulis sebuah surat kepada Kaisar Tiberius di Roma melaporkan mengenai aktivitas dari pelayanan Yesus. Surat ini ditulisnya pada tahun 32 AD. Berikut adalah isi suratnya : Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius ... Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim yang mengutusnya, Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru, dengan perilaku yang rendah hati. Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat untuk melawan pemerintahan Roma. Dugaan saya keliru, Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan orang Romawi daripada dengan orang Yahudi. Suatu hari saya memperhatikan, ada seorang anak muda di antara sekelompok orang, sedang bersandar pada sebatang pohon dan berbicara dengan tenang kepada kumpulan orang banyak yang mengelilingi-Nya. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus. Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya. Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti "Tuhan" (Lord). Ia berumur sekitar 30 tahun, dan saya belum pernah melihat orang dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia. Apa yang membuat Ia kelihatan begitu berbeda dengan orang-orang yang sedang mendengarkan-Nya adalah pada wajah-Nya yang ceria. Karena saya tidak ingin mengganggu-Nya, saya meneruskan perjalanan saya, tetapi saya menyuruh sekretaris saya untuk bergabung dengan mereka dan turut mendengarkan pengajaran-Nya. Kemudian sekretaris saya melaporkan bahwa belum pernah ia membaca karya-karya ahli filsafat manapun yang dapat disejajarkan dengan ajaran Orang itu, dan bahwa Orang itu (Yesus) sama sekali tidak membawa orang ke jalan yang sesat, dan tidak pula menjadi penghasut. Oleh karena itulah kami memutuskan untuk membiarkan-Nya. Ia bebas untuk melakukan kegiatan-Nya berbicara dan mengumpulkan orang. Kebebasan yang tidak terbatas ini menggusarkan orang-orang Yahudi dan menimbulkan kemarahan mereka. Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat. Kemudian saya menulis surat kepada Yesus, meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan. Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba, saya sedang melakukan jalan pagi. Dan ketika saya memperhatikan-Nya, saya begitu tertegun. Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat pada lantai batu pualam. Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat. Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat. Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya. Selama kehadiran-Nya saya menaruh hormat dan respek yang mendalam pada diri-Nya. Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat dan cendekiawan masa kini. Ia meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua karena sikap-Nya yang simpatik, sederhana, rendah hati, dan penuh kasih. Saya telah meluangkan banyak waktu untuk mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini. Pendapat saya adalah : Seseorang yang mampu mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut, tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak. Kami harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah Putra Elohim. Pelayan anda yang setia, Pontius Pilatus. Surat di atas tersimpan di Perpustakaan Kepausan di Vatikan, dan salinannya mungkin dapat diperoleh di Perpustakaan Kongres Amerika. Dari surat di atas, tahulah kita mengapa Pilatus "tidak berani" menjatuhkan vonis hukuman mati atas Yesus (Matius 27:24, Yohanes 18 : 31-40 dan 19 : 4,6 - 16)

