13 Januari 2010

PRINSIP INKARNASI VS PRINSIP ZAMAN

Sumber : Elia Stories

oleh : Denny Teguh Sutandio

Nats : Yohanes 1:1-5, 9-14

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya…. Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Hari Natal adalah hari di mana kita merayakan hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Tetapi apa signifikansi hari kelahiran Kristus ini ? Bukankah semua orang juga merayakan hari ulang tahun (HUT)nya ? Tidak. Hari kelahiran Kristus bukan hari kelahiran biasa, tetapi hari kelahiran yang luar biasa. Mengapa ? Karena hari kelahiran Kristus adalah hari di mana Allah yang Berdaulat dan Berkuasa rela merendahkan diri-Nya menjelma menjadi manusia. Dengan kata lain, hari kelahiran Kristus adalah hari Inkarnasi yang dahsyat sekaligus paradoks. Pada momen Natal ini, kita akan merenungkan beberapa semangat Inkarnasi yang akan dikontraskan dengan semangat zaman dari dunia berdosa, lalu akan ditutup dengan tantangan untuk kembali kepada Kristus melalui pertobatan yang sejati.

Semangat Inkarnasi Vs Semangat Zaman
Mungkin bagi orang Kristen, kata “inkarnasi” bukan kata yang asing. Kita sudah mendengar kata ini beratus kali pada hari Natal atau pada momen ketika kita mempelajari Kristologi (doktrin Kristus), tetapi seberapa dalamkah kita mengerti inkarnasi dan semangat inkarnasi ini ? Apakah kita bisa mengerti dan mengimplikasikan semangat inkarnasi ini di dalam kondisi zaman postmodern yang juga menyuarakan semangat dunia berdosanya ? Biarlah melalui perenungan singkat ini, kita akan dipimpin oleh Roh Kudus untuk menikmati berkat Tuhan melalui kebenaran Firman-Nya tentang semangat inkarnasi yang harus kita wujudnyatakan di dalam kondisi zaman postmodern.

