LUKAS 6:36
"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
Anak lelaki itu duduk membungkuk. Tatapannya menantang dan tangannya dikepalnya. "Ayo, berikan pada saya."
Sang kepala sekolah melihat ke bawah, ke arah si pemberontak muda ini. "Sudah sesering apa kamu berada di sini?"
Anak lelaki itu mendengus menantang.
"Kelihatannya belum cukup sering." Kepala Sekolah melihat anak itu dengan tatapan aneh. "Dan tiap kali kamu ke sini, kamu selalu dihukum. Benar, bukan?"
"Ya, saya sudah dihukum berkali-kali, jika itu yang Bapak maksud." Dia membusungkan dadanya yang kecil. "Ayo. Saya bisa menghadapi hukuman apapun yang Bapak berikan. Saya selalu mampu."
"Dan tidak pernah sekalipun pikiran mengenai hukuman yang akan menantimu terlintas di kepalamu tiap kali kamu ingin melanggar peraturan lagi, benar tidak?"
"Ya. Saya selalu melakukan apa yang ingin saya lakukan. Tidak ada satupun yang bisa kalian lakukan untuk menyetop saya."
Kepala Sekolah menoleh kepada guru anak itu yang berdiri di sampingnya. "Apa yang dia lakukan kali ini?"
"Berkelahi. Dia menarik si Tommy kecil dan memasukkan kepalanya ke kotak pasir."
Kepala Sekolah menoleh kembali ke arah si anak. "Mengapa kamu lakukan itu? Apa yang diperbuat si kecil Tommy kepadamu sampai kau lakukan ha itu?"
"Dia tidak berbuat apa-apa. Saya hanya tidak suka melihat cara dia memandang saya, sama seperti saya tidak suka cara Bapak melihat saya! Dan jika saya pikir saya dapat melakukannya, saya akan memasukkan kepala anda ke sesuatu juga."
Si guru menjadi tegang dan mulai bangkit berdiri saat Kepala Sekolah menatapnya sejenak, melarangnya untuk bertindak.
Kepala Sekolah berpikir sejenak sambil melihat anak itu. Lalu beliau berkata pelan, "Hari ini, anak muda, kamu harus belajar mengenai kemurahan."
"Kemurahan? Bukankah itu yang kalian orang tua lakukan sebelum makan? (Berdoa, atau 'saying grace', red). Saya tidak butuh kemurahan apapun."
"Oh, kamu butuh." Kepala Sekolah mempelajari wajah anak kecil itu dan berbisik. "Oh ya, kamu benar-benar butuh kemurahan.."
Si anak terus saja memandang marah saat Kepala Sekolah melanjutkan, "Definisi singkat 'Kemurahan' adalah ‘Kebaikan yang tidak sepantasnya diberikan’. Kamu tidak pantas untuk mendapatkannya, hal itu adalah hadiah dan selalu diberikan dengan cuma-cuma. 'Kemurahan' berarti kamu tidak akan mendapat apa yang sepantasnya kamu terima."
Anak kecil itu menampakkan kesan bingung. "Bapak tidak akan memukul saya? Bapak akan membiarkan saya pergi dari sini begitu saja?"
Kepala Sekolah memandang anak yang pantang menyerah itu. "Ya, saya akan mengijinkan kamu pulang begitu saja."
Si anak menyelidiki wajah Kepala Sekolah, "Tidak ada hukuman sama sekali? Meskipun saya sudah menyakiti si Tommy dan memasukkan kepalanya ke kotak pasir?"
"Oh, hukuman pasti ada. Apa yang kamu lakukan itu salah dan perbuatan kita selalu ada konsekuensinya. Hukumannya ada. 'Kemurahan' bukan alasan untuk melakukan hal yang salah."
"Tuh kan," dengus si anak saat dia menyerahkan tangannya untuk dipukul. "Ayo, lakukan saja sekarang."
Kepala Sekolah mengangguk kepada Guru. "Tolong bawa ke sini ikat pinggangnya."