PEREMPUAN ITU KU PANGGIL MAMA

Perempuan itu ku panggil Mama Yang setiap malam selalu terjaga saat hati sibuah hatinya sedang gelisah... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu sibuk di subuh hari untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sibuah hatinya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengajariku untuk menjadi bijaksana,... Yang selalu mengajariku untuk selalu dekat dengan Sang Khalik... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu turut merasakan kesusahanku,.. Yang selalu barusaha memenuhi kebutuhanku... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengkhawatirkan keadaanku saat ku jauh,.. Yang selalu menanyaiku dengan penuh kasih saat ku murung... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat penyakit itu bersarang ditubuhnya dan kubisikan: mama izinkan aku untuk merawatmu dan menjagaimu... Perempuan itu ku panggil Mama Yang yang terbaring lamah di pembaringan... Perempuan itu ku panggil Mama Yang dengan lemah berusaha duduk di pembaringan dan mengatakan pesan terakhirnya kepadaku: "RIS MARI BERBAGI DENGAN MAMA DALAM HIDUPMU"... Perempuan itu ku panggil Mama Yang di saat-saat terakhir hidupnya masih memintaku untuk bernyanyi memuju Sang Khalik serta bertelut dan berdoa untuknya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang malam itu tarikan napasnya semakin berat.... Perempuan itu ku panggil mama Yang saat itu kubertelut di kakinya sambil memanjatkan doa: TUHAN KUMOHON KEBESARAN KASIHMU DAN MUJIZATMU UNTUK KESEMBUHAN DAN MEMBERI PANJANG UMUR BAGI MAMAKU TERCINTA... Perempuan itu ku panggil Mama Yang disaat-saat terakhir hidupnya ku bersujud di kakinya sambil menangis dan memeohon ampun atas semua dosa dan kesalahan yang pernah kubuat selama hidupku bersamanya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang mengatakan kepadaku: RIS MAMA CAPEK DAN MAMA INGIN ISTIRAHAT... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kubisikan: MAMA, KALAU MAMA CAPEK BERISTIRAHATLAH MAMA......... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat detik - detik terakhir tarikan napasnya, aku masih tetap besujud di kakinya sambil meneteskan air mataku ke kakinya sambil berkata: MAMAKU, TOLONG RASAKAN BETAPA AKU SANGAT MENYAYANGI MAMA LEWAT HANGATNYA AIR MATAKU YANG MENETES DI KAKI MAMA INI... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kasih sayangku kepadanya dikalahkan oleh kasih sayang Sang khalik kepada mamaku, sehingga saat itu juga mamaku menghembuskan napasnya yang terakhir untuk pergi menghadap Sang Khalik, untuk pergi meninggalkan kami selamanya dan untuk mengakhiri segala penderitaan hidupnya di dunia ini... Perempuan itu ku panggil Mama yang disaat tubuhnya terbujur kaku dan dingin, kucium mamaku sambil berbisik: MAMAKU TERSAYANG, KASIH SAYANG MAMA KEPADAKU AKAN TETAP MENJADI BINTANG DI DALAM HATIKU YANG AKAN TETAP BERSINAR DAN SINAR KASIH SAYANG ITU AKAN TETAP KUPANCARKAN KEPADA SEMUA ADIK - ADIKU, SAUDARA - SAUDARAKU, DAN SEMUA ORANG YANG BERADA DI SEKITARKU AGAR MEREKA TAHU BAHWA MAMAKU ADALAH FIGUR YANG TERBAIK DAN YANG TELAH MENDIDIKKU MENJADI MANUSIA YANG BIJAKSANA... Perempuan itu ku panggil Mama yang selalu menyebut namaku di dalam setiap doanya Perempuan itu kupanggil Mama Yang kini menetap disurga bersama Sang Khalik yang mengasihinya... TERIMA KASIH MAMAKU TERCINTA, ATAS SEMUA KEHIDUPAN YANG INDAH, YANG TELAH KAU HADIRKAN SELAMA ENGKAU BERSAMAKU DI DUNIA INI........ LIWAT HEMBUSAN NAPASKU SERTA DOAKU, KU TITIPKAN CIUM YANG PALING MANIS UNTUK MAMA DI SURGA SANA....... (Untuk mengenang mamaku yang meninggal tanggal 5 Mei 2009 di Ambon) Anakmu Richard Sahetapy yang Kau panggil RIS

SENG ADA MAMA LAI

SU SENG ADA MAMA LAI PAR BIKING COLO - COLO SU SENG ADA MAMA LAI PAR TUANG PAPEDA DI SEMPE SU SENG ADA MAMA LAI PAR ATOR MAKAN DI MEJA MAKAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR CUCI BETA PUNG PAKIAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR DENGAR BETA PUNG SUSAH SU SENG ADA MAMA LAI PAR JAGA BETA WAKTU SAKIT MAMAE.... PAR APA LAI BETA PULANG KA RUMAH TUA KALO MAMA SU SENG ADA PAR LIA BETA PAR APALAI BETA DUDU DI MEJA MAKAN KALO MAMA PUNG TAMPA GARAM SU SENG ADA PAR SAPA LAI BETA MAU MANYANYI KALO MAMA SU SENG ADA PAR DENGAR... SIOOO MAMA E.... MAMA SU JAUH DARI BETA DENG BASUDARA MAMA SU TENANG DI TETEMANIS PUNG PANGKO TAPI MAMA PUNG PASANG DENG MAMA PUNG DOA TETAP JADI BINTANG YANG BERSINAR DI BETA PUNG HATI SELAMA HIDOP DI DUNIA. JUST FOR MY LOVE MAMA

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

Yesus Manis