Ada beberapa prinsip Inkarnasi yang dikontraskan dengan prinsip zaman :
Pertama
, Inkarnasi berarti Allah menjadi manusia, sedangkan postmodern (yang ditunggangi oleh Gerakan Zaman Baru) mengajarkan manusia menjadi seperti “Allah”. Di bagian pertama, kita melihat bahwa semangat Inkarnasi bukanlah konsep murahan, tetapi prinsip/konsep dan semangat yang agung luar biasa, yaitu Allah yang Mahakudus, Mahakuasa, Berdaulat, Kekal, Mahaadil, Mahakasih, dll rela menjadi manusia (tanpa meninggalkan atribut Ilahinya). Mengapa Allah menjadi manusia ? Ia melakukannya karena Ia begitu mengasihi kita (Yohanes 3:16). Kasih Allah memungkinkan Ia mengutus Kristus untuk menebus dosa-dosa umat pilihan-Nya yang berdosa. Dengan tepat sekali, hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong di dalam salah satu khotbahnya di Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) pernah menuturkan bahwa di dalam Penciptaan, manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, lalu di dalam Penebusan/Inkarnasi, Allah menjadi/menjelma di dalam gambar manusia (Yoh 1:14). Semangat inkarnasi ini jelas sangat bertolak belakang dengan semangat dosa yang ada di dalam zaman postmodern ini. Dunia kita sejak zaman Pencerahan (Inggris : Enlightenment ; Jerman : Aufklaerung), romantisisme, sampai abad postmodernisme, menawarkan beragam ide yang berfokus pada manusia. Pencerahan berfokus kepada rasio manusia. Lalu, hal ini menjumpai kegagalan dan diganti oleh romantisisme dengan pencetus pertamanya bernama Friedrich D. E. Schleiermacher yang mengajarkan bahwa agama itu adalah feeling absolute dependency (perasaan kebergantungan mutlak). Romantisisme akhirnya mengarah kepada postmodern sekarang ini yang berfokus pada perasaan manusia, sehingga kebenaran bersifat relatif. Bukan hanya itu saja, zaman postmodern juga ditunggangi oleh spiritualitas Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutkan bahwa postmodern adalah filsafatnya, dan Gerakan Zaman Baru adalah macam spiritualitas yang sedang mengancam keKristenan. Gerakan Zaman Baru adalah suatu spiritualitas yang merupakan gabungan dari spiritualitas Timur, Buddhisme, Pantheisme, Hinduisme, mistisisme, Orientalisme, dll yang mengajarkan bahwa segala sesuatu adalah “allah”. Ir. Herlianto, M.Th. dalam bukunya Humanisme dan Gerakan Zaman Baru (1990) menyebut Gerakan Zaman Baru (GZB) sebagai model Humanisme Baru atau Humanisme Kosmis (hlm. 31). Beliau menjelaskan bahwa kalau humanisme lama dan humanisme sekuler sebagai dua model humanisme yang menekankan superioritas rasio manusia, maka humanisme baru ini menekankan “pengalaman kemanusiaan yang bersifat mistis dan kosmis, ...” (hlm. 31) Bagi para penganut GZB, manusia memiliki suatu potensi dan energi yang dahsyat yang bisa dikembangkan mencapai keilahiannya yang penuh. Di sini, kita melihat TIDAK adanya pembedaan kualitatif antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai ciptaan. Bagi para penganut GZB, manusia identik dengan “Allah”, sehingga tidak heran, berbagai training motivasi yang membangkitkan potensi diri yang “ilahi” ini digemari oleh banyak orang di abad postmodern ini. Sebenarnya, ide dasar dari GZB bukanlah ide yang baru. Pengkhotbah 1:9 mengatakan, “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.” Seperti kata Pengkhotbah bahwa tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari, maka spiritualitas GZB bukanlah hal baru. Ide dasar dari spiritualitas GZB sudah ditemukan di dalam realita dosa manusia pertama (Adam dan Hawa). Dosa manusia pertama sebenarnya bukan terletak ketika mereka makan buah pengetahuan yang baik dan jahat, tetapi pada ketidaktaatan mereka kepada perintah Allah. Sebelum menciptakan Hawa, Allah berfirman kepada Adam bahwa semua pohon dalam taman Eden boleh dimakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, tidak boleh dimakan oleh Adam, karena pada hari Adam memakannya, ia pasti mati (Kejadian 2:16-17). Perintah Allah sudah sangat jelas dan gamblang. Tetapi apa yang dilakukan Adam dan Hawa ? Mereka tidak taat kepada perintah-Nya. Apa yang mengakibatkan ketidaktaatan tersebut? Ketidaktaatan tersebut diakibatkan oleh diterimanya ide iblis yang mengatakan, “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:4-5) Dengan kata lain, ketidaktaatan mereka disebabkan oleh iming-iming iblis tentang bagaimana manusia bisa menjadi seperti Allah, dan iming-iming itu akhirnya diikuti oleh manusia. Di dalam benaknya, manusia pertama berpikir adalah sungguh “indah”nya ketika mereka ingin menjadi seperti Allah, tahu mana yang baik dan yang jahat, dan akhirnya mereka tidak lagi membutuhkan tuntunan dan firman Allah. Jadi, keinginan manusia menjadi seperti Allah yang mengakibatkan mereka tidak taat dan ketidaktaatan itu melahirkan dosa. Itulah Gerakan Zaman Baru. Para penganut GZB tidak ingin tunduk kepada otoritas Allah dan Kebenaran, sebaliknya mereka malahan memberontak dan mereka berpikir bahwa mereka juga adalah “allah”. Tetapi herannya, ketika mereka berpikir bahwa mereka semua adalah “allah”, mereka tidak pernah berpikir bahwa jika benar bahwa semua adalah “allah”, bukankah tidak ada standar kebenaran dan hal ini bisa mengakibatkan terjadinya pertengkaran? Kalau tidak ada standar kebenaran, bagaimana mereka bisa sampai kepada kesimpulan Gerakan Zaman Barunya? Bukankah untuk sampai kepada kesimpulan bahwa semua manusia adalah “allah” perlu suatu standar kebenaran yang harus diverifikasi sebelumnya? Di sinilah letak kegagalan spiritualitas GZB. Bagaimana dengan kita? GZB banyak bermunculan di dunia postmodern ini, bahkan beberapa sudah meracuni keKristenan. Apa yang harus kita lakukan? Tidak ada jalan lain, kita sebagai manusia ciptaan harus menyadari natur kita yang dicipta, terbatas, dan berdosa (created, limited and polluted—meminjam istilah dari Pdt. Dr. Stephen Tong). Bukan hanya itu saja, meminjam pengajaran John Calvin, kita dapat mengenal dan mengerti natur kita sebagai ciptaan ketika kita mengenal dan mengerti Allah sebagai Pencipta. Ketika kita mengerti hal ini, kita sadar betapa kita berdosa di hadapan Allah, dan tidak ada jalan lain untuk melepaskan dan menebus kita dari dosa, kecuali melalui inkarnasi Kristus.