Si Guru memberikan ikat pinggang kepada Kepala Sekolah, yang kemudian melipatnya dengan hati-hati, dan menyerahkannya kembali ke si Guru. Dia memandang si anak saat berkata, "Hitung pukulan-pukulannya."
Dia keluar dari belakang mejanya dan berjalan lurus ke arah si anak. Dengan lembut ditekuknya tangan si anak yang terjulur ke depan untuk menunggu pukulan-pukulan tersebut. Lalu dia berbalik ke arah si Guru dengan menjulurkan tangannya sendiri. Satu kata keluar dari mulutnya dengan pelan. "Mulai."
Ikat pinggang itu melecut tangan Kepala Sekolah yang terjulur. Krek! Anak kecil itu meloncat 2 meter ke udara. Wajahnya diliputi kekejutan.
"Satu," bisiknya. Krek!
"Dua."
Suaranya naik satu oktaf. Krek!
"Tiga."
Dia tidak dapat mempercayai hal ini. Krek!
"Empat."
Air mata mulai menggenangi mata si pemberontak cilik.
"OK, stop! Sudah cukup!" Krek!
Ikat pinggang melecut tangan yang saat itu sudah mati rasa. Krek!
Si anak meringis tiap kali lecutan menghantam, air mata kini mengaliri wajahnya. Krek! Krek! "Tolong berhenti," ratap si bekas pemberontak, "Stop! Saya yang lakukan kenakalan itu, saya yang harusnya dilecut. Stop! Tolong hentikan."
Tetap saja lecutan demi lecutan datang, Krek! Krek!, yang satu menyusul yang sebelumnya.
Akhirnya berakhir juga semuanya.
Kepala Sekolah berdiri dengan kening yang berkilauan oleh keringat dan butiran keringat menetes dari wajahnya. Dia berlutut dengan perlahan-lahan. Dia mempelajari wajah si anak sesaat, lalu mengulurkan tangannya yang bengkak untuk mengelus wajah si anak yang tengah menangis. Lalu dia mengucapkan kata ini dengan lembut, "Kemurahan."
ROMA 2:4
"Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?"
-----------------------------------------------------------------------------------------
English Version
-------------------
Generosity,
LUKAS 6:36
"Be merciful, just as your Father is compassionate."
The boy sat hunched. Challenging gaze and his fists. "Come on, give it to me."
The principal looked down at the young rebels. "It's often what you're here?"
The boy snorted defiantly.
"Apparently not enough." The principal saw the child with a strange look. "And every time you come here, you are always punished. Right?"
"Yes, I was punished many times, if that's what you mean." He puffed out his chest a little. "Come on. I can face whatever punishment you give. I was always able to."
"And never once thought about the punishment that would await you came to your head every time you want to break the rules again, right?"
"Yes. I always do what I wanted to do. There is nothing you can do to stop me."
Principal teacher turned to the boy who stood beside him. "What did he do this time?"
"Fighting. He pulled the little Tommy and put his head into the sand box."
Head turned back toward the child. "Why did you do that? What's done little Tommy do to you until you just that?"
"He did not do anything. I just do not like the way she looked at me, just like I do not like the way you look at me! And if I thought I could do it, I'll put your head into something, too."
The teacher became tense and began to rise as the principal looked at him a moment, forbade him to act.
The principal thought for a moment as he saw the child. Then he said quietly, "Today, young children, you must learn about generosity."
"Grace? Is not that what your parents do before eating? (Pray, or 'saying grace', red). I do not need any mercy."
"Oh, you need to." Principal study child's face and whispered. "Oh yes, you really need a favor .."
The child continued to look angry when the principal continued, "a brief definition of 'Grace' is a 'good that it is inappropriate given'. You do not deserve to get it, it is a gift and was always given freely. 'Generosity' means you do not 'll get what you deserve thanks. "
The little boy appeared puzzled. "You're not going to hit me? You would let me out of here just like that?"