Kedua, di dalam Inkarnasi ada hidup dan terang manusia, sedangkan di dalam zaman dunia berdosa hanya ada kematian dan kegelapan. Karena Allah menjadi manusia di dalam Pribadi Kristus, maka hidup manusia memiliki makna sejati dan terang. Mengapa ? Karena hidup manusia sebagai ciptaan memiliki makna sejati ketika hidup itu berkait dengan Sang Sumber Kehidupan (Yoh. 14:6). Dengan kata lain, hidup manusia sejati yang terbatas harus berkait dengan Kekekalan Sejati. Di sini lah segala problematika antara kekekalan dan keterbatasan dapat diatasi. Semua filsafat dan agama dunia tak mampu menyelesaikan kaitan erat antara kekekalan dan keterbatasan, tetapi puji Tuhan, Allah menyatakan diri-Nya secara nyata (tidak tertulis) hanya di dalam Kristus di mana di dalam Dia yang Kekal sajalah ada hidup dan terang bagi manusia yang terbatas. Dia inilah yang akan memimpin langkah hidup kita menuju makna hidup yang sejati melalui proses pengudusan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, sehingga umat pilihan-Nya akan bertumbuh makin lama makin sempurna seperti Kakak Sulung mereka yaitu Tuhan Yesus Kristus (Roma 8:29). Sehingga di dalam proses pengudusan ini, kita makin lama makin menemukan terang yang ada di dalam Kristus. Dengan ditemukannya terang itu, kita tidak lagi berada di dalam kegelapan dunia dan kematian (Yohanes 1:5, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”). Berbeda dari makna Inkarnasi ini, di dalam zaman postmodern (dan abad-abad sebelumnya) kita tidak melihat adanya secercah harapan, terang dan kehidupan. Sejak jatuhnya manusia ke dalam dosa, hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan diri, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam menjadi terputus. Manusia tidak lagi mencintai Allah dan firman-Nya, tetapi makin lama makin mencintai diri dan materi. Hal ini makin terlihat jelas di dalam abad-abad Pencerahan yang menitikberatkan kebenaran pada superioritas rasio manusia dan abad Postmodern yang menitikberatkan pada relativitas kebenaran. Manusia semakin lama semakin hidup terlepas dari Allah, bahkan sengaja ingin melepaskan diri dari Allah. Tetapi akibatnya ? Apakah mereka menemukan kehidupan dan terang di dalam hidupnya ? Tidak. Mungkin, mereka sesaat menemukan “kebahagiaan” (kesenangan), tetapi itu tidak bernilai kekal. Justru semakin hidup mereka terlepas dari Allah, mereka semakin tidak menemukan arti hidup dan terang di dalam hidupnya, apalagi sukacita sejati. Tidak heran, di dalam zaman kita ini, tingkat bunuh diri bukan makin menurun, tetapi makin naik, ditambah meningkatnya tingkat perceraian, aborsi, free-sex, perilaku homoseksual, transeksual (banci), dll. Semuanya itu membuktikan bahwa hidup manusia yang terlepas dari standar kebenaran Allah menemukan kebingungan, kematian dan kegelapan. Meskipun mereka belum mati final, mereka sudah mencicipi kematian di dunia ini, karena keberdosaan mereka. Bukan hanya itu saja, hidup mereka pun akan menemui kegelapan demi kegelapan, sehingga akhirnya keputusasaan menimpa mereka. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita juga menemui keputusasaan di dalam hidup ? Jika ya, saya menantang Anda untuk bertobat, kembalilah kepada Kristus sebagai Sumber Hidup dan Terang manusia yang akan memberikan kepada kita makna hidup sejati dan terang yang ada di dalam hidup kita, sehingga makin lama hidup kita akan menemukan damai dan sukacita sejati meskipun harus menghadapi berbagai penganiayaan, masalah dan penindasan. Maukah Anda sekarang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi Anda ?

Ketiga, di dalam Inkarnasi ada semangat kerendahan hati, sedangkan di dalam dunia berdosa hanya ada semangat tinggi hati. Ketika Allah mau menjelma menjadi manusia dan mengenakan tubuh manusia (meskipun tidak meninggalkan atribut Ilahinya), itu membuktikan bahwa Ia sangat rendah hati. Kerendahan hati-Nya juga ditunjukkan dengan lahirnya bayi Kristus di kandang binatang. Di dalam pemikiran umumnya, seorang raja yang agung pasti lahir di istana yang mewah. Tetapi bayi Kristus yang adalah Raja di atas segala raja, bahkan Allah Pribadi Kedua itu tidak dilahirkan di istana yang mewah, tetapi di kandang binatang yang hina. Pdt. Dr. Stephen Tong di dalam Natal Akbar 2007 di Surabaya (13 Desember 2007) memberikan judul khotbahnya, “Juruselamat Dalam Palungan”. Judul ini sangat tepat mengartikan bahwa Kristus yang adalah Raja yang paling agung, Allah itu sendiri bersedia dan rela lahir di kandang binatang yang hina, bau, dan kotor itu. Status-Nya sebagai Raja di atas segala raja tidak mau ditonjolkan, tetapi ditutupi, mengapa ? Apakah Ia munafik ? TIDAK. Justru itu membuktikan bahwa Dia sangat rendah hati. Dia tidak minta dilahirkan di hotel berbintang, istana yang megah, dilayani oleh para pelayan, dll. Dia malahan lahir di kandang binatang, hidup melayani sesuai dengan tugas dari Bapa, bahkan mati disalib, dikubur di dalam kuburan yang dipinjam dari Yusuf dari Arimatea, serta bangkit dari antara orang mati. Semua kehidupan-Nya menunjukkan bahwa Ia benar-benar Anak Allah yang Mahatinggi yang harus dipuji, bukan karena fenomena-fenomena yang membuktikan hal itu, tetapi esensi yang tersembunyi di balik fenomena-fenomena yang kelihatan lemah, hina, dll. Sesuai dengan prinsip kerendahan hati ini, sebagai orang Kristen sejati, kita dituntut untuk hidup rendah hati seperti Kristus juga adalah Pribadi yang rendah hati (Matius 11:29). Bagaimana kita bisa hidup rendah hati ? Rendah hati berarti tidak menonjolkan diri. Rendah hati adalah sikap ingin menyenangkan hati Tuhan dan tidak menuruti keinginan diri yang berdosa. Bagaimana dengan dunia kita? Dunia kita berbeda total dengan prinsip Inkarnasi. Kalau Inkarnasi mengajarkan dan menuntut kerendahan hati bagi umat pilihan-Nya, maka konsep dunia mengajarkan dan menuntut adanya pemuasan diri (sombong/tinggi hati). Artinya, dunia kita terus mendengungkan konsep bahwa manusia itu hebat, maka mereka harus mengaktualisasi diri (prinsip Abraham Maslow), supaya mereka makin dikenal. Prinsip ini diadopsi oleh mayoritas filsafat dan agama di dunia. Mereka ingin dirinya dikenal, tampak religius, dll. Bahkan di dalam keKristenan, konsep ini pun ada. Beberapa hamba Tuhan dari gereja kontemporer minta diinapkan di hotel berbintang, minta dibayar dengan gaji besar, dll. Kalau tidak, “hamba Tuhan” ini tidak mau berkhotbah (melayani) di gereja yang mengundangnya. Bandingkan perilaku-perilaku ini dengan prinsip Inkarnasi Kristus yang tidak minta dilayani, tetapi melayani. Prinsip ini seharusnya menyadarkan kita bahwa sebagai umat pilihan-Nya di dalam Kristus, kita tidak boleh sombong, tetapi kita harus rendah hati, mintalah agar kiranya Tuhan memurnikan hati dan motivasi kita di hadapan-Nya, sehingga semakin lama kita semakin rendah hati, bersedia dikoreksi dan bertumbuh sesuai pertumbuhan yang diinginkan Tuhan (Efesus 4:13). Sikap rendah hati hanya bisa didapat ketika hati dan motivasi kita terlebih dahulu dimurnikan oleh Tuhan melalui Roh Kudus. Bersiapkah kita untuk dimurnikan Tuhan?

Keempat, di dalam Inkarnasi ada semangat pengorbanan, sedangkan di dalam dunia berdosa hanya ada semangat mencari untung. Prinsip Inkarnasi terakhir adalah prinsip pengorbanan. Di dalam kerendahan hati-Nya, Kristus memiliki semangat pengorbanan. Pengorbanan berarti ada semangat/hasrat ingin menyenangkan orang lain dengan mengorbankan apapun yang kita miliki. Prinsipnya adalah kita mau menderita, rugi, dll demi sesuatu/seseorang (yang berharga/bernilai). Itulah yang dilakukan Kristus. Di dalam kerendahan hati dan ketaatan-Nya menjalankan kehendak Bapa, Ia mengorbankan hidup-Nya. Dari lahir, Ia harus mengorbankan tubuh mungil-Nya untuk diletakkan di dalam palungan di kandang binatang. Di dalam masa hidup-Nya, Ia banyak difitnah oleh orang lain bahkan oleh para pemimpin agama pada waktu itu (ahli Taurat). Ketika memberitahu tentang penyaliban-Nya, Ia sempat tidak dimengerti oleh Petrus yang “menasehati”-Nya agar Dia tidak usah disalib (Matius 16:22). Salah satu “murid”-Nya, Yudas Iskariot mengkhianati-Nya dengan menjual Yesus dengan tiga puluh keping perak (Matius 26:15) dan akhirnya mati gantung diri (Matius 27:3-5). Pengorbanan-Nya yang terbesar ditunjukkan ketika Ia harus menyerahkan diri-Nya untuk disalib di Golgota. Ketika kita melihat banyaknya pengalaman pahit yang harus dialami-Nya, kita harus menyadari bahwa itu semua dilakukan-Nya untuk mengasihi dan menebus umat pilihan-Nya yang berdosa. Kasih-Nya kepada umat pilihan-Nya sangat besar, sehingga Ia rela membayar harga sebesar apapun untuk menunaikan tugas dari Bapa-Nya untuk menebus kaum pilihan-Nya. Seperti Kristus yang rela berkorban bagi kita, kita pun dituntut untuk hidup rela menyangkal diri. Hidup berkorban identik dengan hidup menyangkal diri. Jangan pernah berkorban demi sesuatu yang fana/tidak kekal. Tetapi berkorbanlah demi sesuatu yang bernilai kekal. Berkorban untuk sesuatu yang kekal itulah hidup yang menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Kristus (Matius 16:24).