Head looked at children who were unyielding. "Yes, I'll let you go away."
The children investigate the principal's face, "There is no punishment at all? Although I've hurt the Tommy and put his head into the sand box?"
"Oh, there must be punishment. What do you do it wrong and our actions there are always consequences. His sentence there. 'Grace' is not a reason for doing the wrong thing."
"See," sniffed the boy as he handed his hand to hit. "Come on, do it now."
Headmaster nodded to teacher. "Please take the belt here."
The teacher gave the belt to the principal, who then fold it carefully, and handed it back to the teacher. He looked at the boy as saying, "Count the blows."
He came out from behind his desk and walked straight toward the child. Gently bend the child's hand outstretched to the front to wait for these beatings. Then he turned toward the teacher with his own hands stretched out. One word out of her mouth slowly. "Start."
Belt whip hand outstretched Principal. Crack! The little boy jumped 2 feet into the air. His face was filled with consternation.
"One," he whispered. Crack!
"Two."
His voice rose an octave. Crack!
"Three."
He could not believe this. Crack!
"Four."
Tears began to fill the eyes of the little rebel.
"OK, stop! Enough is enough!" Crack!
Belt whip hand when it was numb. Crack!
The boy grimaced each time crack hit, tears now streaming down his face. Crack! Crack! "Please stop," lamented the former rebels, "Stop! I are doing mischief, I who should be punished. Stop! Please stop."
Still, lash by lash came, Crack! Crack!, Which followed the previous one.
Finally, everything ends well.
The principal stood with her forehead glistening with sweat and beads of sweat dripping from his face. He knelt down slowly. He studied the boy's face for a moment, then reached out his hand to stroke the swollen face of the child who was crying. Then he uttered these words softly, "Grace."
That is what Jesus has done for us.
ROMA 2:4
"Will you ignore the wealth of His kindness, His patience and His broad-mindedness? Do not you know, that God's kindness is meant to lead you to repentance?"
Itulah yang Yesus telah perbuat untuk kita.
--------------------
"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
Anak lelaki itu duduk membungkuk. Tatapannya menantang dan tangannya dikepalnya. "Ayo, berikan pada saya."
Sang kepala sekolah melihat ke bawah, ke arah si pemberontak muda ini. "Sudah sesering apa kamu berada di sini?"
Anak lelaki itu mendengus menantang.
"Kelihatannya belum cukup sering." Kepala Sekolah melihat anak itu dengan tatapan aneh. "Dan tiap kali kamu ke sini, kamu selalu dihukum. Benar, bukan?"
"Ya, saya sudah dihukum berkali-kali, jika itu yang Bapak maksud." Dia membusungkan dadanya yang kecil. "Ayo. Saya bisa menghadapi hukuman apapun yang Bapak berikan. Saya selalu mampu."
"Dan tidak pernah sekalipun pikiran mengenai hukuman yang akan menantimu terlintas di kepalamu tiap kali kamu ingin melanggar peraturan lagi, benar tidak?"
"Ya. Saya selalu melakukan apa yang ingin saya lakukan. Tidak ada satupun yang bisa kalian lakukan untuk menyetop saya."
Kepala Sekolah menoleh kepada guru anak itu yang berdiri di sampingnya. "Apa yang dia lakukan kali ini?"
"Berkelahi. Dia menarik si Tommy kecil dan memasukkan kepalanya ke kotak pasir."
Kepala Sekolah menoleh kembali ke arah si anak. "Mengapa kamu lakukan itu? Apa yang diperbuat si kecil Tommy kepadamu sampai kau lakukan ha itu?"
"Dia tidak berbuat apa-apa. Saya hanya tidak suka melihat cara dia memandang saya, sama seperti saya tidak suka cara Bapak melihat saya! Dan jika saya pikir saya dapat melakukannya, saya akan memasukkan kepala anda ke sesuatu juga."
Si guru menjadi tegang dan mulai bangkit berdiri saat Kepala Sekolah menatapnya sejenak, melarangnya untuk bertindak.
Kepala Sekolah berpikir sejenak sambil melihat anak itu. Lalu beliau berkata pelan, "Hari ini, anak muda, kamu harus belajar mengenai kemurahan."
"Kemurahan? Bukankah itu yang kalian orang tua lakukan sebelum makan? (Berdoa, atau 'saying grace', red). Saya tidak butuh kemurahan apapun."
"Oh, kamu butuh." Kepala Sekolah mempelajari wajah anak kecil itu dan berbisik. "Oh ya, kamu benar-benar butuh kemurahan.."
Si anak terus saja memandang marah saat Kepala Sekolah melanjutkan, "Definisi singkat 'Kemurahan' adalah ‘Kebaikan yang tidak sepantasnya diberikan’. Kamu tidak pantas untuk mendapatkannya, hal itu adalah hadiah dan selalu diberikan dengan cuma-cuma. 'Kemurahan' berarti kamu tidak akan mendapat apa yang sepantasnya kamu terima."
Anak kecil itu menampakkan kesan bingung. "Bapak tidak akan memukul saya? Bapak akan membiarkan saya pergi dari sini begitu saja?"
Kepala Sekolah memandang anak yang pantang menyerah itu. "Ya, saya akan mengijinkan kamu pulang begitu saja."
Si anak menyelidiki wajah Kepala Sekolah, "Tidak ada hukuman sama sekali? Meskipun saya sudah menyakiti si Tommy dan memasukkan kepalanya ke kotak pasir?"
"Oh, hukuman pasti ada. Apa yang kamu lakukan itu salah dan perbuatan kita selalu ada konsekuensinya. Hukumannya ada. 'Kemurahan' bukan alasan untuk melakukan hal yang salah."
"Tuh kan," dengus si anak saat dia menyerahkan tangannya untuk dipukul. "Ayo, lakukan saja sekarang."
Kepala Sekolah mengangguk kepada Guru. "Tolong bawa ke sini ikat pinggangnya."
Si Guru memberikan ikat pinggang kepada Kepala Sekolah, yang kemudian melipatnya dengan hati-hati, dan menyerahkannya kembali ke si Guru. Dia memandang si anak saat berkata, "Hitung pukulan-pukulannya."
Dia keluar dari belakang mejanya dan berjalan lurus ke arah si anak. Dengan lembut ditekuknya tangan si anak yang terjulur ke depan untuk menunggu pukulan-pukulan tersebut. Lalu dia berbalik ke arah si Guru dengan menjulurkan tangannya sendiri. Satu kata keluar dari mulutnya dengan pelan. "Mulai."
Ikat pinggang itu melecut tangan Kepala Sekolah yang terjulur. Krek! Anak kecil itu meloncat 2 meter ke udara. Wajahnya diliputi kekejutan.
"Satu," bisiknya. Krek!
"Dua."
Suaranya naik satu oktaf. Krek!
"Tiga."
Dia tidak dapat mempercayai hal ini. Krek!
"Empat."
Air mata mulai menggenangi mata si pemberontak cilik.
"OK, stop! Sudah cukup!" Krek!
Ikat pinggang melecut tangan yang saat itu sudah mati rasa. Krek!
Si anak meringis tiap kali lecutan menghantam, air mata kini mengaliri wajahnya. Krek! Krek! "Tolong berhenti," ratap si bekas pemberontak, "Stop! Saya yang lakukan kenakalan itu, saya yang harusnya dilecut. Stop! Tolong hentikan."
Tetap saja lecutan demi lecutan datang, Krek! Krek!, yang satu menyusul yang sebelumnya.
Akhirnya berakhir juga semuanya.
Kepala Sekolah berdiri dengan kening yang berkilauan oleh keringat dan butiran keringat menetes dari wajahnya. Dia berlutut dengan perlahan-lahan. Dia mempelajari wajah si anak sesaat, lalu mengulurkan tangannya yang bengkak untuk mengelus wajah si anak yang tengah menangis. Lalu dia mengucapkan kata ini dengan lembut, "Kemurahan."