Pdt. Dr. Stephen Tong mengartikan hidup menyangkal diri sebagai hidup yang sinkron dengan kehendak Tuhan, yaitu mencintai apa yang dicintai oleh Tuhan dan membenci apa yang dibenci oleh Tuhan. Sebagaimana Kristus telah melakukan hal tersebut bagi kita, kita pun dituntut untuk hidup meneladani Kristus. Hidup menyangkal diri adalah hidup yang tidak menghiraukan hidup mati, untung rugi sendiri, tetapi rela menyerahkan nyawa kita demi Kristus. Sebelum dijamah Tuhan, Paulus (Si Kecil) yang dulu bernama Saulus (Si Besar) ingin menganiaya jemaat Kristus. Ia menuruti ambisi dirinya yang berdosa. Tetapi puji Tuhan, setelah ia dijamah oleh Kristus sendiri dalam perjalanan menuju ke Damsyik, ia dipulihkan. Dulu ia berambisi untuk membunuh jemaat Kristus, sekarang ia “berambisi” dan berapi-api melayani Tuhan dengan memberitakan Injil Kristus meskipun harus mengalami penderitaan dari para ahli Taurat, orang-orang lain bahkan mengalami karamnya kapal, dan berbagai rintangan lainnya. Ia melakukan semuanya hanya demi Kristus. Di dalamKisah Para Rasul 20:24, ia berkata, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” Di dalam Filipi 1:21, Paulus berani mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Hal yang sama juga terdapat di dalam Filipi 3:7-8, di mana Paulus juga mengatakan, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,” Mengapa Paulus bisa mengatakan hal-hal yang agung tersebut ? Karena ia telah ditempa oleh Tuhan untuk menjadi rendah hati dan siap berkorban apapun demi Kristus.

Bandingkan hal ini dengan semangat zaman kita yang tidak mau mengorbankan diri, tetapi gemar mengorbankan orang lain demi kesenangan diri (win-win solution). Zaman kita sungguh menakutkan dan mengerikan. Manusia tidak segan-segan memanfaatkan orang lain demi kesenangannya sendiri. Bahkan yang lebih mengerikan, anak tidak segan-segan membunuh orangtuanya sendiri hanya karena permintaannya (yaitu minta dibelikan sepeda motor atau HP) tidak dipenuhi oleh orangtua. Saudara tidak segan-segan menghasut saudara lainnya hanya supaya bisa mengeruk keuntungan saudara lainnya. Sehingga Amsal 18:24 sampai berkata, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara.” Di sini kita melihat parahnya dunia berdosa yang makin lama makin rusak. Bagaimana dengan kita? Apakah kita ikut-ikutan rusak atau kita dipanggil menjadi duta Kristus untuk siap berkorban bagi Kristus dengan memberitakan Injil ? Di tengah arus dunia postmodern yang makin tidak menentu dan tidak berpengharapan ini, biarlah semangat Inkarnasi yaitu semangat berkorban mencerahkan dan mendorong hati dan pikiran serta tindakan kita untuk memberitakan Injil dan rela membayar harga demi Injil tersebut. Ketika kita rela mengorbankan apapun demi Kristus, percayalah, jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia, mengapa ? Karena Kristus sendiri bersabda, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Matius 5:10-12).

Di tengah arus dunia berdosa yang semakin gelap, tak menentu, tak berarah, tak bermakna, bahkan putus asa ini, kepada siapakah kita meletakkan dasar hidup kita? Kepada diri sendiri atau harta atau orang lain yang hebat/baik, dll? Ataukah kita dengan kerendahan hati mengaku bahwa kita yang terbatas harus mendasarkan hidup hanya kepada Allah, Sang Pencipta dan Sumber Kehidupan, sehingga hidup kita menjadi bermakna? Biarlah perenungan di momen Natal ini menjadi perenungan dan komitmen hidup dan hati kita di hadapan-Nya bahwa di dalam kehidupan kita sebagai anak-anak-Nya di dalam Kristus, kita hanya mau menTuhankan dan meRajakan Kristus di dalam kehidupan kita, sehingga nama-Nya sajalah yang dipermuliakan sampai selama-lamanya. Maukah kita berkomitmen demikian ? Ingatlah : ada pengharapan sejati di dalam Kristus di hari Natal. Selamat Natal. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.

Soli Deo Gloria. Solus Christus.

Amin.

Artikel Lain:

- Natal 25 Desember Mengapa Harus Dipersoalkan?

- Benarkah Yesus Lahir Tanggal 10 Tisyri

- Teologia Sistematika - Diktrin Allah

cid:image001.gif@01C7E2A7.B636D0D0 Ingin berlangganan gratis “Elia’s Stories” kirimkan email kosong ke elia-stories-subscribe@yahoogroups.com atau click Sign Up, selanjutnya, ‘reply’ balasan dari yahoogroups sebagai konfirmasi

Renungan: Menulis Surat Ke Surga

Di sebuah kota kecil di Inggris, ada seorang pegawai kantor pos yang bernama Fleter. Dia adalah seorang pengantar surat yang handal, semua surat yang alamatnya kurang jelas atau tulisannya yang kabur begitu berada di tangannya, tidak ada sepucuk surat pun yang tidak tepat sasaran, surat yang seharusnya berstatus mati (harus dikirim kembali ke pengirim) pun dapat menjadi surat hidup. Setiap hari Fleter selalu pulang ke rumah dengan kegembiraan dan bertutur pada istrinya tentang penemuan barunya. Sehabis makan malam dia selalu menggandeng anak lelaki dan perempuannya ke halaman depan rumah untuk mendongeng. Begitu cerianya dia bagaikan seorang detektif yang ulung.

Akan tetapi pada suatu hari yang naas, anak lelakinya jatuh sakit, ia dilarikan ke rumah sakit untuk diselamatkan, namun tidak berhasil dan akhirnya meninggal dunia.

Sejak kejadian itu jiwa Fleter juga ikut mati, setiap hari dia pagi – pagi bangun dari tidur, bagaikan orang yang mimpi tidur berjalan pergi ke kantor, dia bekerja sambil membisu, sepulang dari kantor setibanya di rumah ia juga makan dengan bungkam seribu bahasa, dan ia selalu berada di atas ranjang saat hari masih sore. Hanya istrinya yang mengetahui bahwa setiap malam dilewati Fleter dengan hanya memandangi langit – langit, segala hiburan dan nasehat dari sanak keluarga tidak berguna sama sekali.

Hari Natal sudah dekat, suasana kegembiraan di sekitarnya masih tidak bisa mengurangi kepedihan dari keluarga ini. Anak perempuan Fleter yang bernama Maria bersama adiknya sungguh mendambakan tibanya hari besar ini, akan tetapi sekarang ia sudah tidak lagi mendambakannya, dia juga tidak ingin melewati hari besar itu lagi karena dia tahu di hari besar itu ayahnya akan lebih merindukan adiknya, dan akan lebih sedih.

Hari ini Fleter sedang di depan meja kerjanya memilah-milah surat, dia memungut sepucuk surat yang beramplop warna biru tua. Tertulis di situ dengan beberapa huruf besar : “Kirim ke Surga --- Kepada Nenek”. Saat itu dia berpikir, ini pastilah bukan sembarang orang yang mampu mengirim surat ini, meskipun Detektif Polo dari Belgia didatangkan kesini pun pasti akan kehabisan akal. Fleter menggeleng – gelengkan kepala sambil berpikir hendak mengesampingkan surat itu. Kemudian ia berpikir, tidak masalah jika dibuka untuk dilihat, mungkin ia bisa membantu. Lalu ia buka surat itu dan tulisan di dalamnya :

Nenek yang tercinta,

Adik telah meninggal dunia. Aku bersama ayah dan ibu sangat sedih. Ibu bilang, orang baik jika meninggal akan masuk surga, adik sekarang sedang bersama dengan Nenek di surga, apakah dia ada mainan? Kuda – kuda kayu adikku tidak berani aku tunggangi lagi, aku juga tidak bermain mainan balok kayu lagi, aku khawatir kalau sampai mainan – mainan itu terlihat oleh ayah, ayah akan bersedih hati. Ayah sekarang ini, tidak pernah berbicara lagi. Aku senang mendengar dongeng ayah, tapi ayah tidak pernah mau bercerita lagi. Ada suatu waktu ibu menasehati ayah untuk tidak terlalu bersedih, ayah bilang, sekarang ini hanya Tuhan-lah yang mampu menolong diri-nya. Nek, dimana Tuhan berada? Aku harus menemuiNya, aku ingin memohon kepadaNya untuk menolong ayahku keluar dari kepedihan ini, agar ayah berbahagia lagi, agar ayah mau berbicara dan bercerita lagi.

Cucumu, Maria.

Hari itu, pulang dari kantor, lampu jalanan sudah menyala. Fleter dengan langkah cepat pulang ke rumah, dia sudah tidak lagi memperhatikan bayangan dirinya berjalan, yang sebentar di depan, lalu menjadi di belakang, karena dia sudah berjalan dengan kepala tegak menatap ke depan. Dia menginjakkan kaki di atas tangga teras di depan pintu rumahnya, dan masuk ke rumah. Dia tertawa seperti dulu terhadap istri dan anak perempuannya yang menyambut kedatangannya, pelan – pelan tersenyum, dan suasana kehangatan yang telah lama tidak mereka jumpai itu pun muncul kembali.

Tidak ada komentar:

SURAT PILATUS KEPADA KAISAR TIBERIUS

Ternyata selama masa pemerintahannya sebagai Gubernur Yudea, Pontius Pilatus pernah menulis sebuah surat kepada Kaisar Tiberius di Roma melaporkan mengenai aktivitas dari pelayanan Yesus. Surat ini ditulisnya pada tahun 32 AD. Berikut adalah isi suratnya : Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius ... Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim yang mengutusnya, Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru, dengan perilaku yang rendah hati. Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat untuk melawan pemerintahan Roma. Dugaan saya keliru, Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan orang Romawi daripada dengan orang Yahudi. Suatu hari saya memperhatikan, ada seorang anak muda di antara sekelompok orang, sedang bersandar pada sebatang pohon dan berbicara dengan tenang kepada kumpulan orang banyak yang mengelilingi-Nya. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus. Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya. Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti "Tuhan" (Lord). Ia berumur sekitar 30 tahun, dan saya belum pernah melihat orang dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia. Apa yang membuat Ia kelihatan begitu berbeda dengan orang-orang yang sedang mendengarkan-Nya adalah pada wajah-Nya yang ceria. Karena saya tidak ingin mengganggu-Nya, saya meneruskan perjalanan saya, tetapi saya menyuruh sekretaris saya untuk bergabung dengan mereka dan turut mendengarkan pengajaran-Nya. Kemudian sekretaris saya melaporkan bahwa belum pernah ia membaca karya-karya ahli filsafat manapun yang dapat disejajarkan dengan ajaran Orang itu, dan bahwa Orang itu (Yesus) sama sekali tidak membawa orang ke jalan yang sesat, dan tidak pula menjadi penghasut. Oleh karena itulah kami memutuskan untuk membiarkan-Nya. Ia bebas untuk melakukan kegiatan-Nya berbicara dan mengumpulkan orang. Kebebasan yang tidak terbatas ini menggusarkan orang-orang Yahudi dan menimbulkan kemarahan mereka. Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat. Kemudian saya menulis surat kepada Yesus, meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan. Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba, saya sedang melakukan jalan pagi. Dan ketika saya memperhatikan-Nya, saya begitu tertegun. Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat pada lantai batu pualam. Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat. Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat. Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya. Selama kehadiran-Nya saya menaruh hormat dan respek yang mendalam pada diri-Nya. Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat dan cendekiawan masa kini. Ia meninggalkan kesan yang mendalam pada kami semua karena sikap-Nya yang simpatik, sederhana, rendah hati, dan penuh kasih. Saya telah meluangkan banyak waktu untuk mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini. Pendapat saya adalah : Seseorang yang mampu mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut, tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak. Kami harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah Putra Elohim. Pelayan anda yang setia, Pontius Pilatus. Surat di atas tersimpan di Perpustakaan Kepausan di Vatikan, dan salinannya mungkin dapat diperoleh di Perpustakaan Kongres Amerika. Dari surat di atas, tahulah kita mengapa Pilatus "tidak berani" menjatuhkan vonis hukuman mati atas Yesus (Matius 27:24, Yohanes 18 : 31-40 dan 19 : 4,6 - 16)

PEREMPUAN ITU KU PANGGIL MAMA

Perempuan itu ku panggil Mama Yang setiap malam selalu terjaga saat hati sibuah hatinya sedang gelisah... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu sibuk di subuh hari untuk menyiapkan sarapan dan keperluan sibuah hatinya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengajariku untuk menjadi bijaksana,... Yang selalu mengajariku untuk selalu dekat dengan Sang Khalik... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu turut merasakan kesusahanku,.. Yang selalu barusaha memenuhi kebutuhanku... Perempuan itu ku panggil Mama Yang selalu mengkhawatirkan keadaanku saat ku jauh,.. Yang selalu menanyaiku dengan penuh kasih saat ku murung... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat penyakit itu bersarang ditubuhnya dan kubisikan: mama izinkan aku untuk merawatmu dan menjagaimu... Perempuan itu ku panggil Mama Yang yang terbaring lamah di pembaringan... Perempuan itu ku panggil Mama Yang dengan lemah berusaha duduk di pembaringan dan mengatakan pesan terakhirnya kepadaku: "RIS MARI BERBAGI DENGAN MAMA DALAM HIDUPMU"... Perempuan itu ku panggil Mama Yang di saat-saat terakhir hidupnya masih memintaku untuk bernyanyi memuju Sang Khalik serta bertelut dan berdoa untuknya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang malam itu tarikan napasnya semakin berat.... Perempuan itu ku panggil mama Yang saat itu kubertelut di kakinya sambil memanjatkan doa: TUHAN KUMOHON KEBESARAN KASIHMU DAN MUJIZATMU UNTUK KESEMBUHAN DAN MEMBERI PANJANG UMUR BAGI MAMAKU TERCINTA... Perempuan itu ku panggil Mama Yang disaat-saat terakhir hidupnya ku bersujud di kakinya sambil menangis dan memeohon ampun atas semua dosa dan kesalahan yang pernah kubuat selama hidupku bersamanya... Perempuan itu ku panggil Mama Yang mengatakan kepadaku: RIS MAMA CAPEK DAN MAMA INGIN ISTIRAHAT... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kubisikan: MAMA, KALAU MAMA CAPEK BERISTIRAHATLAH MAMA......... Perempuan itu ku panggil Mama Yang saat detik - detik terakhir tarikan napasnya, aku masih tetap besujud di kakinya sambil meneteskan air mataku ke kakinya sambil berkata: MAMAKU, TOLONG RASAKAN BETAPA AKU SANGAT MENYAYANGI MAMA LEWAT HANGATNYA AIR MATAKU YANG MENETES DI KAKI MAMA INI... Perempuan itu ku panggil Mama Yang kasih sayangku kepadanya dikalahkan oleh kasih sayang Sang khalik kepada mamaku, sehingga saat itu juga mamaku menghembuskan napasnya yang terakhir untuk pergi menghadap Sang Khalik, untuk pergi meninggalkan kami selamanya dan untuk mengakhiri segala penderitaan hidupnya di dunia ini... Perempuan itu ku panggil Mama yang disaat tubuhnya terbujur kaku dan dingin, kucium mamaku sambil berbisik: MAMAKU TERSAYANG, KASIH SAYANG MAMA KEPADAKU AKAN TETAP MENJADI BINTANG DI DALAM HATIKU YANG AKAN TETAP BERSINAR DAN SINAR KASIH SAYANG ITU AKAN TETAP KUPANCARKAN KEPADA SEMUA ADIK - ADIKU, SAUDARA - SAUDARAKU, DAN SEMUA ORANG YANG BERADA DI SEKITARKU AGAR MEREKA TAHU BAHWA MAMAKU ADALAH FIGUR YANG TERBAIK DAN YANG TELAH MENDIDIKKU MENJADI MANUSIA YANG BIJAKSANA... Perempuan itu ku panggil Mama yang selalu menyebut namaku di dalam setiap doanya Perempuan itu kupanggil Mama Yang kini menetap disurga bersama Sang Khalik yang mengasihinya... TERIMA KASIH MAMAKU TERCINTA, ATAS SEMUA KEHIDUPAN YANG INDAH, YANG TELAH KAU HADIRKAN SELAMA ENGKAU BERSAMAKU DI DUNIA INI........ LIWAT HEMBUSAN NAPASKU SERTA DOAKU, KU TITIPKAN CIUM YANG PALING MANIS UNTUK MAMA DI SURGA SANA....... (Untuk mengenang mamaku yang meninggal tanggal 5 Mei 2009 di Ambon) Anakmu Richard Sahetapy yang Kau panggil RIS

SENG ADA MAMA LAI

SU SENG ADA MAMA LAI PAR BIKING COLO - COLO SU SENG ADA MAMA LAI PAR TUANG PAPEDA DI SEMPE SU SENG ADA MAMA LAI PAR ATOR MAKAN DI MEJA MAKAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR CUCI BETA PUNG PAKIAN SU SENG ADA MAMA LAI PAR DENGAR BETA PUNG SUSAH SU SENG ADA MAMA LAI PAR JAGA BETA WAKTU SAKIT MAMAE.... PAR APA LAI BETA PULANG KA RUMAH TUA KALO MAMA SU SENG ADA PAR LIA BETA PAR APALAI BETA DUDU DI MEJA MAKAN KALO MAMA PUNG TAMPA GARAM SU SENG ADA PAR SAPA LAI BETA MAU MANYANYI KALO MAMA SU SENG ADA PAR DENGAR... SIOOO MAMA E.... MAMA SU JAUH DARI BETA DENG BASUDARA MAMA SU TENANG DI TETEMANIS PUNG PANGKO TAPI MAMA PUNG PASANG DENG MAMA PUNG DOA TETAP JADI BINTANG YANG BERSINAR DI BETA PUNG HATI SELAMA HIDOP DI DUNIA. JUST FOR MY LOVE MAMA

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

Yesus Manis