ROMA 2:4
"Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?"
-----------------------------------------------------------------------------------------
English Version
-------------------
Generosity,
LUKAS 6:36
"Be merciful, just as your Father is compassionate."
The boy sat hunched. Challenging gaze and his fists. "Come on, give it to me."
The principal looked down at the young rebels. "It's often what you're here?"
The boy snorted defiantly.
"Apparently not enough." The principal saw the child with a strange look. "And every time you come here, you are always punished. Right?"
"Yes, I was punished many times, if that's what you mean." He puffed out his chest a little. "Come on. I can face whatever punishment you give. I was always able to."
"And never once thought about the punishment that would await you came to your head every time you want to break the rules again, right?"
"Yes. I always do what I wanted to do. There is nothing you can do to stop me."
Principal teacher turned to the boy who stood beside him. "What did he do this time?"
"Fighting. He pulled the little Tommy and put his head into the sand box."
Head turned back toward the child. "Why did you do that? What's done little Tommy do to you until you just that?"
"He did not do anything. I just do not like the way she looked at me, just like I do not like the way you look at me! And if I thought I could do it, I'll put your head into something, too."
The teacher became tense and began to rise as the principal looked at him a moment, forbade him to act.
The principal thought for a moment as he saw the child. Then he said quietly, "Today, young children, you must learn about generosity."
"Grace? Is not that what your parents do before eating? (Pray, or 'saying grace', red). I do not need any mercy."
"Oh, you need to." Principal study child's face and whispered. "Oh yes, you really need a favor .."
The child continued to look angry when the principal continued, "a brief definition of 'Grace' is a 'good that it is inappropriate given'. You do not deserve to get it, it is a gift and was always given freely. 'Generosity' means you do not 'll get what you deserve thanks. "
The little boy appeared puzzled. "You're not going to hit me? You would let me out of here just like that?"
Head looked at children who were unyielding. "Yes, I'll let you go away."
The children investigate the principal's face, "There is no punishment at all? Although I've hurt the Tommy and put his head into the sand box?"
"Oh, there must be punishment. What do you do it wrong and our actions there are always consequences. His sentence there. 'Grace' is not a reason for doing the wrong thing."
"See," sniffed the boy as he handed his hand to hit. "Come on, do it now."
Headmaster nodded to teacher. "Please take the belt here."
The teacher gave the belt to the principal, who then fold it carefully, and handed it back to the teacher. He looked at the boy as saying, "Count the blows."
He came out from behind his desk and walked straight toward the child. Gently bend the child's hand outstretched to the front to wait for these beatings. Then he turned toward the teacher with his own hands stretched out. One word out of her mouth slowly. "Start."
Belt whip hand outstretched Principal. Crack! The little boy jumped 2 feet into the air. His face was filled with consternation.
"One," he whispered. Crack!
"Two."
His voice rose an octave. Crack!
"Three."
He could not believe this. Crack!
"Four."
Tears began to fill the eyes of the little rebel.
"OK, stop! Enough is enough!" Crack!
Belt whip hand when it was numb. Crack!
The boy grimaced each time crack hit, tears now streaming down his face. Crack! Crack! "Please stop," lamented the former rebels, "Stop! I are doing mischief, I who should be punished. Stop! Please stop."
Still, lash by lash came, Crack! Crack!, Which followed the previous one.
Finally, everything ends well.
The principal stood with her forehead glistening with sweat and beads of sweat dripping from his face. He knelt down slowly. He studied the boy's face for a moment, then reached out his hand to stroke the swollen face of the child who was crying. Then he uttered these words softly, "Grace."
That is what Jesus has done for us.
ROMA 2:4
"Will you ignore the wealth of His kindness, His patience and His broad-mindedness? Do not you know, that God's kindness is meant to lead you to repentance?"
Itulah yang Yesus telah perbuat untuk kita.
--------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar